YANG TERENGGUT (4)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Cerita telah diterbitkan. Telah tersedia dalam bentuk Novel dan Ebook
Dilarang keras playgiat/copypaste dan sejenisnya. Hak cipta terlindungi karena cerita sudah ber-ISBN dan terdaftar di PERPUNAS.
***************

Illyana menatap Diftan lama seakan ingin penjelasan dari apa yang sudah dilihatnya kini. Tentang siapa Zidan dan statusnya.
Hati perempuan mana yang tidak akan merasa nyeri jika mengetahui lelaki yang kini menjadi suaminya ternyata sudah memiliki seorang anak dari perempuan lain, dan itu tidak diketahuinya.

"Bunda," panggilan Zidan menyadarkan Illyana dari keterpakuannya. Illyana tersenyum pada bocah kecil yg masih polos itu.
"Iya Sayang," ucap Illyana lembut. Bagaimana pun Zidan hanya seorang anak kecil yg tidak bersalah dan tak tahu apa-apa. Zidan membutuhkan kasih sayang kedua orangtuanya secara utuh. Illyana memang kecewa, tapi ia tidak bisa marah apalagi pada Zidan yg masih lugu dan lucu itu.

"Bunda Zidan kangen Bunda, boleh Zidan peluk Bunda," ucapan polos Zidan membuat hati Illyana tertegun kemudian merengkuh Zidan dalam peluknya.
"Bunda juga kangen sama Zidan," ucapnya saat Zidan memeluknya erat seolah bocah itu takut untuk ditinggalkan.

"Nanti Zidan mau cerita ke teman-teman, kalau Zidan punya Bunda. Biar Zidan nggak dikatain lagi sama mereka karena nggak punya Bunda." lagi-lagi ucapan Zidan terasa mengiris hati Illyana. Kelau Zidan tidak pernah bertemu dengan ibu kandungnya. Lalu dimanakah ibu yg sudah mengandung dan melahirkan Zidan. Segitu teganya kah Diftan memisahkan Zidan dengan ibu kandungnya. Hati Illyana kembali bertanya-tanya.

"Zidan, Bundanya capek. Biar istirahat dulu ya." ucap Ali mengisyaratkan pada Zidan untuk memberi waktu Illyana beristirahat.
"Tidak apa Mas, aku nggak capek kog."

"Tapi Zidan harus belajar kan Sayang. Biar bunda istirahat dulu." sela Ali. Zidan segera menuruti perintah Ali dan beranjak darinya dan Illyana.

"Aku ingin kita bicara Mas," ucap Illyana saat Zidan sudah berlalu dari hadapan mereka. Illyana sudah menahannya sejak tadi. Ia ingin segera menanyakan pada Diftan tentang siapa Zidan dan rahasia apa yg disembunyikan darinya.

"Bicaralah, aku tak punya banyak waktu. Setelah ini aku harus ke rumah sakit." ucap Diftan dingin.

"Zidan. Siapa Zidan sebenarnya Mas? Kenapa Mas tidak jujur saja sebelum kita menikah, kalau Mas sudah mempunyai seorang anak." ujar Illyana mengeluarkan semua tanya yang menggelayut dalam hatinya.

"Kenapa? Apa kau menyesal menikah denganku dan tidak sesuai dengan harapanmu." sahut Diftan masih dengan raut datarnya.
"Aku tidak pernah menyesal atas apa yang sudah menjadi takdirku Mas, tapi setidaknya kenapa Mas tidak berusahan jujur padaku. Apa aku ini tidak berarti apa-apa di mata Mas Diftan." Illyana berusaha tegar namun airmata sudah jatuh dikedua sudut matanya.

"Apa sudah selesai bicaramu. Aku pergi." Diftan pergi meninggalkan Illyana sendiri yang masih belum terpuskan akan jawaban yang ia harapkan.

"Astaghfirullah, berilah aku kesabaran selalu ya Rabb." batin hati Illyana.

Illyana melihat bik Sum sedang sibuk di dapur. Sementara Zidan sehabis belajar tadi ia tertidur saat Illyana menengok ke kamarnya. Illyana berniat ingin membantu bik Sum di dapur dan ia juga ingin bertanya-tanya pada perempuan paruh baya itu tentang Zidan dan ibu kandungnya.

"Masak apa Bik? Biar saya bantu ya," ucap Illyana pada bik Sum.

"Eh, tidak usah Non. Biar bibik saja yang mengerjakan sendiri." tolak bik Sum.

"Tidak apa Bik, aku sudah biasa kog Bik di rumah selalu bantuin Mama kalau lagi masak." Illyana tetap mengambil sayuran di meja dan mulai memotong-motongnya.

"Bibik sudah lama kerja disini?"

"Iya Non, sudah sejak den Zidan bayi." jawab bik Sum.

"Berarti Bibik tahu dong ya, siapa ibu kandung Zidan? Tolong Bik, ceritain semua sama aku." ucap Illyana dengan raut wajah memohon pada bik Sum.

"Ma..af Non, bibik nggak tahu. Sejak bibik masuk ke rumah ini den Zidan cuma tinggal berdua sama den Diftan." jawab Bik Sum agak tergagap.

"Kenapa Mas Diftan menyembunyikan Zidan dariku ya Bik? Mas tidak jujur kalau sudah mempunyai seorang anak." eluh Illyana pada bik Sum.

"Yang sabar ya Non, den Diftan itu sebenarnya baik sekali orangnya dia juga penyayang. Sama den Zidan saja yang bukan---"

"Bukan apa Bik?" Illyana semakin penasaran dengan ucapan bik Sum yang menggantung itu.
"Tidak Non, bukan apa-apa. Non sebaiknya istirahat saja, biar bibik yg nerusin semua." Illyana yakin bik Sum mengetahui sesuatu tapi ia mungkin susah berjanji pada Diftan untuk tidak mengatakannya.

Jam masih menunjukkan pukul empat sore. Illyana bergegas untuk mandi dan melaksanakan shalat ashar.

"Bunda," pintu kamar Illyana terbuka saat ia akan memulai shalatnya. Ternyata Zidan yang sudah bangun dan terlihat sudah rapi seperti habis mandi.
"Iya Sayang kenapa?" tanya Illyana lembut.
"Bunda mau ngapain?"
Illyana mengernyit bingung. Apa segitu sibuknya Mas Diftan sampai-sampai tidak pernah mengajarkan dan mengenalkan pada Zidan apa itu shalat dan ibadah. Batin hati Illyana.

"Bunda mau shalat Sayang, Zidan mau shalat juga sama Bunda?" tanya Illyana dan diangguki oleh Zidan.

Illyana membantu dan mengajari Zidan mengambil wudlu dan membaca niat shalat. Zidan terlihat senang dan menuruti semua yg Illyana ajarkan.

Illyana berdiri di depan sedangkan Zidan di belakangnya sebagai makmum. Illyana juga membimbing Zidan untuk membaca doa seusai shalat. Zidan sudah luamayan hafal dengan doa untuk kedua orangtua dan doa dunia akhirat karena di sekolah memang sudah diajarkan.

"Anak pinter," Illyana mengecup kening Zidan dengan sayang selesei putranya itu membaca doa. Illyana juga tidak tahu sejak bertemu dengan Zidan, ia sudah langsung menyayangi bocah lelaki itu. Bahkan Illyana menyebut Zidan sebagai putranya. Meskipun berbagai pertanyaan masih terus berputar di pikirannya tentang siapa ibu kandung Zidan.

"Bunda suapin ya Nak," Zidan mengangguk senang saat Illyana akan menyuapinya saat mereka makan malam. Tidak ada Diftan di antara mereka. Illyana hanya ditemani oleh putra kecilnya itu. Saat seperti ini Illyana justru bersyukur dipertemukan dengan Zidan, saat Diftan sibuk dan meninggalkannya sendirian kini ada Zidan yg menemani dan menjadi hiburan untuknya.

"Habis maem, minum susu, gosok gigi terus bobok ya Sayang." ucap Illyana saat sudah selesei menyuapi Zidan.
"Iya Bunda, tapi bacain dongemg ya buat Zidan."
"Iya Sayang."

Sesuai janjinya Illyana membacakan dongeng kisah-kisah Nabi dan Rasul pada Zidan hingga bocah lima tahun itu terlelap dengan damainya.
Illyan memandangi wajah polos Zidan yg tengah terlelap. Wajah tanpa dosa yang tidak patut untuk dibenci hanya karena kesalahan kedua orangtunya. 'Siapapun kamu Nak, bunda berjanji akan menyayangimu sepenuh hati.' ucap Illyana mengecup kening Zidan sebelum beranjak dari kamar putranya itu.

Sudah pukul sebelas malam dan Diftan belum kembali juga. Illyana sedikit merasa bosan sebenarnya berada di dalam kamar yang luas dan penuh dengan barang-barang Diftan itu. Hawa dingin dari AC seakan menambah rasa sepih yg kini Illyana rasakan.
***

"Hai tampan, mau minum." tawar seorang wanita dengan pakaian seksinya dan dengan tampang menggoda.
Diftan tidak menjawab namun ia mengambil gelas berisi minuman yang ditawarkan oleh si wanita tadi.
Diftan menyesap minumannya sampai tandas. Entah sudah berapa banyak botol yang ia habiskan di tempat ini. Ditambah segelas lagi yang dibawakan oleh wanita tadi.

Mata Diftan berkabut, seiring munculnya gelenyar aneh dalam dirinya.

Sementara si wanita tadi sudah mulai melancarkan aksinya. Tangannya bergerillya mengusap dada bidang Diftan membuatnya mengerang. 'Shit!!" ucap Diftan saat menyadari ada sesuatu yang dicampurkan di dalam minumannya tadi.

"Ayolah, aku akan memuaskanmu." goda wanita itu dengan senyum seringainya.

Diftan segera menepis saat tangan wanita itu akan bergerak lebih dan membuat ia semakin terlena. Diftan memang suka minum dan tidak jarang sampai membuatnya hampir mabuk, tapi meskipun begitu ia selalu menghindari godaan para permpuan malam yang menawarkan kepuasan dan kenikmatan sesaat. Malam ini Diftan lengah, ia tidak menyadari saat menerima minuman dari wanita penggoda tadi. Sudah menjadi rahasia umum jika mereka akan melakukan apa saja demi mendapatkan pelanggan. Mencampur obat perangsang pada minuman yang ditawarkan dan memberikannya pada setiap pria yang datang.
Sesaat setelah obat bereaksi si wanita akan terus-terusan melancarkan aksinya, menggoda hingga sang lelaki tidak tahan dan terlena. Kalau sudah seperti itu pasti keesokan paginya mereka akan terbangun di sebuah ruangan dengan tubuh polos dan sudah bisa dipastikan si wanita akan memeras dan meminta bayaran karena merasa sudah memberi kepuasan.

"Minggir!!" ucap Diftan pada si wanita penggoda.

Diftan secepatnya menuju mobil dan beranjak pulang sebelum ia terlalu jauh terlena karena pengaruh obat yang dicampurkan di minumannya.

Diftan mengeram merasakan seluruh tubuhnya merasakan hawa panas. Gelenyar aneh terus mendesak dalam inti tubuhnya meminta untuk segera dilepaskan.

Illyana terbaring seorang diri dalam ranjangnya. Sedari tadi ia hanya bolak-balik posisi tanpa dapat terpejam. Hatinya kembali menerawang tentang dimana keberadaan suaminya. Ini bukan pertama kalinya Diftan meninggalkannya selarut ini. Kemarin saat malam pertama mereka pun Diftan sudah meninggalkannya seorang diri.

Illyana mendengar derap langkah menuju ke kamarnya. Segera ia bangkit dan membuka pintu.

"Mas Diftan." pekiknya kaget saat membuka pintu tiba-tiba Diftan langsung menubruk dan memeluknya erat. Illyana mencium bau alkohol yang menyeruak dari mulut Diftan. Ia berusah melepaskan pelukan Diftan, namun suaminya itu malah menyentaknya hingga kini ia terbaring di ranjang dengan Diftan sudah berada di atasnya.

"Astaghfirullah Mas ,sadar Mas kamu mabuk." rintih Illyana mencoba melepaskan diri dari kungkungan Diftan.

"Diamlah! Aku menginginkanmu, aku aka melakukannya selembut mungkin." bisiknya tepat di telinga Illyana. Diftan mulai melancarkan aksinya. Satu persatu penghalang tubuhnya dan Illyana ia sentakan hingga tak tersisa. Illyana bahkan sudah menitikan airmatanya dengan apa yang Diftan perbuat padanya.

Melayani suami memanglah kewajibannya sebagai seoarang istri. Tapi apa salah jika Illyana mengharapkan Diftan melakukannya dengan cinta dan penuh kasih sayang. Bukan dengan cara seperti ini, apalagi di bawah pengaruh alkohol. Illyana seakan menjadi wanita paling lacur saat Diftan meminta haknya dengan paksa dan tidak sadar. Apa yang akan terjadi setelah ini Illyana enggan memikirkannya. Apakah Diftan akan tetap bersikap dingin dan cuek padanya.

Mata Diftan semakin berkabut melihat Illyana di bawahnya. Rasa sesak yang sedari tadi ditahannya ingin segera ia lampiaskan. Setengah sadar Diftan berhasil merenggut sesuatu yang sangat dijaga selama ini oleh Illyana.

Suara isakan dan jeritan Illyana seakan tak mampu menyadarkan Diftan dari apa yang sudah diperbuatnya.

Illyana semakin terisak saat merasakan nyeri di bawah inti tubuhnya yang sudah di koyak oleh Diftan. Bukan hanya itu, tapi rasa nyeri dihatinya lebih dalam rasanya. Meskipun melakukan demgan suaminya tapi Illyana merasa seakan sedang di perkosa oleh Diftan. Tidak ada kecupan sayang di keningnya, tidak ada ucapan doa dibisikan ditelinganya saat akan mulai penyatuan. Inikah malam pertama yang selalu ia impikan dengan penuh keindahan.
Tidak ada keindahan sama sekali malam ini. Illyana sakit, hatinya nyeri mengingat mahkotanya terenggut dengan cara seperti ini.

"Ampuni aku ya Allah." ucapnya di sela isakannya.

Illyana menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Ia memiringkan tubuhnya membelakangi Diftan yang sudah terlelap usai mereka melakukannya.

"Kenapa harus seperti ini ya Rabb. Aku tidak tahu setelah ini akan bagaimana. Apa Mas Diftan akan tetap tidak peduli padaku."

Mata Illyana berkabut karena tangisnya yg tidak berhenti. Ngilu di tubuhnya tidak lebih ngilu daripada di hatinya. Illyana hanya berharap dengan apa yang sudah terjadi akan ada hikmah setelahnya. Semua sudah terjadi menyesalpun tidak akan merubah apapun. Ia berdoa saat bangun esok pagi semua akan baik-baik saja.
~~~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro