Couple - Season 2 |Perasaan Yang Tersembunyi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wajah ceria Kihyun yang sejak siang tadi menghias di paras tampannya menghilag seketika, tepat ketika tubuhnya berada di depan pintu kediaman Minyeon. Kalau ditanya apa penyebabnya? Sosok Jongsuklah yang menjadi sebab pria Yoo itu kehilangan senyum cerianya.

"Hai sudah pulang?" Tak sadar kalau Kihyun merasa tak suka dengan keberadaannya, Jongsuk justru menyapa ramah pria yang lebih muda darinya tersebut.

Kihyun akan menjawab, bahkan bibirnya sudah terbuka untuk memgeluarkan sederetan kata sarkas seperti "untuk apa tanya2?" atau "Siapa kau bertanya kepadaku?" namun kalimat itu gagal terlontar manakala suara Mingi menyahut dari belakang tubuhnya.

"Sedang apa kau disini?" Nada suara Mingi terdengar begitu ketus dan dingin, membuat Kihyun menarik senyum samar di wajahnya.

Itu nada suara yang tepat, persis seperti yang Kihyun ingin pakai untuk mencecar Jongsuk tadi. Yah, sejak dulu kemampuan Mingi untuk mengusir orang2 yang tidak disukai oleh Kihyun memang tak pernah mengecewakan.

"Tadinya aku kesini mau menjengukmu, tapi gagal karena sialan ini tak bilang kalau kalian pergi berlibur" Sepertinya Jongsuk kurang peka untuk menangkap rasa tak suka yang Mingi layangkan padanya. Atau memang lelaki itu memang tidak peka.

"Aku baik2 saja, kau tak perlu repot2 menjengukku" Balas Mingi "Minggir, aku mau masuk" Tambahnya lantas menerobos masuk dengan kasar bahkan tanpa menunggu Jongsuk membalas ucapannya.

Jongsuk pun dibuat melongo keheranan dan hal itu tentu saja tidak lepas dari penglihatan Kihyun.

"Pacarmu kenapa?" Tanya Jongsuk pada Woobin yang masih setia berdiri di luar rumah.

Ada Minhyuk yang tersenyum ramah di belakangnya, namun sahabat Kihyun itu tak mengatakan apa2 selain menundukkan kepalanya sesaat sebagai gestur menyapa.

"Mungkin dia sedikit kelelahan" Jawab Woobin seadanya.

Jongsuk ber"O" panjang tanpa suara dan itu justru membuat Kihyun berdecih pelan.

"Aish, bagaimana bisa pria seperti ini menjadi kekasih Minyeon noona" Batin Kihyun.

"Ayo masuk, tadi aku memasak ramyeon di dalam" Ajak Jongsuk kemudian

Lagi2 Kihyun berdecih pelan karena merasa sebal dengan sikap Jongsuk. Memangnya siapa pria ini? Berani2nya mempersilahkan kami masuk? Apa dia pikir ini kediamannya? Begitu kira2 suara hati Kihyun saat ini.

"Ne" Woobin hanya menjawab singkat kemudian menatap Kihyun dan juga Minhyuk "Ayo" Ajaknya pada kedua pria muda tersebut.

Minhyuk mengangguk antusias, kemudian mendahului Woobin dan Kihyun memasuki kediaman Minyeon. Sedangkan Kihyun dengan langkah malas berjalan paling belakang. Rasa kesalnya benar2 menggunung di hatinya dan itu membuat Kihyun tidak bisa untuk tidak menggerutu pelan sambil membuka sepatunya.

"Kenapa kau merapal mantera disana?" Suara Minyeon menyentak Kihyun seketika.

Fokusnya yang semula tertuju pasa sepatu yang baru saja ia letakkan di rak, beralih pada sosok Minyeon yang sudah berdiri tepat di hadapannya. Senyum ramah tergambar di wajah Minyeon, bersama tangannya yang ia lipat dadanya.

"Apa kau kesal karena Woobin menyuruhmu membawa box besar itu?" Berniat bercanda, Minyeon menunjuk box besar yang ada di sisi Kihyun dengan ujung dagunya.

Kihyun menoleh, lantas menggeleng pelan "Anniya" Sanggah pria itu cepat "Kenapa aku kesal hanya karena disuruh membawa ini?" Tambahnya kemudian dengan mimik wajah yang terlihat lucu di mata Minyeon.

"Ya tidak tahu, mungkin saja karena box itu terlalu berat untukmu"

"Tidak, box ini tidak berat"

"Benarkah?"

"Iya benar"

Minyeon mengulum senyumnya, wanita itu senang bisa menggoda Kihyun seperti saat ini.

"Kalau begitu aku tak perlu membantumu membawa box itu bukan?" Tanya Minyeon pada Kihyun.

"Tidak, tidak usah. Aku bisa membawanya sendiri"

Bangkit dari duduknya, Kihyun mengangkat box itu dengan mudah. Minyeon pun mengacungka dua jempol untuk pria itu, sembari melayangkan tatapan bangga.

"Apa isi box itu?" Tanya Minyeon sembari berjalan disisi Kihyun.

"Ikan segar" Jawab Kihyun.

"Kalian memancing?"

"Tidak, Woobin hyung membeli ini dari nelayan disana"

Minyeon mengangguk paham sedangkan Kihyun tersenyum senang.

"Apa yang akan kita buat dengan ikan itu?" Untuk kesekian kalinya Minyeon bertanya pada Kihyun.

"Aku bisa memasak shasimi untuk noonim, apa noonim mau?"

"TIDAK! AKU TIDAK MAU!" Itu bukan Minyeon, melainkan Mingi yang berujar dengan nada suara tinggi dari arah ruang makan.

Saling berpandangan sejenak, Kihyun dan Minyeon pun memutuskan melangkah cepat memasuki ruang makan.

"Baiklah aku mengerti jika kau tak mau" Sosok Woobin yang tengah membujuk Mingi adalah hal pertama yang mereka dapati, tepat sesaat setelah mereka tiba.

"Lalu kau mau apa?" Masih dengan nada tenang yang sama Woobin kembali berujar.

"Tak ada yang kuinginkan, sebaiknya kau pulang saja" Usir Mingi.

Woobin diam sesaat, sebelum akhirnya menarik seulas senyum tipis di wajahnya. Pria itu memandang Minyeon sesaat dan mendapati raut bersalah dari wajah kakak sang kekasih. Memejamkan matanya sebentar sebagai isyarat kalau dia tak mempermasalah sikap Mingi, Woobin pun bangkit dari duduknya yang semula berhadapan dengan kekasihnya.

"Baiklah aku akan pulang" Tukas Woobin tanpa nada keberatan sekalipun

"Nanti malam aku akan menelponmu" Sambungnya lagi kemudian meraih jaket yang ia sampirkan di punggung kursi.

Dengan langkah pelan Woobin mendekati Minhyuk dan Kihyun "Kalian mau ikut pulang bersama hyung?" Tanyanya.

"Ne, aku ikut pulang saja hyung" Jawab Minhyuk

"Bagaimana denganmu Ki?" Tanya Woobin.

"Aku juga ikut hyung saja" Jawab Kihyun

Meski sebenarnya Kihyun tak ingin pulang, tapi dia juga tak mungkin tinggal. Karena Kihyun sangat yakin saat ini Mingi tak ingin ada seorangpun –kecuali dirinya dan Minyeon tentunya- ada di kediaman sederhananya. Kihyun sendiri maklum, sebab dia juga merasakan kesal yang Mingi rasakan saat ini.

"Kalau begitu ayo pulang" Ajak Woobin pada Kihyun dan Minhyuk

*

"Ada apa dengan Mingi? Kenapa dia bersikap begitu ketus hanya karena kau bertanya mau makan ramyeon atau tidak?" Jongsuk bertanya pada Woobin yang baru keluar dari kamar mandi.

Ya, pria Lee itu ikut serta bersama Woobin tadi. Terlalu kaku –menurutnya- jika dia harus berada disana seorang diri, terlebih saat ketiga pria yang baru saja datang memilih untuk pulang. Tapi karena merasa tidak puas dan masih ingin tahu tentang apa yang terjadi, Jongsuk pun memilih pulang ke apartement Woobin. Dia berniat melakukan sedikit introgasi pada sahabat baiknya tersebut.

"Mingi sedang kedatangan tamu bulanannya, jadi wajar dia seperti itu" Balas Woobin menjawab asal.

"Benarkah?" Woobin hanya mengangguk, kemudian mengeluarkan sekaleng bir dari dalam kulkas.

Dia tak berniat mabuk, karena Woobin tetap menjaga janjinya untuk menelpon Mingi malam nanti. Tapi pikirannya sangat kacau sekarang, jadi pria Kim itu mengambil sekaleng bir untuk pereda kekalutannya.

"Apa Mingi selalu seperti itu saat priodenya datang?" Jongsuk kembali bertanya pada Woobin

"Tidak selalu, hanya jika sesuatu terjadi diluar ekspektasinya saja" Jawab Woobin.

"Itu sedikit menakutkan, bagaimana kau bisa bertahan bersamanya sampai sekarang?"

"Tentu saja bisa, kan aku mencintainya" Balas Woobin setengah sewot.

Merasa nada suara Woobin mulai berubah, Jongsuk buru2 menambahkan "Ya benar, cinta memang bisa membuatmu menahan apapun"

Sejenak ruangan tersebut sunyi, karena dua sahabat itu memilih diam dengan pikiran mereka masing2.

"Andai Minyeon sedikit seperti Mingi" Tiba2 saja Jongsuk berujar membuat Woobin menoleh kepadanya.

"Apa maksudmu?" Tanya Woobin.

"Senang terlihat senang, sedih terlihat sedih, kesal terlihat kesal dan marah terlihat marah. Bukankah lebih mudah jika dia bersikap seperti itu?" Jawab Jongsuk.

"Kau mau bilang kalau sulit membaca isi hati Minyeon karena dia jarang menunjukan perasaan lewat ekspresi wajahnya?" Woobin mencoba mengutarakan maksud tersirat kata2 yang baru saja Jongsuk lontarkan padanya.

Sang sahabat hanya mengangguk sambil menyandarkan tubuhnya di sofa yang ia duduki. Matanya menatap langit2 apartement Woobin, memandang kosong sambil memikirkan sikap Minyeon hari ini.

"Jika dia menunjukan perasaannya seperti Mingi menunjukan perasaannya apa yang akan kau lakukan?" Tanya Woobin.

Tak menduga akan mendapati pertanyaan seperti itu, Jongsuk hanya menoleh sambil mengernyitkan dahinya bingung.

"Akan ada banyak tuntutan yang akan kau dapati setiap dia merasa tidak puas, apa kau siap dengan semua itu?" Lagi Woobin menambahkan seolah tak perduli dengan jawaban dari pertanyaan pertamanya.

Jongsuk bergeming tak bisa melontarkan satu katapun. Kepalanya tiba2 terasa kosong, dia bahkan tak memiliki meski hanya satu jawabn saja. Jangankan untuk pertanyaan kedua, pertanyaan pertama saja dia tak tahu harus menjawab apa.

"Terkadang manusia memang begitu" Sekali lagi Woobin berujar "Selalu memakai kata andai untuk ketidak mampuannya. Andai saja ini, andai saja itu..."

Woobin sengaja menjeda kalimatnya demi menatap reaksi yang ditunjukan Jongsuk. Tapi tak ada reaksi apapun, pria Lee sahabatnya itu hanya melongo seperti orang idiot.

"Coba atasi ketidak mampuanmu, jangan hanya berandai2. Jika hidup hanya untuk berandai2, kenapa tidak sekalian berandai2 kalau besok kau mati. Dengan begitu, setidaknya kau bisa lebih dekat dengan Tuhan"

"Ya! Apa kau juga sedang datang bulan?" Mencoba bercanda Jongsuk berujar sambil terkekeh pelan.

"Iya, aku juga sedang datang bulan"

Setelah mengatakan itu Woobin bangkit dari duduknya"Karena itu sebaiknya pulang saja sana, aku mulai muak melihat wajah bodohmu"

Woobinpun berlalu kemudian, meninggalkan Jongsuk yang terlihat kaget karena jawaban spontan sang sahabat.

"Dasar pria gila" Rutuk Jongsuk setelahnya.

*

Minyeon tengah tercenung di atas ranjangnya sembari menikmati lagu ballad favoritnya, ketika sebuah panggilan menginstrupsi kegiatannya. Perlahan Minyeon bangkit, kemudian mematikan audio musik di dekatnya. Nama Kihyun tertera, membuat senyum terpatri di wajahnya.

"Sesuai janji, aku menelpon noonim malam ini" Ujar Kihyun, bahkan tanpa menunggu Minyeon berujar apapun.

Minyeon mengernyitkan alisnya bingung "Seingatku kau tak berjanji apapun padaku tadi"

Suara tawa Kihyun terdengar dari seberang, yang membuat Minyeon semakin tersenyum lebar karenanya.

"Tidak, aku memang sudah berjanji untuk menelpon noonim malam ini..." Jeda sejenak "...aku berjanji pada diriku sendiri" Tambahnya lagi.

Kali ini gantian Minyeon yang tertawa pelan, mendengar jawaban Kihyun yang dirasanya cukup aneh.

"Bagaimana Mingi noona? Apa dia masih marah?"

"Tidak, Dia sudah tidak marah lagi"

"Syukurlah, aku sedikit kasihan pada Woobin hyung tadi"

"Mereka memang sudah terbiasa seperti itu. Terkadang bahkan Woobin yang justru bersikap seperti itu pada Mingi"

"Benarkah? Woobin hyung? Merajuk? Seperti yang Mingi noona lakukan?" Kihyun berujar tak percaya, membuat Minyeon mati2an menahan tawa.

Tentu saja maksud Minyeon bukan merajuk seperti yang Mingi lakukan. Tapi setidaknya Minyeon memang pernah melihat, begitu kekanak2an seorang Kim Woobin saat dia sedang cemburu pada Mingi. Terlebih bila melihat kedekatan sang adik dengan sahabat baiknya, Moon Junyoung.

"Kau menelpon noonim bukan hanya karena ingin menanyakan Mingi bukan?" Mengalihkan pembicaraan mereka tentang Woobin dan Mingi, Minyeon bertanya pada Kihyun.

"Wuaaah, memang tak ada yang bisa kusembunyikan dari noonim sepertinya" Balas Kihyun takjub.

Minyeon tersenyum, meski dia tahu Kihyun takkan bisa melihat senyumnya tersebut.

"Noonim...apa noonim baik2 saja?" Tiba2 saja Kihyun melontarkan pertanyaan itu, membuat Minyeon langsung terkesiap.

"Mwoya? Kenapa tiba2 bertanya seperti itu?" Balas Minyeon sebisa mungkin terdengar tenang.

Senyap di seberang, Kihyun sama sekali tak memberi respon atas pertanyaan yang Minyeon lontarkan.

"Ki"

"Aku tak jadi membuatkan noonim shasimi tadi. Kurasa saat ini noonim pasti sedang kesal karena itu"

Minyeon tahu bukan itu yang Kihyun maksud, namun meski demikian wanita Heo tersebut tetap merespon kata2 Kihyun dengan derai tawa. Ia tak mau Kihyun sadar kalau dirinya mengetahui kebohongan yang berusaha pria manis itu sembunyikan darinya.

"Iya, tadinya aku merasa sedih karena tak jadi mencicipi shasimi buatanmu. Tapi mau bagaimana lagi? Kau tak mungkin tetap tinggal dan memasak untukku bukan"

Kihyun tertawa "Lain kali aku pasti akan membuatnya untuk noonim" Janji Kihyun yang terdengar seperti sumpah di telinga Minyeon.

"Aku sangat menanti itu" Balas Minyeon kemudian.

Kembali senyap di ujung telepon dan kali ini Minyeon sengaja tak mengatakan apapun untuk menghilangkan sepi diantara mereka.

"Noonim, apa noonim masih ingat dengan lagu yang sering kunyanyikan dulu" Kihyun yang lebih dulu berinisiatif buka suara.

"Lagu yang berjudul "In Time"?" Minyeon memastikan

"Ne, lagu itu"

"Tentu saja aku ingat, aku suka mendengar kau menyanyikannya. Apalagi saat kau bernyanyi sambil memainkan gitar" Ungkap Minyeon semangat.

"Kalau begitu, apa noonim ingin mendengarkanku menyanyikan lagu itu lagi?"

Minyeon tersenyum antusias "Tentu, kalau kau tak keberatan"

"Eeey, tentu saja aku tak keberatan" Balas Kihyun cepat "Sebentar ya aku ambil gitarku dulu"

Minyeon mengangguk seolah2 Kihyun tengah berada di hadapannya. Dia sempat mendengar Kihyun mengumpat pada Minhyuk, entah apa yang terjadi. Tapi hal itu berhasil membuat Minyeon terkekeh geli.

"Noonim, kau masih disana?" Setelah beberapa detik berlalu, Kihyun kembali berujar pada Minyeon.

"Eoh, aku masih disini" Jawab Minyeon

"Baiklah aku akan mulai bernyanyi" Tukas Kihyun lagi.

Tanpa menunggu jawaban dari Minyeon, Kihyun terdengar sudah memainkan gitarnya. Melodi manispun langsung menyapa telinga Minyeon setelahnya. Yang disambung oleh suara merdu milik Yoo Kihyun. Minyeon juga ikut bersenandung kecil bersama Kihyun, membuat si pemuda bersurai orange terang tersebut, tersenyum bangga dari seberang telepon sana.

To Be Continue....

Battle story with Haebaragi13
Cek profilnya dan temukan cerita Moon and sun disana
Terimakasih sudah mampir dan sampai ketemu di part selanjutnya

Salam dari penulis : Porumtal
Langsa, 1 Januari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro