12 | Kebenaran Yang Menyakitkan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Aku hanya mampu diam dan menyaksikan dengan beragam asumsi yang sudah saling beterbangan."

Belle Vue French & Italian Bistro, Restoran dengan suasana Eropa ini menjadikan pasangan bak raja dan ratu semalam. Bangunan yang dihiasi dengan tampilan dan dekorasi ala istana, menjadikan tempat ini sangat berkelas. Belum lagi pemandangan cantik pegunungan terlihat dari ruang makannya. Dari tempat ini pun sunset terlihat sangat indah. Resto ini tak hanya menyuguhkan makanan khas Prancis dan Italia yang lezat, tapi juga pengalaman kuliner unik yang disertai pemandangan indah kota Bandung.

Belle Vue berlokasi di lantai 5 GH Universal Hotel, tepatnya di Jalan Setiabudhi 376, Bandung 40143. Kesan yang terlihat pertama kali ketika memasuki resto ini adalah elegan dan romantis. Nuansa victorian sangat terasa mulai dari bagian depan. Terlihat dari lampu-lampu chandelier, sofa-sofa bermotif floral, tirai berdraperi hingga perpaduan warna cokelat gelap, abu-abu, dan hitam pada interior ruangan.

Resto ini memiliki tiga nuansa yang berbeda. Bagian depan terdiri dari deretan meja dan kursi kayu yang biasanya digunakan untuk santap buffet. Di area ini, nuansa yang ditawarkan lebih bergaya casual-dining. Masuk lebih ke dalam lagi, kesan elegan lebih terasa dengan gaya fine-dining. Namun jangan khawatir, meskipun bernuansa fine-dining kita tidak diwajibkan untuk mengenakan sepatu, jas, atau gaun malam. Dan untuk spot terakhir, terdapat sofa-sofa besar yang beberapa di antaranya bisa memuat 7 hingga 10 orang yang juga dilengkapi dengan bar untuk memesan minuman.

Bukan tanpa alasan kenapa aku memilih tempat ini sebagai saksi bisu kerukunan Umi dan Abi. Aku ingin mereka merasakan kembali moments kebersamaan tanpa anak-anaknya yang hanya bisa merepotkan serta merecoki saja. Terlebih seperti yang kutahu, bahwa konon katanya Umi begitu menyukai tempat yang berbau-bau Eropa, telebih Prancis dan Italia. Untuk alasan lengkapnya aku kurang begitu memahami, hanya sebatas tahu saja.

Memang sedikit menguras kantong untukku yang hanya sekadar karyawan kantoran biasa ini, tapi jika untuk Umi dan Abi aku akan dengan senang hati menggelontorkan banyak materi. Mereka saja mengeluarkan modal besar untuk merawat serta menyekolahkanku hingga sampai sekarang bisa mendapat pekerjaan. Jadi tak ada salahnya jika aku memberikan mereka sedikit kejutan bukan?

Aku meminta Abi untuk sejenak bersantai di area depan, menyajikan secangkir minuman untuk menemani beliau agar tak dirundung kebosanan. Sedangkan aku tengah sedikit berbincang dengan pihak restoran agar mempersiapkan semua yang tadi sudah kupesan. Aku memilih satu tempat yang menurutku paling romantis yaitu makan malam di Chapel of the Angels, area rooftop restoran. Sangat romantis dan elegan. Aku ingin memberikan pengalaman baru nan berkesan untuk kedua orang tuaku.

Gawaiku berbunyi, tanda ada sebuah pesan masuk. Di sana tertera nama Ziah yang mengabarkan bahwa kini dia tengah berada di parkiran bersama Umi. Aku memerlukan tenaga ekstra untuk membujuk Ziah agar bersedia membantu, dengan beragam iming-iming sebagai hadiah tentunya. Anak itu memang tidak tulus jika membantu, harus ada timbal balik dulu baru deh mau. Tapi tak apalah yang penting rencanaku untuk membuat akur Umi dan Abi bisa berjalan dengan lancar.

Dengan cepat aku meminta Abi untuk segera melipir ke arah rooftop, meskipun harus sedikit beralibi karena Abi yang sudah menaruh curiga ini dan itu. Tapi sebisa mungkin aku menghalau segala asumsi beliau. Jangan sampai rencanaku gagal total. Setelah berhasil mendudukkan Abi tepat di spot terbaik yang sudah kupesan sebelumnya, aku pun segera pergi ke sudut kanan untuk menunggu kedatangan Ziah serta Umi.

Aku memberikan jempol saat netra ini berjumpa dengan Ziah yang tengah membantu Umi untuk berjalan, karena mata beliau yang sengaja ditutupi oleh kain. Di sana Abi terlihat kaget bukan main, tapi Ziah mencoba untuk menenangkan dan memberi sejenak pengertian dengan menggunakan isyarat kata tanpa suara. Aku cukup beruntung karena memilih orang yang tepat seperti Ziah, terbukti setelahnya Abi langsung mengangguk patuh.

Aku memutar bola mata malas saat Ziah yang datang dengan gaya pongah serta bersiul-siul tak jelas. Kekakuan calon ibu muda itu membuatku geleng-geleng tak mengerti. Tapi jika dipikir lagi aku harus mengucapkan banyak terima kasih padanya, karena bisa membantu melancarkan rencana emasku.

"Gimana? Udah beres semua kan?" tanyaku saat dia sudah benar-benar berada di hadapanku. Kami akan memantau kegiatan makan malam Umi dan Abi di sudut kanan rooftop ini. Hanya untuk sekadar meyakinkan saja, bahwa rencana kita berjalan sesuai dengan harapan.

Ziah bersidekap dada songong. "Bereslah, kan tangan-tangan lentik ini yang ikut turun. Kamu tinggal terima beres aja," cetusnya. Aku ingin menimpali wajah Ziah dengan bola-bola tangan. Muak sekali mata ini melihat keangkuhan yang tengah dia perlihatkan.

Aku mengerjap beberapa kali saat melihat Abi yang dengan lembut membuka kain yang menutupi sebagian wajah Umi. Dari perlakuan yang beliau tunjukkan, sangat terlihat jelas bahwa Abi begitu menyayangi dan mencintai Umi dengan sepenuh hati. Seketika anganku pun terbang, membayangkan bahwa akulah yang saat ini berada di posisi Umi. Mendapatkan hadiah makan malam romantis dari orang tersayang. Itu pasti akan sangat membahagiakan.

"Halu terusssss!" sindir Ziah yang mampu merusak segala angan dan khayalan yang tengah kurangkai.

"Bisa gak sih, Zi buat aku seneng dikit. Ngehalu bentar gak dosa kok," sahutku sedikit sebal.

"Ngehalunya bareng Pak Bagas yah, Na." Tawa perempuan itu pecah tak terbendung, dengan cepat aku membungkam mulutnya dengan tangan.

Enak saja dia itu kalau berbicara suka asal. Pak Bagas hanya sebatas atasan, tidak lebih dan tidak kurang. Lagi pula aku pun nyadar diri kali, beliau itu masih muda, tapi sudah memiliki karir yang mapan serta cemerlang, belum lagi rupanya pun cukup menjual dan tidak malu-maluin kalau diajak kondangan. Mana pantas jika disandingkan denganku yang hanya sekadar upik abu ini.

Aku tak menghiraukan godaan Ziah, dan lebih memilih untuk kembali fokus pada Abi dan Umi. Semula semuanya berjalan dengan baik sesuai harapan yang sudah terancang dalam pikiran. Tapi semua itu seketika berubah menjadi tegang, saat Umi bangkit dari duduknya dengan kasar dan Abi menggebrak meja dengan begitu kencang. Aku dan Ziah hanya mampu diam dan saling berpandangan bingung, sampai suara Umi yang begitu menggelegar menghantam keras hatiku ...

"Sudah Umi katakan berulang kali kalau keputusan Abi kali ini salah besar! Itu sama saja seperti Abi menjerumuskan putri Abi sendiri pada perzinahan!" Jari telunjuk beliau menunjuk-nunjuk ke arah Abi, bahkan netra Umi pun sudah banjir air mata.

"Tapi ini yang terbaik!" sahut Abi tak kalah sengit, bahkan sekarang keduanya sudah saling berdiri berhadapan dengan wajah merah padam.

Tawa merendahkan itu keluar begitu saja dari sela bibir Umi. "Terbaik? Dengan cara menikahkan Nisrina dengan laki-laki pilihan Abi, dan dengan angkuhnya pula Abi tak memberi tahu lelaki itu perihal nasab Nisrina! Itu dosa besar, Bi!"

Napasku tercekat saat mendengar degan jelas namaku ada di setiap untaian kata yang Umi lontarkan. Persendianku pun sudah melemas bukan main, beruntung ada Ziah yang saat ini membantu menopang.

"Abi gak tega kalau harus kembali melihat Nisrina gagal melangsungkan pernikahan," katanya dengan suara melemah tapi penuh akan penekanan.

Dadaku sesak bukan main, bayangan akan kerukunan Abi dan Umi itu kini lenyap dan dihancurkan paksa oleh kenyataan yang terpampang di depan mata. Aku hanya mampu diam dan menyaksikan dengan beragam asumsi yang sudah saling beterbangan.

"Tapi Abi tega melihat Nisrina digeret ke neraka. Begitu, Bi? Cukup kita saja yang berkawan dengan zina. Tidak dengan Nisrina!" Tubuh Umi meluruh dengan tangis yang begitu memilukan.

"Zi!" Aku memukul-mukul dada sesak. Hatiku seperti dicabik-cabik oleh ribuan pedang tak kasat mata, sakit. Ini sangat menyakitkan.

Aku anak dari hasil perzinahan.

Ya Allah, Ya Rabbi, kenapa kenyataan ini begitu mengiris hati. Keberadaanku karena sebuah kesalahan. Aku tak layak untuk hidup. Kenapa tak bunuh saja aku sekalian. Aku tak ingin menyandang status itu. Aku tak sudi. Diriku begitu hina dan kotor!

"Batalkan rencana perjodohan itu, Bi. Umi mohon," pinta Umi saat Abi sudah berhasil merengkuh tubuh lemahnya dalam dekapan.

"Umi akan lebih rida melihat Nisrina menderita di dunia, dibandingkan harus menyaksikan dia menjadi bahan bakar api neraka. Ini kesalahan kita. Nisrina gak berhak untuk menanggungnya!"

Dengan langkah terseok, serta mengabaikan teriakan Ziah aku berlari menghampiri Umi dan Abi yang tengah saling memeluk di atas dinginnya lantai rooftop. Semula aku iba akan pemandangan di depan sana, tapi rasa itu menguap seketika dan digantikan dengan amarah yang tiada terkira.

Orang tua yang selalu kuanggap sempurna, baik, tanpa cela ternyata hanya kedok saja. Limpahan kasih sayang yang mereka berikan hanya sebatas ungkapan dosa dan rasa bersalah saja. Aku tak bisa menerima kenyataan itu. Mereka selalu memberikan banyak wejangan perihal bahayanya zina, tapi nyatanya merekalah yang sudah berbuat zina, bahkan akulah hasilnya.

"Bi ... Mi ..."

Bibirku kelu untuk mengeluarkan segala sumpah serapah. Hanya sebatas dua kata itu saja yang mampu kukeluarkan. Sekuat tenaga meredam rasa kecewa, tapi tetap saja tak berdampak apa-apa. Aku sudah kehilangan rasa simpati dan empati pada mereka.

Dengan tampang yang masih memperlihatkan keterkejutan Umi dan Abi bangkit serta menatap ke arahku dengan linangan air mata. Aku takkan kemakan tangis palsu mereka. Aku benci, sangat amat membenci mereka.

"Umi bisa jelaskan semuanya, Nak. Dengarkan Umi." Dengan refleks aku menjauhkan tangan Umi yang hendak akan menjamah tanganku. Aku tak sudi.

Saat Umi hendak maju beberapa langkah agar lebih mendekat ke arahku, aku lebih memilih mundur dan berbalik arah untuk pergi jauh meninggalkan mereka. Rasa benci dan kecewa itu sudah sangat mendominasi, dan jika aku terus memaksakan diri untuk tetap berada di sini. Aku tak yakin akan tetap berlaku baik pada mereka.

"Nisrina!"


Bisa minta komentarnya untuk bab ini?😙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro