5 |

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mengendap-endap dan mengikuti orang lain itu tidak baik. Selain karena tidak sopan dan mencurigakan, tindakan seperti itu beresiko tertangkap basah.

Basah sebasah-basahnya hingga rasanya kamu ingin menenggelamkan diri ke dalam telaga tak berdasar. Malu, tentu saja. Apalagi jika korban yang dimata-matai bukan orang biasa, nyawamu bisa menjadi taruhan.

Putri Aluna tahu semua risikonya. tetapi ia tetap melakuaknnya. Salahkan saja ide gila Bunga tadi pagi. Serta perasaan bersalah Luna yang membuncah. Tanpa rasa bersalah dan rasa tanggungjawab, Luna takkan mau melakukan hal-hal nekat.

Bel terakhir belum berdentang, tetapi Luna sudah berada di toilet. Izin mencuci muka karena dikira terrtidur di saat mata pelajaran berlangsung. Itu hanya akting, ide Bunga juga.

Bunga memberitahu, Surya akan keluar dari ruang penyimpanan saat lima belas menit sebelum pelajaran berakhir. itu artinya ruangan tersebut kosong. Dan Luna dengan bebas menggeratak.

Seperti yang diduga, Surya baru saja melewati toilet perempuan. Bayangan Surya membawa alat penyiram tanaman dan selang, terpantul lewat cermin wastafel di depannya. Luna menepuk kedua telapak tangan basahnya pada rok seragam miliknya. Jorok? Biarlah, di kamar mandi ini pengering otomatisnya rusak belum sempat diperbaiki. Lagipula, Luna melakukan hal primitif seperti itu hanya ketika sedang darurat.

Ada sisi positif dari gosip yang baru kali ini Luna rasakan manfaatnya. Dari desas-desus yang beredar, di dalam ruang penyimpanan itu tidak hany berisi alat bersih-bersih. Tetapi ada sebuah kotak berwarna cokelat besar berbentuk seperti koper kuno yang teronggok sudut ruangan. Konon katanya, kotak itu misterius. Semua orang tak mengetahui isinya, karena hanya segelintir orang yang pernah melihat kotak tersebut.

Dan Luna yakin, di dalam sana pasti ada benda-benda yang disembunyikan Surya. Luna mengendap diam-diam. Suara decitan sepatunya sendiri diminimalisir, hingga nyaris tak terdengar, senyap.

Ruangan itu berada di bawah tangga sayap kiri. Saat di buka, tidak sekecil yang ia kira. Buktinya benda-benda yang banyak itu tidak berjejalan. Malah terlihat rapi. Gelap. Tentu saja. Kepala sekolah tak ingin repot-repot menyuruh orang memasang lampu di ruangan sebesar salah satu bilik toilet ini.

Luna menghidupkan senter dari ponselnya. Matanya sibuk menelisik setiap sudut-sudut kamar kecil tersebut. dan sebuah kotak mencuri perhatiannya. Itu dia yang ia cari! Ia berjongkok, membuka benda tersebut yang tak dilindungi pengaman. Beruntung sekali dirinya hari ini. Luna berseru dalam hati.

Di dalamnya berisi macam-macam benda. Jaket milik Reza, sebuah jam tangan, kaos kaki, bahkan liptint yang entah milik siapa. Luna tak peduli pada benda-benda itu, yang ia pedulikan adalah tempat pensilnya yang seharga setengah juta rupiah.

Benda yang Luna cari terlalu signifikan bentuknya. Di sana ada beberapa tempat pensil namun bentuknya kecil-kecil. Itu bukan miliknya. Hingga ke dasar kotakpun, Luna tak menemukannya. Ternyata Surya memang bukan pelakunya.

Tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekat. Luna tercekat. Segera ia menyudahi pencariannya. Gagang pintu turun, Luna memasang ancang-ancang untuk kabur. Ia akan berlari menabrak siapapun yang membuka pintu. Tetapi gagangnya naik kembali. Langkah kaki kembali menjauh. Huh, hampir saja.

Luna mengendap keluar. Sambil berjaga-jaga, siapa tahu ada orang lain yang datang memergokinya. Bisa gawat.

Aman, tidak ada orang yang berlalu lalang. Bel pulang beberapa detik lagi akan berdentang. Luna harus cepat pergi, sebelum banyak siswa keluar ruangan. Tanpa pikir panjang ia berlari, tanpa menyadari ada yang mengikutinya.

"Woi, kenapa lari?" Mata Luna memelotot. Ada yang memergokinya? Tanpa pikir panjang, ia menambah kecepatan. Berlari hingga belokan di depan saja. Tepatnya di dekat tangga menuju kelas Luna.

Luna berhenti. Napasnya memburu. Ia membungkuk sambil mencengkram lututnya. Mengambil oksigen banyak-banyak untuk menetralkan sistem respirasinya. Gila, yang tadi itu menegangkan. Ia tak menyangka akan melakukan hal nekat seperti ini.

Baru saja Luna akan menaikan kakinya untuk meniti tangga, tetapi sebuah suara membuatnya membeku. "Woi, ngapain barusan lo lari-lari!" terdengar dingin dan menusuk.

Ia berbalik perlahan, mendapati cowok tinggi dengan tatapan yang menghunus ulu hati. Tudung hoodie menutupi rambutnya yang ikal kecoklatan. Di mata Luna, cowok berhoodie hitam itu malah terlihat mengerikan. Walaupun sebenarnya dia tampan.

Dari jarak sekitar tiga meter, ia bisa merasakan aura-aura mencurigakan yang keluar dari dalam cowok itu. "Malah diem." Luna tersentak, bulu-bulu halus di tengkuknya meremang. Suara cowok beriris kecoklatan itu membuatnya merinding. Terlalu mengerikan untuk di deskripsikan. "n-nggak, pa-pa, kok."

"Pasti lo udah nyuri sesuatu dari ruang penyimpanan alat kebersihan, kan?" Luna kini membatu. Apa cowok ini melihat semua yang ia perbuat? Apakah cowok ini adalah cenayang? "K-kamu sok tahu."

"Bukan sok tahu, tapi aku memang tahu." Sudut bibir di sebelah kirinya terangkat. Menampilkan seringai yang –Demi sepatu kumal milik cowok berhoodie itu- lebih mengerikan dari film horror.

Kaki panjangnya terangkat, melangkah mendekati Luna yang masih mematung. Berhenti dengan jarak dua buah ubin, tiba-tiba Luna merasa minder dengan tinggi badannya. Ia harus mendongkak untuk menatap cowok itu. Karena ketika ia menatap lurus, hanya kacing kemeja nomor tiga dari atas yang tertangkap oleh penglihatannya.

"Kamu lihat itu?" Dia menunjuk benda hitam menempel di sudut seberang tangga. Ah, itu kamera CCTV. Luna tahu itu. kenapa cowok di hadapannya bertingkah seolah-olah Luna murid baru. "Terus?"

Sambil terus menatap Luna, tangan cowok itu merogoh saku celana kotak-kotaknya. Mengeluarkan benda hitam yang hampir semua orang mempunyainya. Ponsel. Dia menunduk, mengoperasikannya sebentar. Lantas menujukannya kepada Luna. "I am watching you."

Sial, Luna baru ingat, cowok di depannya adalah Rigel, si keponakan kepala sekolah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro