BAB 9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ndi, mobil gue bannya kempes. Gue di belakang aja deh ngga apa-apa, gimana?"

"Hmm, ya udah lah. Le, lu yang nyetir ya. Rega sama Kiara di belakang. Gue, Ferdi sama Thara di tengah," ujar Andi.

"Anjir, dikira gua supir?" keluh Leo kesal.

"Mau nebeng ngga? Banyak protes lu!" seru Andi sembari duduk menaiki mobilnya di bagian tengah.

Perjalanan ke rumah Andi memakan waktu sekitar dua puluh lima menit. Dengan segera, Ferdi menggendong tubuh Thara yang cukup berisi, disusul Rega bersama Kiara dalam gendongannya menuju ruang tamu rumah Andi.

"Ayah!" seru Andi cukup keras, "Baringin aja di sofa itu Thara sama Kiara."

"Iya, kenapa, Di?" ayah Andi turun dari tangga sedikit terburu-buru mendengar panggilan anaknya.

"Adik kelasku sama temen OSIS yah, 'kena mainan' sama yang di sekolah," lapor Andi.

Ayah Andi menatap kedua gadis yang berbaring di atas sofa dalam keadaan tidak sadar. "Bawa adik kelasmu itu ke ruangan biasa, temanmu biarkan saja di sini," ucap ayah Andi tegas.

Andi mengarahkan Ferdi untuk membawa Thara ke ruangan khusus di rumahnya.

"Fer, biarin Thara sendiri di situ, kita keluar!" perintah Andi.

"Tapi, Kak?" Ferdi khawatir meninggalkan adiknya sendirian di ruangan yang terlihat unik. Namun, antik.

"Ngga apa-apa, di sini banyak penjaga kok." ucapan Andi membuat Ferdi lega.

Andi dan Ferdi kembali melangkah menuju ruang tamu.

"Kiara cuma kelelahan aja, energi dia cukup terkuras karena rasa takutnya sendiri," ucap ayah Andi.

"Halo, Pak. Saya Ferdi, abangnya Thara, yang tadi bapak suruh bawa ke ruangan bapak,"ujar Ferdi memperkenalkan diri.

"Oh, iya, Nak. Nama saya Aditya Purwana, panggil saja Pak Adit," balas Adit.

"Kiara dibawa pulang aja, udah ngga apa-apa kok. Ndi, kamu bersihin badan dulu gih sekalian solat, ajak Ferdi sekalian. Bapak mau pesenin Go-Jek buat Kiara pulang." Adit mengeluarkan telepon genggamnya.

* * *

Setelah Kiara, Rega, dan Leo pulang, Adit masuk ke dalam ruangan khususnya itu. Ia mulai merapalkan doa-doa sebagai pembentuk barier (pelindung) bagi Thara.

"Thara gimana, Yah?" tanya Andi melangkah masuk ruangan tersebut diekori Ferdi.

"Tubuhnya terlalu lemah buat dapet serangan. Dia sendiri juga harus kontrol ketakutan dan energinya sendiri," jawab Adit.

"Tapi, bagaimana caranya Thara belajar, Pak?" Ferdi bertanya.

"Sebenarnya, Thara butuh seseorang yang sama sepertinya di setiap waktu," ujar Adit.

"Maksudnya?" ulang Ferdi.

"Pilihannya ada dua, kamu saya bukakan mata batinmu," usul Adit dihadiahi gelengan keras oleh Ferdi.

"Astagfirullah, Pak. Saya masih mau hidup normal, temenan sama yang normal aja. Jangan yang beda alam, ntar kalo diajakin kawin gimana?" oceh Ferdi tak siap.

"Atau ... Andi yang harus berada di dekat Thara setiap saat."

"Yah!" protes Andi.

"Mungkin saya akan mencarikan teman untuk Thara," ucap Ferdi pelan.

"Ngga usah aneh-aneh, di Faryas yang indigo cuma gue sama beberapa guru," tegas Andi.

"Hm, mungkin memang sudah jadi kewajiban saya mendampingi Thara." Ferdi menghela napasnya dan terduduk di tempat.

"Ngga usah ngedrama, gue siap kok nemenin kalian. Asal, kalian juga harus nurut apa kata gue. Hitung-hitung sebagai timbal balik, gimana?" tawar Andi.

Mata Ferdi berbinar memandang Andi, "Kakak serius?"

"Jangan pasang wajah ala orang ngarep nomor togel deh, Fer. Jijik liatnya!" protes Andi, "Iya gue mau kok. Jangan panggil gue kakak, abang aja atau langsung nama. Ntar dikira lu homo-an gue lagi!"

"Andi!" peringat Adit.

"Ehe," jawab Andi menirukan tokoh Cute Girl dalam animasi Si Nopal.

"Malam ini, kalian menginap saja. Nanti Andi yang antarkan kamu ke rumah untuk ambil seragam besok. Saya masih harus berbicara dan melakukan banyak hal sama Thara," ujar Adit.

"Ok, Pak," sahut Ferdi

* * *

"Lo di sini tinggal berempat doang?" tanya Andi ketika sudah sampai kediaman Ferdi.

"Yap, bokap sama nyokap meninggal di saat yang bersamaan. Dan Cuma Thara yang selamat, I hope you get my point," tukas Ferdi.

"Ahh, I see. Lalu kebutuhan kalian?"

"Asuransi mereka cukup sampai kita berdua selesai kuliah, gue aja ngga nyangka tabungan mereka sebanyak itu. Ya ... tetap aja sih, kami ngga mau pakai lebih atau ketergantungan sama uang mereka. Suatu saat kan kami harus bekerja untuk hidup masing-masing juga." Ferdi melangkahkan kakinya menuju kamar adiknya, mengambil pakaian tidur dan seragam sekolahnya.

"E-eh, Kak, boleh keluar sebentar?" Ferdi mengurungkan niat membuka laci bagian bawah lemari adiknya itu.

Andi yang melihat pergerakan Ferdi pun mengerti, ia membalikkan badannya dan pergi menuju ruang tamu.

Sepuluh menit kemudian, Ferdi siap dengan tas ransel disertai satu buah tas jinjing berisi perlengkapan sekolah esok hari.

"Kalo besok Thara belum pulih, sebaiknya jangan masuk. Malah bikin tubuh dia makin ngga beraturan energinya," saran Andi.

* * *

"Saya di mana ya, Pak?"

"Kamu di rumah Andi, saya ayahnya."

"Ahh, terima kasih banyak, Pak." Thara bangkit dari posisi tidurnya dan duduk menghadap Adit. Tak lupa ia menyalami Adit. "Abang saya di mana ya, Pak?"

"Mereka sedang dalam perjalanan ke sini. Malam ini, kamu berdua menginap dulu di sini, ya? Ada beberapa hal yang mau saya tanyakan sama kamu," jelas Adit.

"Oh begitu, iya, Pak. Apa yang mau bapak tanyakan?"

* * *

Jika kalian suka dengan karyaku jangan lupa divote dan dikomen, kenapa kalian suka dengan ceritaku. Dan komen juga kalau kalian ngga suka sama ceritaku, sertai asalannya. Agar penulis bisa memperbaiki diri baik dari karakter tokoh, alur cerita, sampai penggunaan EBI. Penulis akan dengan senang hati menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro