PERNIKAHAN TANPA KHITBAH (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cerita telah diterbitkan. Telah tersedia dalam bentuk Novel dan Ebook
Dilarang keras playgiat/copypaste dan sejenisnya. Hak cipta terlindungi karena cerita sudah ber-ISBN dan terdaftar di PERPUNAS.
***************




Illyana menatap dirinya di depan cermin. Tubuh mungil berbalut gamis kebaya serta riasan ala pengantin sudah melekat di wajah ayunya. Satu minggu yang lalu saat tepatnya seseorang berkunjung ke rumahnya hari itu jugalah diputuskan bahwa pernikahan Illyana dengan Diftan lelaki yang dijodohkan kedua orangtuanya akan dilaksanakan satu minggu setelahnya.

"Illyana, bagaimana Nak? Apa kamu setuju dengan perjodohan ini," tanya Fadli Papanya saat itu. Meskipun ini perjodohan tapi Fadli dan Annisa tidak mau mengambil keputusan tanpa bertanya lebih dulu pada Illyana.

"Insha Allah Illyana siap Ma, Pa." jawab Illyana yang tidak ingin mengecewakan kedua orangtuanya.
Berbakti kepada kedua orangtua adalah sebuah kewajiban menutut Illyana, dan dia akan melakukan kewajiban itu dengan hati yang ikhlas. Lagi pula Illyana percaya apa yang sudah dipilihkan oleh kedua orangtuanya adalah apa yang sudah Allah tetapkan untuknya.

Illyana masih mengingat pertemuan pertamanya dengan Diftan seminggu yang lalu. Pertemuan pertama dan sekaligus pinangan untuknya. Kesan pertama saat mereka bertemu Illyana menilai Diftan sosok yang tidak banyak bicara dan lebih banyak diam. Mungkin ini karena mereka baru pertama kali bertemu. Begitu batin Illyana.

Tidak ada kontak fisik saat mereka bertemu, Illyana hanya memandang sekilas wajah tampan Diftan, ia tidak berani berlama-lama memandang lelaki yang belum sepenuhnya halal untuknya.

"Illyana,"

"Diftan."

Diftan mengulurkan tangannya namun hanya disambut Illyana dengan menangkupkan kedua tangannya .

Masih ingat juga saat Illyana berkenalan dan menyebutkan namanya pada Diftan. Jantung Illyana berdegub kencang kala itu, meskipun ia dan Diftan tidak banyak mengobrol, tapi dari cerita Om Anwar papanya, Illyana percaya kalau Diftan adalah sosok yang baik.

Illyana percaya bahwa apa yang sudah di gariskan untuknya adalah ketetapan dari yang Maha Kuasa. Ia akan ikhlas dan ridha menjalani semuanya. Bukankah jodoh, rejeki, dan maut itu sudah tertulis jelas di Lauhul Mahfuz, hanya usaha dan doa yang akan merubah semua menjadi lebih baik sesuai harapan kita.

Suasana kediaman kedua orangtua Illyana sudah ramai sejak pagi, tamu-tamu sudah banyak yang hadir meskipun hanya sedikit dan tidak terlalu banyak, mengingat persiapan acara pernikahan ini hanya satu minggu, jadi kedua orangtua Illyana hanya mengundang beberapa teman dan keluarga dekat saja.

Hati Illyana berdebar kencang menunggu saat-saat ijab kobul selesei diucapkan. Ini adalah awal dari kehidupan baru yang akan dijalani oleh Illyana. Tidak henti dalam hati syukur selalu ia panjatkan, Allah mempertemukan ia dengan jodohnya di usia yang masih terbilang muda, 21 tahun.
'Berkahi selalu langkahku ya Allah, aku percaya dengan kisah yang sudah engkau tetapkan untukku, berkahi pernikahan ini, jadikan aku perempuan yang bisa selalu menyejukkan jika suamiku memandang, jadikan aku sebagai pengobat hatinya dikala lara, jadikan cintanya dan cintaku sebagai alasan untuk lebih mencintaimu ya Rabb.' doa Illyana di dalam hati.

Diftan sudah duduk di depan penghulu dan Fadli calon ayah mertuanya. Di sebelahnya ada pak Anwar Papanya dan Angga sahabat sekaligus sepupunya yang menjadi saksi dalam pernikahannya.

"Li, lo serius kan dengan pernikahan ini? Gue harap lo nggak menjadikan ini sebagai permainan semata." cerca Angga beberapa hari yang lalu saat Diftan menyatakan ia setuju akan menikahi Illyana.

"Kenapa lo bisa berpikir begitu Ga?" tatap Diftan pada Angga.

"Illyana gadis yang sangat baik Li, gadis yang selalu terjaga pandangannya, gue harap lo nggak akan mempermainkan dia seperti pacar-pacar lo sebelumnya."
Diftan menoleh Angga, menyelidik, kenapa sepupunya itu bisa sangat tahu sekali tentang Illyana.
"Tahu darimana lo tentang dia?" selidik Diftan bertanya.

"Gue tahu dia saat mengikuti seminar di kampus tempatnya kuliah, meskipun tidak berkenalan secara resmi, tapi gue yakin dia gadis yang sangat baik dan terjaga." terang Angga pada Diftan. "Apa lo udah ceritain semuanya sama dia Li?"
Pertanyaan Angga membuat Diftan terdiam.

"Gue baru kenal sama dia, dan nggak ada waktu buat cerita. Lagipula apa pentingnya buat dia," Diftan teringat kalau ia menyimpan sesuatu yang hanya diketahui oleh Angga dan Anwar papanya.

"Jangan begitu Li, biar bagaimanapun dia akan jadi istri lo, dia berhak tahu semuanya tentang lo." ujar Angga lagi menasihati.

"Gue nggak ada waktu. Lagipula pernikahan ini juga atas kemauan dia, jadi dia harus terima apapun itu resikonya nanti."

Angga hanya menggelengkan kepalanya melihat sepupunya yang tidak pernah berubah itu. Keras kepala dan semaunya sendiri.
<<<<

'Cantik' itulah kata pertama dalam hati Diftan seminggu yang lalu saat pertama kali bertemu dengan Illyana. Namun segera ia tepis jauh-jauh rasa kagum yang sempat menghampiri hatinya.
Diftan tidak peduli dengan pernikahan ini, Diftan mau melakukannya hanya untuk menuruti kemauan Papanya.

Diftan tidak percaya dengan yang namanya cinta. Kalau cinta itu ada, kenapa ia dan Mamanya terpisah? Kalau cinta itu nyata, kenapa Papanya harus menghianati Mamanya. Begitulah batin Diftan dalam hati.

Tangan Diftan sudah menjabat erat tangan pak Fadli calon papa mertuanya. Dalam satu kali tarikan nafas Diftan berhasil mengucap kalimat sakral ijab kabul.

"Bagiamana saksi?"

"Sah,"

"Sah,"

"Sah,"

Penghulu mengucap kata 'sah' di iringi oleh semua yang hadir menyaksikan ijab kabul itu. Kini halal sudah Illyana untuk Diftan. Mereka sudah sah dan resmi sebagai suami istri di mata hukum dan agama.

"Alhamdulilah ya Allah," ucap Illyana saat mendengar ijab kabul sudah selesei.
"Illyana Sayang, mari Mama antar untuk bertemu dengan suamimu," Annisa Mamanya membimbing Illyana untuk menghampiri Diftan. Jantung Illyana berdegub kencang mendengar kata 'suami' yang diucapkan mamanya. Tanggung jawab baru sebagai seorang istri sudah menanti Illyana, kini ia bukan lagi anak gadis kesayangan kedua orangtuanya, Illyana harus siap dengan semua hak dan kewajibannya kepada Diftan suaminya.

"Assalamuallaikum Mas," ucap Illyana saat ia sudah berada di samping Diftan. Ada yang mengganjal di hati Illyana saat melihat raut wajah Diftan yang datar dan tanpa senyum. Dia berpikir mungkin suaminya itu sama gugupnya dengannya makanya Diftan terlihat tak acuh dan dingin.

"Waalaikumsalam," jawab Diftan saat Illyana mencium punggung tangannya. Sesaat gadis cantik yang baru beberapa menit lalu resmi menjadi seorang istri itu tampak tertegun, Diftan tidak mencium keningnya layaknya seorang suami yang baru selesei mengucap ijab seperti yang biasa ia saksikan. 'Mungkin Mas Diftan malu karena disini banyak orang.' batin hati Illyana yang selalu mencoba berprasangka baik.

Malam harinya acara resepsi di gelar di sebuah hotel berbintang dan cukup mewah. Banyak tamu undangan yang datang ke acara resepsi Diftan dan Illyana, termasuk rekan Diftan sesama dokter.

"Dif, selamat ya, semoga kalian bahagia." seorang perempuan yang merupakan rekan sesama dokter memberi selamat pada Diftan dan Illyana saat di atas pelaminan.
"Kau tahu kan ini bukan kemauanku." ucapan Diftan yang setengah berbisik samar-samar terdengar oleh Illyana.

Ada yang aneh dengan pandangan Diftan dan perempuan itu saat Illyana tanpa sengaja memperhatikan mereka. Apalagi saat telinga Illyana tanpa sengaja mendengar Diftan yang mengatakan sesuatu pada perempuan tadi.

"Maaf Cindy apa sudah selesei? Aku juga ingin memberi selamat pada kedua pengantin baru ini." ucapan Angga yang berada di belakang gadis bernama Cindy itu menyadarkan Diftan dan gadis itu.

"Selamat Li, Illyana. Semoga Allah selalu memberkahi pernikahan kalian, lo beruntung Li bisa menikahi bidadari secantik Illyana, bahagiakanlah istrimu," ucap Angga saat Cindy sudah berlalu dari atas pelaminan.
"Terimakasih kak Angga," ucap Illyana namun Diftan hanya diam saja mendengar ucapan selamat dari Angga sepupunya.

Para tamu sudah banyak yang pamit. Kedua orangtua Illyana juga akan pamit pulang, sementara Diftan dan Illayana akan menginap dua hari di hotel tempat mereka melaksanakan resepsi.

"Bahagia selalu ya Sayang," Annisa tak bisa membendung tangisnya saat pamit pada putri semata wayangnya yang kini sudah menjadi seorang istri.
"Terimakasih Mama, kenapa menangis," Illyana mengahapus airmata di kedua sudut mata Mamanya, namun ia sendiri juga tidak bisa menahan tangisnya.
"Kamu juga Nak, kenapa menangis, sekarang sudah menjadi seorang istri, Illyana nggak boleh manja dan cengeng lagi ya Nak,"
Illyana memeluk erat Mamanya.
"Illyana menangis karena bahagia Mam, insha Allah ya Mam, doain Illyana biar bisa menjadi istri yang tegar dan kuat yang akan selalu berada di belakang suamiku dalam keadaan apapun."

"Doa kami selalu menyertaimu Nak. Semoga bahagia selalu menyelimuti rumah tangga kalian." ucap Annisa mendoakan Illyana.
<<<<

"Mas mau mandi?" tanya Illyana saat ia dan Diftan sudah berada dalam kamar hotel yang sudah di pesankan pak Anwar Papa Diftan untuk mereka.
"Aku ingin keluar! Tidak usah menungguku kalau ingin tidur." ucap Diftan dingin dan berlalu meninggalkan Illyana sendiri dalam hotel.

Hati Illyana nyeri mendengar ucapan Diftan yang tak acuh sedikitpun padanya. Tapi lagi-lagi ia mencoba untuk berpikir positif.

Jam menunjukan pukul dua dinihari saat Illyana terbangun dari tidurnya. Illyana baru bisa tidur jam duabelas tadi, tubuhnya memang terbaring, matanya pun terpejam, namun pikirannya melayang bertanya-tanya, kemanakah suaminya sampai selarut ini belum kembali dan meninggalkannya seorang diri di dalam kamar hotel.

Illyana bangun dan segera mengambil wudhu untuk melaksanakan tahajjud.
Illyana bersimpuh dalam sujudnya, mengadukan semua keresahan dan kegelisahan yang kini bergelayut dalam hatinya.

"Ya Allah ya Rabb, yang maha membolak-balikan hati. Hambah meminta kepadamu bukakan lah hati suamiku agar ia bisa menerimaku, jika cinta itu ada tolong tunjukanlah, jika cinta itu belum ada, tolong hadirkan rasa itu dalam hatinya. Aku menerima pernikahan ini dengan ikhlas ya Rabb, aku berjanji akan menjadi istri yang baik untuk suamiku, berkahilah pernikahan kami, jadikanlah cinta yang ada di antara kami sebagai alasan untuk lebih menumbuhkan rasa cinta kepadamu ya Allah. Sejak ijab kabul itu diucapkan, aku berjanji akan mencintai suamiku dengan segenap hatiku, bimbinglah aku ya Rabb, jadikan kuarga kami Sakinah, Mawwadah, Warrohmah." Illyana tergugu dalam tangisnya diantara doa yang terucap. Tidak ada yang lebih baik tempat untuk memohon dan berkeluh kesah selain kepada Yang Maha Kuasa.

"Dimana kamu Mas,? Kenapa sampai jam segini belum kembali juga." Illyana melirik jam di handphone-nya, sudah lebih jam tiga dini hari tapi Diftan belum kembali juga.

Tidak ada yang lebih menyakitkan dari ini. Illyana sudah resmi menjadi seorang istri, namun di malam pertama yang seharusnya ia lewati dengan indah, suaminya justru meninggalkan ia sendirian. Orang bilang malam pertama adalah malam yang paling indah untuk sepasang suami istri yang baru mengikrarkan janji suci. Tapi apa yang dirasakan Illyana berbanding terbalik dengan apa yang biasa orang ceritakan.

Ia sendirian, tidak ada Diftan yang memeluk dalam tidurnya. Tidak ada kecupan sayang di keningnya. Bahkan setelah resmi pun Diftan belum mengatakan kata 'cinta' untuknya.
Illyana tidak berkecil hati. Bukankah semua butuh proses, Illyana tetap percaya kalau Allah sudah mentakdirkan ia berjodoh dengan Diftan, pasti Allah juga akan menyertakan cinta untuk mereka.
~~~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro