25. CTRL + UP ARROW

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah kedatangan Caca ke rumah, membangunkan Jenna sudah menjadi kegiatan rutin bagi Yujin. Kejadian hari itu menjadi titik balik bagi hubungan mereka. Pria bermata sipit itu berusaha mengurangi tingkat kejailannya dari sangat jail menjadi hanya jail.

Yujin bersiap lebih pagi dari biasanya karena hari ini ia akan mengikuti sebuah rapat bersama Papi. Pria yang mengenakan setelan rapi itu memutar kunci mobilnya sambil bersenandung menuju kamar istrinya. Ketika ia hendak mengetuk, tiba-tiba Jenna membuka pintu.

Yujin mengamati penampilan istrinya. Tidak seperti biasa, di waktu sepagi ini, Jenna sudah berpakaian rapi dan wajahnya sudah dihiasi makap. “Tumben banget, lo udah rapi jam segini?”

Jena berdecak. “Idih, emang lo kira, lo aja yang bisa bangun pagi. Gue juga bisa kali.”

Pria yang mengenakan kemeja putih itu mengikuti Jenna sambil mengusap tengkuk. Begitu tiba di pintu depan, Yujin menyentuh lengan istrinya. “Lo beneran mau ke kantor sepagi ini?”

“Lo, kok, kepo banget, sih? Kepo itu jatah gue, lo nggak usah ikut-ikutan.”

Jenna masuk ke dalam mobilnya, lalu menyalakan mesin. Wanita berambut terurai itu meletakkan tasnya di jok penumpang. Kemudian, ia memasang seat belt. Jenna tengah menyalakan musik di mobilnya ketika Yujin mengetuk jendela mobil.

Jenna menurunkan kaca mobilnya kemudian melotot tajam. “Kenapa, Jin Tomang?”

Bukannya menjawab, Yujin malah menyeringai, lalu menunjuk ke arah ban depan mobil Jenna. “Gue tahu, lo ceroboh, tapi gue nggak tahu kalau lo seceroboh ini.”

Wanita yang sudah mengenakan seat belt itu akhirnya melepas seat belt-nya, lalu turun dari mobil dengan tergesa-gesa. “Sial banget gue.”

Yujin tertawa pelan karena melihat Jenna mengentak lantai sambil menyentuh layar ponselnya dengan penuh emosi. Pria bermata sipit itu menyentuh lengan Jenna setelah melihatnya membuka aplikasi ojek online. “Gue antar aja. Masih pagi, kok.”

Jenna melongo. “Lo yakin? Kantor kita nggak searah, lho.”

Yujin mengacak rambut Jenna pelan. Hal itu sempat membuat wanita berambut panjang itu membeku dan menahan napas. “Gue juga tahu, kantor kita nggak searah. Ya, udah, ayo, masuk.”

Jenna melangkah ragu. Gerakannya sudah mirip robot yang hampir kehabisan baterai. Wanita yang mengenakan setelan berwarna merah muda itu duduk di jok penumpang dengan hati-hati. Ia kembali menahan napas ketika Yujin memasangkan seat belt-nya.

“Lo kalau duduk di bangku penumpang suka nggak pasang seat belt, ya?” Yujin bertanya setelah selesai memasangkan seat belt Jenna. “Ingat, keselamatan, tuh, nomor satu. Jangan dibiasain nggak pakai seat belt kayak gitu.”

Jenna mengangguk kaku. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Ia juga merasa pipinya sudah dirambati panas, padahal udara pagi terasa dingin. Dalam hati, Jenna berseru, jantung gue enggak selamat, kalau lo baik sama gue.

Mobil sedan hitam itu keluar dari area perumahan dengan kecepatan normal. Yujin mulai berbicara tentang Joel.

Dari yang Jenna dengar, pria bermata sipit itu selalu antusias menceritakan tentang perkembangan hubungan Joel dan Tyas. "Lo seneng banget kayaknya ceritain Joel?"

"Siapa yang nggak seneng lihat sahabatnya yang udah jomlo dua puluh tujuh tahun, akhirnya punya pacar?" Yujin terkekeh.

"Emang selama hidup, Joel beneran nggak pernah pacaran?" Jenna terlalu terkejut mendengar pernyataan Yujin.

"Emangnya, gue belum pernah cerita, ya? Joel itu, udah jadi fans berani matinya Gia sejak kami masih SMP. Bisa dibilang, Gia, tuh, cinta pertamanya Joel. Ya, lo tahu, setiap Joel nyatain perasaan, pasti Gia malah bercanda sama dia. Apalagi dulu zaman SMP, Joel masih pendek. Sering banget, tuh, di-body shaming sama Gia, tapi herannya, itu anak tetep aja suka sama Gia. Gue nggak ngerti apa yang disuka Joel dari Gia. Walau Gia gonta-ganti cowok, Joel selalu terima aja dan tetap setia jomblo, makanya gue seneng banget, gitu tahu kalau Joel pacaran sama Tyas."

"Lo yakin, mereka beneran pacaran?" Jenna bertanya setelah Yujin benar-benar menyelesaikan ceritanya.

"Emang, lo nggak yakin? Dari ceritanya Joel, gue percaya kalau mereka pacaran."

Akhirnya, Jenna menceritakan kejadian yang terjadi di kantin kantornya. Ia merasa curiga pada Joel yang kelihatan sengaja membuat Gia cemburu.

Yujin hanya tertawa setelah mendengarkan penjelasan dari wanita di sebelahnya. “Ya, bagus, deh, kalau Gia cemburu. Gue jadi pengen lihat mukanya Gia yang cemburu, tuh, kayak apa?"

Rasa penasaran Jenna belum dibayar lunas. "Pernah enggak, Gia cerita tentang Joel?"

Yujin kembali tertawa. "Selama gue di Jepang, cerita paling banyak yang gue dengar dari Gia adalah tentang Joel. Dia, tuh, kayaknya beneran menganggap Joel sebagai adiknya sendiri. Mana Joel, tuh, nurut-nurut aja, mau diapain juga sama Gia."

"Ini cuma pendapat gue aja. Kayaknya Gia beneran cemburu sama Tyas kemarin. Gue curiga, kalau sebenarnya Gia suka Joel, tapi dia nggak pernah sadar karena dia ngerasa Joel selalu ada buat dia."

Yujin menyeringai. "Biarin dia ngerasain karma."

"Lo jahat banget, sama kakak sendiri!" Jenna memukul lengan Yujin.

"Gia itu lebih jahat sama Joel." Kalimat Yujin terputus karena satu panggilan masuk di ponselnya. Pria berkemeja putih itu mengangkat panggilan tersebut karena kini mereka baru saja berhenti di lampu merah.

"Hai, Baby. Baru bangun?"

Terdengar suara parau dari seberang. Jenna hanya bisa buang muka begitu mendengar panggilan yang diucapkan Yujin.

"Oh, iya. Kebetulan banget aku lagi sama sahabat yang aku ceritain. Mau kenalan?" Yujin bertanya sambil tersenyum.

Pria bermata sipit itu menyerahkan ponselnya pada Jenna setelah mengganti panggilan telepon menjadi panggilan video.

"Oh, hai. Kenalin, gue Jenna." Jenna berbicara terbata setelah melihat wajah dingin yang ada di layar. Wanita itu cantik. Sangat cantik malah. Wajahnya mengingatkan Jenna pada salah satu member girl grup K-pop.

"Hai. Gue udah denger cerita tentang kontrak kalian. Thanks, sudah bantu Yujin. Gue harap bisa ketemu lo secepatnya."

Jenna mengangguk kaku. Kemudian, ia menyerahkan ponsel tersebut pada Yujin. Percakapan mereka berlangsung tidak lama karena lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau.

"Cewek lo lancar banget ngomong bahasa Indonesia. Gue kira tadi lo bakalan ngobrol pakai bahasa Jepang."

"Ibunya orang Indonesia. Kisah hidup dia mirip sama gue. Makanya, gue pengen bawa dia ke sini, buat tinggal di sini."

"Dia nggak kelihatan keberatan, ya, pacarnya nikah sama orang lain?" Jenna sarkas.

Yujin tidak menyadari perubahan nada bicara Jenna. Ia malah tertawa. "Gue udah jelasin. Gue ngelakuin ini demi dia."

Begitu tiba di kantor, Jenna langsung menelepon Gia. "Bangke banget, adek lo!"

Aloha!

Seneng banget, ya, pagi-pagi Yujin dapet telepon dari Ayang. Nggak tahu aja Jenna udah siap meleduk. 🤣🤣🤣

Terima kasih sudah membaca dan berkenan vote.

Gimana nggak kena mental? Pacarnya Yujin modelan gini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro