Step back

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

If 'plan A' didn't work. The Alphabet has 25 more letters, Stay cool.

-------------------------------------------------------------------

Annas meregangkan tubuhnya, mencoba untuk memulihkan leher dan pinggangnya yang terasa tegang setelah 8 jam duduk di dalam pesawat. Di tambah 1 jam lebih beberapa menit dari Jakarta ke Jogja.

Dia mengaktifkan ponsel dan tersenyum mengamati wallpaper  yang dia gunakan, dia merindukan orang itu.

Annas menyentuh dadanya dan rasa sakit itu datang lagi. Hanya saja berbeda. Kali ini sakitnya tidak sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Tidak sama juga dengan perpisahan mereka lima bulan yang lalu. Kali ini sakitnya lebih dari semua luka. Seakan-akan seseorang sedang mengiris hatinya, kemudian menyiramkan air garam.

Dia menatap ponselnya nanar, hatinya terasa lelah, dan mencari seorang pengganti yang baru seperti pesan terakhir wanita itu bukan lagi prioritasnya. Sejak dia harus kehilangan orang yang dia cintai kerena sebuah perpedaan kasta.

Annas masih sibuk menatap ponselnya. Menatap tiap foto Hana yang dia ambil dari akun media sosial milik wanita tersebut. Dia melangkah pelan, namun tiba-tiba tubuhnya terdorong ke depan, ponsel di tangannya terhempas.

''Maaf?'' ucap seseorang sambil mengambil ponsel lalu bangkit tersenyum dan mengulurkan ponselnya, ''Mas Annas!''

Annas menengadah melihat sosok di depannya yang sedang menyodorkan ponselnya. Annas seakan terhipnotis melihat senyuman wanita itu. Sampai wanita itu melambaikan tangan di wajah Annas, baru dia tersadar.

*****

Tanjung melihat Hana yang sedang berjalan ke arahnya. Dia tersenyum dengan sendirinya melihat Hana yang selalu terlihat cantik di matanya. Mata Hana yang besar dengan bulu mata yang lentik masih terlihat indah walaupun sekarang ada kantung mata yang sedikit hitam menghiasi.

''Terpesona huh?'' ucap Hana sambil mengulurkan tas punggungnya.

''Selalu,'' jawab Tanjung disertai kerlingan menggoda.

''Aaah, aku kangen Ibu.''

''Nggak kangen aku hmm!'' ucap Tanjung ketus.

''Lumayan.'' Hana menjawab santai.

Seminggu ini Hana menjaga Raka yang harus di opname karena sakit ginjalnya kambuh. Tanjung yang sedang sibuk membuka cabang rumah makannya terpaksa tak bisa ikut. Dan sejak sebelum Subuh tadi, dia sudah menunggu Hana di Terminal.

Tanjung segera merangkul Hana menuju mobil mereka. Tak sabar segera sampai rumah untuk melepas rindu yang selama seminggu ini ditahannya.

*****

Annas menatap caramel macchiato di seberang mejanya. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya. Bajunya sudah kusut. Dia masih berkutat dengan ingatan semalam.

Dia bertekad untuk merengkuh Hana lagi, kemarin dia kembali ke Indonesia. Dan tanpa sengaja bertemu Sawala di Bandara. Tapi karena perbuatannya semalam sedikit menggoyahkan tekadnya.

''Kita pulang sekarang?''

Annas mengangguk tanpa ekspresi, dia jadi bimbang dengan hatinya. Hana yang berkali-kali menolak cintanya menghancurkan egonya sebagai lelaki.

''Mikirin apa?''

''Enggak ada. Kita pulang sekarang.''

Sawala mengiyakan, lalu menatap sosok yang baru menemaninya semalaman.

*****

'kadang cinta pertama seorang gadis sulit untuk dilupakan'

Tanjung berbaring di kasurnya masih menggunakan handuk yang melilit pinggangnya. Dia memejamkan mata untuk mengusir segala pikiran yang mengganggunya. Perkataan Hana yang hanya mengomentari sebuah film tak bisa hilang dari memori otaknya.

Ditambah kemarin saat hendak menjemput Hana seperti biasa untuk makan siang, dia mendapati Hana duduk dengan Annas. Sepertinya laki-laki itu belum menyerah. Cemburu? Tentu saja. Dia percaya pada Hana yang tak mungkin selingkuh dengan Annas atau lelaki manapun. Tetapi terkadang lelaki yang di tolak malah semakin mengejar.

Hana masuk ke dalam kamar dan lungsung ikut merebahkan diri di kasur, tanpa menyadari Tanjung yang masih bertelanjang dada. Tanjung langsung berguling menggulung dirinya dan Hana di dalam selimut seperti kepompong.

''Mas!''

Tanjung bergeming. Hana merengut dan berusaha merangkak ke luar dari selimut. Tapi Tanjung segera menariknya kembali. Dia menempelkan bibirnya cepat, Hana langsung memukul lengan suaminya.

Hana menyusuri jemari Tanjung yang menggunakan cincin pernikahan. Pelan dia mengelus rambut suaminya sebelum menjambaknya keras. Tatapan mata Tanjung yang mulai berkabut, dan Hana tau apa artinya itu. Dia segera meloloskan diri dan pergi menghindar kalau tak mau ketinggalan episode-episode tarakhir seorang pangeran yang dieksekusi mati oleh ayahnya.

*****

Mereka bergandengan tangan sepanjang jalan di Alun-Alun. Banyak pedagang makanan memenuhi trotoar jalan. Tanpa malu-malu Tanjung merangkul Hana. Dan Hana hanya tersenyum malu tapi hatinya teramat bahagia. Hana berharap kebahagiaannya akan berlangsung selamanya. Dia bersyukur Tuhan mengirimkan Tanjung sebagai jodohnya.

BRUKK ....

''Maaf,'' ucap Hana cepat pada orang yang ditabraknya.

''Hana.''

''Hai.'' Hana tersenyum biasa saja pada mantan pacarnya.

''Lagi ngapain?''

Tanjung mengeratkan rangkulannya dan mengecup kepala Hana, ''Pacaran tentu saja, menikmati malam minggu.''

Tanjung menatap Annas tajam dan siaga satu. Dia menarik Hana untuk segera pergi. Sementara Annas memandang kepergian mereka dengan tatapan terluka. Perasaan terburuk dari seseorang yang patah hati bukanlah menjadi sendiri, tetapi menjadi orang asing untuk seseorang yang pernah dicintai.

''Jangan dipikirkan, jauh lebih tampan aku kemana-mana.''

Hana mencubit perut suaminya gemas, yang dibalas dengan ciuman singkat di pipi dari Tanjung.

''Mas!'' Hana memukul dada Tanjung, lalu mereka tertawa bersama.

Kemesraan mereka bukan sandiwara, dan Tanjung tau kalau Annas masih memperhatikan mereka.

''Jadi kita mau makan apa? Dari tadi muter-muter mulu.'' Hana menggerutu kesal. Sebetulnya dia hanya ingin rebahan dan meluruskan badannya, menikmati malam minggu di rumah saja.

''Yah love, yang biasa jualan nasi goreng enggak buka?''

''Kan sebelahnya juga ada jualan nasi goreng.''

''Beda. Yang itu pakai kerupuk biasa, sebelahnya pakai kerupuk udang.''

Hana memutar bola matanya kesal.

*****

Tanjung duduk menatap selembar foto di tangannya dan meremasnya, lantas membuangnya kesal.

Dia melangkah menuju sofa di sudut ruangan. Meremas rambutnya dan mendesah sebal.

Sejam kemudian Tanjung kembali duduk di depan laptop dan mengerjakan kerjaannya setengah hati.

''Halo Ung!''

Tanjung menoleh ke arah suara yang mengganggu setengah konsentrasinya, ''Ada apa?''

''Ada aku.'' Ube, partner in crime Tanjung langsung merebahkan tubuhnya di sofa.

''Masih ingat pulang. Kirain udah dimakan sama ikan paus.''

Ube tak menjawab, lalu menyapukan pandangan kesekeliling ruangan Tanjung yang kali ini nampak lebih rapi dan hijau. Matanya bersiborok dengan selembar foto yang sudah lecek di bawah kakinya.

''Kamu kusut banget Ung, kurang dapat jatah dari Hana?'' Ube mengamati foto tersebut dan menunjukkannya ke arah Tanjung. Sementara Tanjung hanya mengankat bahunya.

Ube berjalan menghampiri Tanjung yang masih duduk diam.

''Ini kapan?''

Tanjung bukan tidak mendengar ucapan sahabatnya. Dia hanya sedang memikirkan bagaimana berterus terang pada Hana. Sebelum foto yang lain mungkin bisa saja orang itu kirimkan pada istrinya.

-------------------------------------------------------------------

12:55 pm
Gempas 080116

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro