08 · Konflik di Gili (1)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selama masa retretnya di Gili Ketapang, Gala kerap kali menemui turis domestik dengan dandanan sopan khas Jawa Timur; berkerudung, lengan panjang, celana training, atau berbaju kaos.

Pun penduduk di sekitar sini selalu berpakaian sopan, tidak ada bikini atau pakaian renang two-piece yang dikenakan berkeliaran. Gala memaklumi kenyataan ini. Toh ini di Probolinggo, bukan Bali.

Namun hari ini sepertinya ada yang beda. Entah dari mana datangnya, salah satu pengunjung pulau, wisatawan yang sepertinya sedang berlibur, adalah perempuan yang mengenakan sebuah baju overall bercelana pendek setengah paha, baju tanpa lengan berpotongan terbuka yang menunjukkan bahu polos, dan meloloskan pemandangan lengan-kaki polos nan jenjang.

Wanita berkulit putih alabaster itu mengenakan topi jerami pantai yang lebar, kacamata hitam, tas rotan dan sandal mahal, dan sedang asyik memfoto seekor kambing.

Buset, pikir Gala. Ni cewek dateng dari mana? Pamer bodi gitu, mana mulus lagi... ga takut masuk angin apa?

Gala menghela napas sambil menggelengkan kepala. Dipusatkannya perhatian pada sampah daun yang sedang disapunya, siap dibakar.

Gala berusaha menahan pikirannya agar tidak menjalar ke mana-mana. Mungkin ini efek setengah tahun tak bersentuhan dengan situs haram internet, tak pernah reuni dengan sabun, atau hal-hal rusak lain yang kerap dilakukan oleh laki-laki normal—yang jelas Gala tidak paham, kenapa sekarang dia bisa se-sensitif ini. Kini, matanya tak tahan untuk tidak sekali-kali mencuri pandang.

Ditilik dari potogan pakaian mini nan modis, tubuh mulus tanpa cela, ketek mulus (jangan tanya Gala tau dari mana), kacamata hitam yang terlihat glamor, juga ponsel dengan ikon apel digigit, Gala mulai menyimpulkan bahwa perempuan itu bukanlah turis domestik sembarangan. Pendeknya: horang kayah!

Gala menghela napas. Fokus Gal, fokus. Tugas lo sekarang tuh nyapu dan bakar sampah, bukan ngiler liatin tacik-tacik paha mulus.

Namun lama kelamaan, Gala semakin khawatir. Pasalnya, si cewek mulus crazy rich itu malah rebahan di atas handuk yang digelarnya. Hal yang paling mengkhawatirkan adalah gawai yang diletakkan cewek itu sembarangan. Gala dengar, iPhone keluaran terbaru harganya bisa mecapai belasan juta.

Oke fix, minimal kalo nggak di-grepe-grepe kambing, tuh cewek bakal dijambret sih, simpul Gala sambil memutar otak. Dia harus mencari cara agar turis lokal berbodi internasional itu hengkang dari sudut pulau yang sepi ini, dan kembali ke habitatnya.

Gala tersenyum seiring sebuah ide menyembul di kepalanya.

Tak sampai dua menit berselang ....

Srek, srek, srek, srek!

Cewek itu bangkit dan berjalan ke arah Gala, sebab dia sengaja menyapukan pasir-pasir yang dibantu angin pantai yang bertiup membawakan asap sampah ke arahnya, dan berhasil membuat acara mantai sang crazy rich paha mulus itu terganggu parah.

"Mas," panggil suara yang jelas sekali terdengar kesal.

Gala menulikan telinganya. Cuekin, cuekin, cuekin. Kalo gue noleh dan ngadep cewek itu dari deket, otak gue bakal makin rusuh sampe ntar malem. Skip!

Setelah berhasil memasang tembok pertahanan yang kukuh, Gala bisa mendengar suara cewek tadi terbatuk karena asap, lalu langkah kaki pergi yang dihentak-hentakkan. Gala menghela napas, lega.

Fokus melanjutkan agenda menyapu dan membakar sampah, Gala tidak menyadari bahwa si crazy rich yang berusaha 'diusir' olehnya tadi sedang berjalan melewati jalan setapak di depannya.

Gala menyapu terlalu kencang dan—srek, srek! Beberapa sampah daun, abu, dan tanah-pasir terbang mengenai kaki mulus polos yang sedang lewat.

Terdengar suara napas yang terkesiap, diikuti rentetan kalimat nyaring.

"HEH, Mas! Bisa liat ndak seh?? Picek tah matamu iku?!" Logatnya agak sedikit kental, medok aksen Jawa.

Walaupun sama sekali tak mengerti makna umpatan berbahasa daerah tersebut, namun dari situ Gala yakin sekali, cewek ini adalah seorang crazy rich Surabayan.

Gala menghentikan gerakannya. Anjrit, makinya dalam hati, masa gue harus berurusan sama cewek ini, sih? Males banget. Langsung pergi aja bisa gak sih lo, cik!

Tanpa yakin harus berbuat apa, Gala hanya bisa menatap lurus-lurus sosok cewek yang sedang berdiri menghadapinya, menantang, dengan dua tangan berkecak pinggang. Raut wajahnya tertutupi sunglasses hitam yang masih terpasang, namun dari kerucutan bibirnya Gala bisa tau, cewek ini sedang emosi parah.

"Apa liat-liat?! Bisa liat tah kamu? Kok ndak liat kalo nyapu mu itu nyebar ke mana-mana?!" cecar cewek itu dengan nada ketus.

Gala mengangkat satu alis. Ternyata selain crazy rich, cewek ini juga seorang crazy bitch. Bisa-bisanya dia bentak-bentak orang nggak dikenal, coba? Gala nggak habis pikir.

Nggak. Gala nggak bisa terima. Dia paling nggak suka sama orang yang semena-mena!

"Heh, Cik, udah jelas-jelas ini bukan tempat nongkrong! Napa malah duduk-duduk di sono? Emangnya situ yang liat ini tempat orang bakar sampah?? Buta ya? Gile aje, main nyalahin sembarangan! Situ tau kan kalo wisatawan gak boleh jalan jauh-jauh ke belakang pulau!"

Kalimat terakhir tentu saja adalah karangan indah mulut Hazuki Gala. Semua orang bebas mau ke mana saja di pulau ini. Gala hanya nggak suka kalau cewek ini berada di sini. Bikin ribet!

"Kamu ndak sadar udah bikin salah?!"

Lo nggak sadar kalo hampir digrepe-grepe kambing? balas Gala dalam hati.

"Kaki saya hampir kebakar gara-gara kamu nyapunya ngawur! Sadar ora?!" cerocos si crazy bitch, membuat emosi Gala kian tersulut.

"Terus gue harus minta maaf, gitu? Dih, ogah! Mending lo balik sono ke tempat asal lo. Bikin sumpek aja!"

"HEH, APA KAMU BILANG?! DASAR JANC—"

Gala bersumpah dia tau apa kata keramat yang hendak keluar dari bibir ranum si crazy rich-bitch itu, namun percekcokan mereka keburu terputus akibat kehadiran seorang pemuda cungkring, berkulit cokelat, dan berambut keriting yang memanggil-manggil, 'Ci, Ciwen, Cici Wendy'. Dari si cungkring keriting ini pula Gala menangkap kata-kata 'perahu', 'snorkeling' dan 'chef'.

Chef? pikir Gala. Jadi si crazy bitch—siapa tadi namanya, Cici Wendy?—ini kerjanya jadi koki? Eh, ngapain juga gue kepo. 

Seakan mendengar pikiran Gala, cici-cici dan si cungkring keriting pun berlalu dari hadapannya. Sedetik, Wendy si crazy rich-bitch itu menoleh ke arah Gala dengan ekspresi tak terjabarkan. Seperti mengumpat dalam hati.

Wendy melengos, sementara Gala yang berusaha cuek, lanjut menyelesaikan tugasnya bersama sampah.

Demikian, pertemuan singkat yang benar-benar absurd itu sukses membuat bayangan paha mulus Wendy berseliweran di dalam kepala Gala, bergantian dengan kalimat ketus yang menggema, 'Apa liat-liat?!'.

🍰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro