01 |

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seringkali masalah datang tanpa diundang, namun terkadang kita sendirilah yang mengundang masalah itu untuk datang bahkan tanpa undangan.

...

Luna tergesa-gesa memasukan alat-alat tulisnya yang berserakan di mejanya. Beberapa menit lalu, ia mendapat panggilan dari ibunya yang menyuruhnya pulang karena hari sudah mulai malam. Salahkan saja dirinya yang terlalu asik mengerjakan tugas bersama Bunga yang diselingi obrolan khas anak remaja. Membicarakan ini-itu, gosip terbaru, dan segala macam masalah yang mendera mereka.

Namanya juga sahabat, tempat berkeluh kesah tentang berbagai kehidupan. Apalagi punya sahabat seperti Bunga itu menyenangkan, selain sama-sama anggota OSIS, Bunga juga memiliki otak yang cukup encer. Wajar saja bila kini Luna meminta bantuan untuk diajarkan matematika untuk besok ulangan harian.

Luna mengangkat tasnya untuk dicangklongkan kepunggungnya, namun isi tasnya malah berhamburan keluar, terlempar dan tergeletak di lantai. Mereka seakan loncat dari dalam tasnya. "Resletingin yang bener, dong!"

Luna mengerucutkan bibirnya, kesal. "Tadi udah bener, kok." Luna memeriksa tasnya lagi. Mencoba untuk menutup tasnya dengan resleting. Baru setengah jalan. Malah macet. Relnya ternyata ngadat. Harus pake pelumas. "Bawa minyak-minyakan gitu, nggak?"

"Adanya minyak wangi." Luna nendengkus mendengarnya. minyak wangi kan isinya bukan minyak. Mana bisa dipakai buat melumasi rel resleting.

"Yaudah, deh, aku benerin di rumah aja." Luna menunduk, memunguti alat tulisnya yang berjatuhan. Dan memasukannya kembali ke dalam tas dengan perasaan kesal. "Biasa aja, dong masukinnya."

"Kamu, sih."

"Kok, aku?" Dahi Bunga terlipat tujuh.

"Nggak ngasih tau resletingnya cekah." Bunga menggaruk tengkuknya yang ada dibalik rambut panjangnya. Kenapa dirinya yang jadi disalahkan?

"Aku juga nggak tahu bakal kayak gitu." Bunga sebenernya nggak suka disalahkan, apalagi ini tidak ada campur tangan dirinya. Kebetulan ia tadi sedang sibuk sendiri dengan ponselnya, karena itu bukan salahnya.

Bunga melirik jam tangan biru dongker yang melingkar di tangan kanannya. Sudah hampir lima menit, dan Luna belum juga beranjak dari tempatnya.

"Katanya mau pulang, kok masih disini?" Luna tersadar dan reflek menengok jam tangan yang sama persis dengan milik Bunga, bedanya milik Luna melingkar di tangan kirinya.

"Astaghfirullah, kamu nggak ngingetin, sih. Yaudah aku duluan. Bye." Luna berlari keluar ruangan kelas sambil memeluk tasnya. Bunga menggeleng maklum melihat punggung Luna yang perlahan menghilang dibalik pintu.

Pukul lima, harusnya Luna sudah sampai di rumah. Karena bel terakhir berdenting jam segitu. Tetapi, ulangan harian esok hari menghambat waktu pulangnya.

Harusnya, lima soal latihan yang diberikan Bunga bisa ia kerjakan selama dua puluh menit. Tetapi karena mereka bersahabat sangat dekat, sangat sulit mengatur suasana yang serius. Bahkan Luna kadang terlalu keasikan bergosip ria dengan Bunga dan melupakan tujuan awal.

SMA Langit Biru, hari itu sudah sepi. Hanya beberapa terdengar suara di beberapa ruangan. Mungkin itu anak Taekwondo yang sedang latihan menendang sambil berteriak.

Berlari dengan terburu-buru membuat orang tidak fokus. Begitupun Luna, ia tidak sadar ada seseorang yang baru saja keluar dari ruang guru. Dan bencanapun terjadi.

Luna baru sadar ada orang lain, dan orang itupun sadar ada Luna yang berlari dari arah berlawanan dengannya. Luna mengerem laju larinya dan orang itupun menghindar. Namun naas, keseimbangan Luna goyah dan akhirnya ia terjatuh.

Bruk.

Kini luna tengkurap di lantai. Rambut sebahunya tersibak, menutupi wajahnya bahkan menyentuh lantai. Kondisi Luna sangat mengenaskan, ditambah dengan isi tasnya yang terburai keluar. Membuatnya terlihat memalukan jika saja masih banyak orang di sekitarnya. untungnya sudah tidak ada siapa-siapa. Karena bel sekolah sudah satu jam lalu berdentang.

Orang yang hampir ditabrak Luna dengan cepat sadar akan situasi. Ia membantu Luna berdiri dan memunguti tasnya kembali. "Kamu nggak kenapa-kenapa?"

"Nggak pa-pa kayaknya, Cuma kaget aja." Luna meringis setelah menyelesaikan kalimatnya. Dagunya tiba-tiba berdenyut nyeri. Ah, ini efek dari jatuh barusan. Luna tak sadar dagunya membentur lantai.

"Kamu, sih, dateng tiiba-tiba." Mulut Rista menganga mendengarnya. Apa-apaan itu? mengapa terdengar seperti dirinya yang salah. "Lho, kamu juga salah. Malah lari-larian. Kurang kerjaan banget. Kamu pikir ini jalan pribadi, hah?" Luna terlonjak kaget mendengar nada suara Rista yang meninggi.

"Ih, kok, malah marah?" Luna terbawa suasana, dan mengikuti gaya bicara Rista. Rista berkacak pinggang setelahnya. bibirnya mengerucut tipis, sebelum memuntahkan amarahnya. "Kamu yang salah, kok, malah nyalahin aku?" Luna mendongkak, perbedaan tinggi badan membuatnya terintimidasi. Mata Rista yang bulat, menambah kesan seram dalam diri Rista. Luna bergidik.

Ia menggigit bibir bagian dalamnya, sadar situasi semakin kacau. "Ish, nggak gitu maksudku."

"Terus?" Jawaban Rista yang jutek, membuat Luna menjadi kesal.

"Nggak jadi." Rista mengernyit ketika mendengar suara Luna. Rista mengatupkan mulutnya lagi, kesal. Luna ini memang hobi sekali mengikuti gaya bicara orang lain. "Yaudah aku minta maaf."

Tatapan Rista menyelidik, "Kalau nggak sungguh-sunnguh, mending nggak usah minta maaf." Luna mulai lelah dengan pembicaraan ini, ia menengok ke tangan kirinya lagi. Sial, tragedi ini memakan waktunya 10 menit.

"Ntar lagi, deh, Ta. Aku buru-buru mau pulang. Keburu angkotnya nggak ada. Bye." Luna dengan cepat memelesat dengan memeluk tasnya kembali, meninggalkan Rista yang mencak-mencak kesal. "Ih, itu orang kenapa, sih?"

Luna tak peduli, Rista dibelakang sana marah-marah atau guling-guling sekalian. Yang ia pedulikan, hanyalah bagaimana ia bisa sampai di rumah? Sedangkan uang sakunya hanya lima ribu rupiah. Dan angkotpun belum kunjung tiba. Mustahil ia harus berjalan kaki. Mengingat jarak rumahnya yang lumayan melelahkan jika menempuhnya tanpa kendaraan. Lagipula, hari sudah mulai gelap.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro