Dua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Yum, datang, dong, ke acara gue. Gak terima penolakan!"

Yumi mendesah berat. Sementara ponselnya dijepit di antara kepala dan bahu, tangannya terus bergerak memilin adonan kue. Sesekali ia melirik pekerja yang lain, mengisyaratkan untuk mengeluarkan kue dari oven.

"Gak bisa, Eri. Gue minta maaf yang sebesar-besarnya. Toko gue sibuk banget akhir-akhir ini, gak bisa ditinggal."

"Alesan!"

Yumi menghela napas lagi. Benar seperti yang Erika katakan, itu hanyalah alasannya. Sejak SMA hingga menduduki dunia universitas, Erika sangat paham tabiat Yumi yang suka beralasan dan juga keras kepala. Ia sebenarnya tidak ingin mengecewakan Erika, tetapi ada perasaan tak nyaman dalam dirinya.

"Ini acara tujuh bulanan bayi gue, Yum. Tega banget lo gak dateng. Tante durhaka lo!"

Erika mulai berdrama.

"Eri, gu—"

"Gue toleransi kalau setiap tahun lo gak ikut reuni. Tapi gue gak bisa toleransi kalau lo gak dateng ke acara gue. Nikahan gue lo absen, pas acara hamil tujuh bulanan gue juga lo absen, sekarang juga? Kapan lo bakal datang? Pas acara pemakaman gue?"

"Woi! Kuda nil! Jaga dikit ucapan lo. Gak segitunya juga, ya. Lo tahu alasan gue gak datang ke acara nikahan lo. Ayah masuk rumah sakit."

Helaan napas terdengar di seberang. Jujur, saat itu Yumi dilema. "Iya, gue tahu. Lo punya alasan untuk itu. Tapi gue yakin, kalau ayah lo gak masuk RS, lo juga bakal cari cara biar gak dateng. Dan, dari semua ketidakhadiran lo di acara reuni dan acara gue karena satu alasan. Itu De—"

"Stop! Jangan sebutin namanya. Devil atau Demon aja," interupsi Yumi dengan cepat.

"Oke. Devil. Karena dia, kan?" Yumi terdiam.

"Sadar gak lo? Kalau lo terus gini, bukannya makin memperjelas kalau lo masih sayang dia?"

Sayang? Yang benar saja. Yumi sangat membenci lelaki itu. Titik.

"Eri, gue ...."

"Apa? Lo mau bilang benci dia? Iya, tiap hari lo bilang benci dia. Gue tahu itu, tapi gue gak nyangka Lo sepengecut itu. Lo gak mau ketemu dia karena malas, muak, atau karena takut terjerat lagi? Gara-gara prinsip lo itu, lo melewatkan banyak hal. Asal lo tau aja, selama ini, acara reuni, nikahan gue, bahkan tujuh bulanan gue, dia gak pernah muncul sekalipun."

Yumi mengerutkan keningnya. Ia langsung membuka sarung tangannya dan membiarkan pekerjanya yang lain ambil alih. Sedikit antusias, ia membenarkan letak ponselnya.

"Devil gak pernah muncul?"

Speechless. Tiga tahun Yumi menghindar, tetapi akhirnya ia merugi? Kebodohan macam apa ini?

"Iya!" sahut Erika ketus.

"Kenapa?" Yumi berdeham sesaat, ia tidak mau tampak terlalu kepo. "Maksud gue, kenapa Devil gak muncul? Bahkan di acara nikahan lo? Bukannya Devil itu sobatnya suami lo, Alby?"

"Dia keluar negeri! Jadi, gak ada alasan lagi kalau lo gak ke acara gue! Jangan gara-gara dia kita putus hubungan, Yumi! Kalau lu gak datang, jangan harap dapat title sahabat gue lagi," ancam Erika.

"Oke, Bu Erika. Gue bakal datang."

Tut!

Erika sepertinya sedikit marah sehingga langsung memutuskan ponselnya. Wajar, sahabat macam apa dia hingga tidak hadir di acara sahabatnya sendiri? Yumi jadi kepikiran ucapan Erika. Sebenarnya kenapa ia menghindari Devil? Namun, ia menemukan jawaban yang pas. Itu muak.

Yumi terlalu muak melihat wajah Devil sehingga ia tidak memberi kesempatan mereka bertemu walau dengan cara tidak sengaja sekalipun. Baguslah jika Devil di luar negeri, jadi Yumi tidak perlu melihatnya lagi.

Sedikit menyesal, karena Devil, Yumi tidak bisa menjadi bridemaid untuk pernikahan Erika dan Alby. Jika dipikir-pikir, saat itu ia tidak sengaja mendengar bahwa Devil akan datang sehingga mencari cara agar tidak bertemu. Kebetulan ayahnya sakit, lebih tepatnya flu biasa. Ia tidak menyesal menjaga ayahnya, tetapi menyesal harus melewatkan kesempatan menjadi bridemaid.

***

Yumi mengakui bahwa Erika beruntung menikahi Alby. Sejak masa kuliahan, Alby memang pekerja keras. Sempat-sempatnya di saat orang lain memusingkan skripsi, ia berhasil mendapatkan pekerjaan tetap. Setelah lulus, langsung melamar Erika. Tiga tahun setelahnya, mereka kini punya bayi yang lucu.

Namanya Aro. Anak Alby dan Erika. Yumi pernah bertemu dengannya, di awal kelahiran. Walau Yumi tidak datang ke acara Erika, bukan berarti hubungannya dan Erika juga menjauh. Ia dan Erika sering bertemu, bahkan Alby juga paham bagaimana persahabatan mereka. Namun, ketika acara yang melibatkan undangan orang-orang terdekat, Yumi absen. Alby dan Devil bersahabat, pasti mengundangnya di setiap acara. Jadi, Yumi melewatkannya.

Namun, hari ini pengecualian. Yumi akhirnya bisa datang ke acara tujuh bulanan bayi Erika. Karena ini pertama kalinya, ia merasa gugup. Ia yakin, beberapa di antara tamu undangan ada teman-teman mereka. Sudah lama tidak bertemu, mereka pasti kaget dengan keadaan Yumi sekarang. Gemuk dan tidak cantik. Jika dipikir-pikir dari dulu takada bedanya, hanya tubuhnya saja yang melebar.

Erika harus membayar ini semua. Ia kesulitan mencari baju yang cocok. Namun, pada akhirnya, pilihannya jatuh pada kebaya milik ibunya yang syukur seukuran dengan tubuhnya. Namun, apa-apaan ini? Yumi menjadi pusat perhatian karena setelannya ndeso? Dandanan hari ini juga diatur sedemikian rupa oleh Mbok Yul. Sial, kenapa ia tidak ke salon saja?

Kaki Yumi gemetaran, masih tidak berani melangkah ke halaman belakang rumah Erika, tempat acara berlangsung. Melihat tatapan orang-orang di sekitar, Yumi merasa ragu. Mungkin sebaiknya ia pulang saja. Lagipula, Erika juga tidak mengangkat teleponnya sedari tadi. Nanti, ia akan menyediakan alasan paling logis dan meminta maaf. Dengan begitu, urusan beres.

Menetapkan hati, Yumi membalikkan tubuhnya. Namun, ia tidak menyangka bahwa sepatu high heels-nya akan berulah dengan patah. Mau tidak mau, ia terhuyung ke belakang.

Tiba-tiba seseorang menahan pinggangnya dan karena ketidakseimbangan, tubuh Yumi terhuyung ke depan dan ... bruk! Ia menimpa seseorang.

"Argh!"

Yumi kaget dan membuka mata yang tadinya ia pejamkan dengan refleks. Dipandanginya orang yang berada di bawah tubuhnya, seorang lelaki yang sedang mengerang itu adalah Devil!

Kenapa dia ada di sini? Takdir macam apa ini? Yumi begitu marah melihat wajahnya. Ia tidak berharap lelaki itu akan muncul dan menolongnya. Ini bukan keberuntungan, tetapi kesialan.

"Bangsat!" ucap Yumi pelan dan mencoba bangun. Ia menekan dada Devil sebagai tumpuannya untuk bangun, tetapi hal itu membuat Devil kembali menjerit.

"Mbak! Mbak! Jangan dibunuh masnya!"

Yumi mendelik. Membunuh? Yang benar saja! Ia hanya mencoba untuk bangun.

"Akh! Tubuh kamu ... berat!"

Sialan! Di pertemuan pertama, lelaki itu sudah menghina tubuhnya. Ia akan balas dendam.

"Oh, gitu? Mampus!"

Yumi menekan dada lelaki itu, terdengar lagi suara erangan. Hingga akhirnya, beberapa tamu undangan tadi membantu Yumi untuk berdiri.

"Terima kasih," ucap Devil dengan raut wajah yang Yumi pikir adalah bentuk tipuan. Hingga tamu undangan tadi kembali dan meninggalkan mereka berdua, Yumi memberi aura permusuhan.

"Yumi!"

Yumi menoleh dan mendapati Erika berlari ke arahnya dengan raut wajah khawatir. Alby juga turut mengejar istrinya. Saat ini, Yumi menepuk bajunya yang kotor, sesekali melirik dengan sinis pada Devil yang berhasil bangun

"Kalian gak apa-apa?" tanya Erika.

"Saya oke. Tapi Ami ... mungkin enggak," ucapnya pelan. Seketika Yumi mendelik. Ami? Panggilan itu sangat sensitif baginya, ia membenci nama panggilan itu.

"Ami? Siapa yang kamu panggil Ami? Kamu ngajak gelud? Sini!"

Yumi menarik kedua lengan bajunya ke atas dan berencana untuk menyerang Devil, tetapi Erika menahannya. Di saat Yumi menatap Devil dengan aura permusuhan, sebaliknya Devil tampak tenang, sedikit beraura dingin.

"Saya baru tahu kalau kamu berubah setelah kita berpisah beberapa tahun menjadi makhluk primitif."

Kepala Yumi terasa berasap, ia begitu dongkol. Apa-apaan dengan ucapannya itu? Makhluk primitif? Devil benar-benar memancing keributan.  

"Yum, tenang. Tolong, ini acara anak gue. Banyak tetua dan temen-temen lain. Lebih baik kita ke sana aja."

Yumi hanya bisa mengepalkan tangannya. Ia sadar, tidak baik membuat keributan di acara orang lain. Daripada ia membakar sekitarnya, lebih baik ia pulang.

Yumi memandang Erika dengan sedikit tajam. Sahabatnya tampak sedikit bersalah. Jadi benar, Erika membohonginya. Ia berkata Devil masih di luar negeri, tetapi apa yang ia lihat hari ini berbeda dari mulut manisnya.

"Gue kira lo perlu nyiapin alasan untuk ini. Selamat buat acaranya dan ini buat Aro."

Yumi memberikan hadiahnya, membuat Erika merasa bersalah. Ia tahu, Yumi pasti sangat marah dan ingin pulang. Jadi ia menahan lengannya.

"Yum, duduk bentar aja, ya? Lo bisa makan dulu, gue janji bakal jelasin. Aro juga mau ketemu ontinya. Oke?" bujuk Erika memelas. Sayang, Yumi tidak berpengaruh sehingga ia menurunkan tangan Erika.

"Mood gue ancur. Sorry."

Yumi segera pergi. Akan tetapi, begitu menyadari hak sepatunya patah, ia membuka kedua sepatunya dan menjinjingnya. 

"Saya baru tahu bahwa kamu egois."

Langkah Yumi terhenti. Ia mencengkram kuat tas dan kedua sepatunya.

"Aku juga baru tahu kalau kamu gak tau cara berterima kasih pada orang yang nolongin kamu."

Telinga Yumi terbakar. Ia benar-benar marah. Namun, sebaliknya lelaki itu tersenyum tipis.

"Padahal tubuh saya kesakitan karena kamu. Ternyata, kamu masih sama."

Body shamming?

Yumi tidak tahan lagi. Ia melempar tas dan sepatunya ke tanah dan berjalan cepat ke arah Devil. Segera ia mencengkeram kerah baju Devil dan menatapnya tajam. Sementara itu, Alby dan Erika kaget. Tak hanya itu, mereka mulai jadi pusat perhatian.

"Devil! Jaga ucapan kamu! Aku berubah atau enggak, itu bukan urusan kamu. Kamu gak berhak buat komentari tubuh aku. Aku yang punya tubuh ini dan itu gak akan rugiin kamu, 'kan?"

Devil memegang tangan Yumi, tetapi tidak berniat melepas cengkeraman wanita di depannya. Yumi tahu, harusnya ia tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu. Contohnya seperti apa yang ia lakukan saat ini, sangat menganggu hatinya sendiri.

"Kamu milik saya, ingat? Saya gak merasa rugi karena tubuh kamu makin sexy. Perubahan kamu, bikin saya makin suka. Tapi sikap kamu, sedikit kurang baik."

"Aku bukan milik kamu, Devil!"

"Dezafran Aufa. Itu nama saya kalau kamu lupa. Tapi kamu gak mungkin lupa, 'kan?"

"Deza! Kam—"

Devil alias Deza dengan cepat menyumpal mulut Yumi dengan macaron hijau yang diambilnya dari piring milik seorang tamu yang lewat. Hal yang dilakukannya itu sangat menyebalkan, tetapi Yumi tidak bisa menyalahkan macaron yang enak itu. Terpaksa ia mengunyah dan menelannya, setidaknya tak sia-sia datang ke acara Erika.

Deza tertawa dengan tingkah lucu Yumi.  Alih-alih melemparkan sepatu ke kepala Deza seperti yang ada di pikirannya, Yumi memilih segera pergi. Namun, tiba-tiba suara Deza menginterupsi.

"Makanan di meja sebelah sana enak-enak loh. Kamu gak mau coba?"

Yumi menoleh pada meja yang dilengkapi dengan berbagai jenis makanan pencuci mulut yang menggugah selera. Ia menggerutu di dalam hati dan memandang Deza dengan tatapan tak bersahabat.

"Oke. Sekali ini aja."

###
Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro