Bagian 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dara dan Reza saat ini tengah berada di makam Rena. Di sampingnya sekarang, Reza tengah tersenyum dan mengusap lembut batu nisan kekasihnya itu.

Ia tersenyum kecut. "Na, kangen."

Tadi pagi, Reza meminta Dara untuk mengantarnya kemari. Katanya, ia rindu Rena. Oleh karena itu, mereka berada di sini sekarang.

Tangan Dara terulur mengusap bahu Reza dengan pelan. Ia menatap Abangnya yang saat ini begitu rapuh. Menunduk menatap tanah, dengan tangan yang menepis air matanya dengan pelan. "Maaf ya gue cengeng."

"Habisnya lo, sih. Udah lama pergi, masih aja bikin kangen."

Reza menghela napasnya. Ia tersenyum ke arah Dara. "Pulang, yuk."

"Beneran?" tanya Dara.

Reza menatap ke arah nisan milik Rena sebentar. Kemudian, ia mengangguk menatap Dara. "Iya."

Reza memilih pamit pulang pada Rena. Setelah itu, Dara dan Reza memilih berjalan ke arah mobil milik Reza dan pergi meninggalkan kawasan pemakaman.

Di perjalanan, Reza diam menatap kosong ke arah jalanan. Cowok itu sedaritadi meremas jari jemarinya sendiri. "Dar, kalau misalkan gue deketin cewek, apa Rena bakalan marah?"

"Za, Rena enggak akan marah." Dara melirik ke arah Reza yang duduk di samping kemudi.

Cowok itu menunduk. "Gue takut Rena marah."

"Lo lagi deket sama cewek?"

"Gue bosen sendiri. Mau nyoba, tapi enggak bisa. Gue keinget Rena." Reza membuang arah pandangnya ke arah jalanan.

Dara menghela napasnya. "Move on, Za. Rena pasti ngerti."

Reza tak merespon ucapan Dara. Sepanjang perjalanan, yang ia lakukan hanya menatap ke arah jalanan.

Dara tidak suka melihat sosok Reza yang begini. Jika sudah berkaitan dengan seorang gadis, dia pasti akan mengeluh perihal Rena.

Sesayang itu Reza pada Rena.

"Lo bahagia banget ya Dar sama Saddam?" tanya Reza.

Dara mengangguk. "Saddam baik."

"Lo enggak ada niatan buat nikah?" tanya Reza tiba-tiba.

Cowok itu menatap ke arah Dara dan tersenyum. "Kalau Saddam udah ada niat baik, jangan ditunda-tunda, Dar. Gak usah mikirin gue. Lagian, kalau nunggu gue dulu yang nikah, Saddam keburu kabur nantinya."

"Ya kalau dia kabur berarti dia enggak serius sama gue."

Reza tertawa pelan. Cowok itu menepuk puncak kepala Adiknya itu dengan lembut. "Enam hari lagi, lo ulang tahun. Mau apa?" tanya Reza.

"Mau lo berhenti sedih. Jangan terus-terusan inget Rena, Za. Lo juga perlu bahagia."

Reza diam. Cowok itu tersenyum tipis setelahnya. "Gue usahain."

•••

Setelah mengantar Reza pulang, kini Dara memilih pergi ke toko bersama Zara.

Setelah sampai, Zara langsung di ambil alih oleh Danu dan juga Tora. Di saat Dara sibuk dengan design sablon, Danu dan Tora justru sibuk melakukan segala cara agar Zara tertawa.

"Dar, coba ini agak di ubah, deh. Soalnya gue rasa ini terlalu rame."

Dara mengikuti apa yang Pandu ucapkan. Setelah satu jam kemudian, Dara kembali menyerahkan hasilnya pada Pandu.

Pandu mengangguk. "Iya gini."

"Kakak! Mimi!"

Dara menoleh. Gadis itu langsung mengambil dot susu milik Zara di tas. Kemudian, ia memberikannya pada Zara.

Zara langsung meminumnya dengan rakus. "Haus, ya?" tanya Tora seraya mengusap lembut pipi Zara menggunakan jari telunjuknya.

"Mau biskuit?" tanya Dara seraya mengambil bungkusan biskuit bayi di tasnya.

Zara bertepuk tangan dan hendak merebut bungkusan itu dari Dara. Dara tertawa. Ia menggeleng. "Gak sabaran banget."

"Iya dong, aku laper Kakak!" Danu mengatakan itu seraya memegang tangan Zara dengan lembut.

"Nih." Dara memberikannya pada tangan Zara.

Zara langsung memakannya. "Enak?" tanya Danu.

"Humm." Zara menjawab tanpa melepaskan biskuit itu di dalam mulutnya.

"Eh, pinter banget pacar Abang." Danu langsung mencium pipi Zara dengan gemas.

Dara menggelengkan kepalanya pelan. Tidak Saddam, tidak Danu, mengapa mereka suka sekali mengaku bahwa Zara adalah kekasih mereka?

Tak lama, sebuah mobil berwarna kuning terparkir tepat di depan toko. Menyadari suara mesin yang Zara kenali, bocah itu langsung menoleh dan membuang biskuitnya.

Ia berdiri dan langsung berjalan ke arah depan. "Babang!" pekiknya seraya melompat girang kala mendapati Saddam yang turun dari dalam sana.

"Eh, ada Isteri Abang. Sini, sayang!" Saddam merentangkan tangannya.

Saat sudah dekat dengan Saddam, Saddam langsung menggendong Zara dan mencium pipi gadis kecil itu hingga bocah itu tertawa.

"Udah tahu banget ya suara mesin Abangnya." Dara tertawa pelan melihat Zara yang sudah melingkarkan tangannya di leher Saddam.

"Iya dong. Zara kan romantis sama Abang, ya?" Saddam kembali menciumi pipi Zara.

"Yaelah, lo ngapain sih ke sini? Ganggu ketentraman aja, tahu gak?!" Danu keluar dari dalam toko dan berdecak kesal melihat Saddam yang sudah bersama Zara.

Zara memeletkan lidahnya pada Danu seolah dirinya meledek cowok itu. Danu membelakkan matanya. "Zara, tega sama Abang?"

Saddam tertawa. Ia memilih masuk ke dalam toko dan duduk di kursi bersama Pandu. "Bro, sibuk amat," sapa Saddam.

"Iyalah, halalin anak orang kudu pake duit."

"Widih, anak Emak udah mau halalin anak orang. Siapa, nih?" tanya Tora.

Pandu tersenyum. Kemudian, ia melirik Dara.

Saddam yang menyadari itu, langsung melotot tak terima. "Gelud aja lah kita, Du."

"Enggak mau main otot. Gue yakin, sekali kena pukul, tulang gue pasti pada patah semua kalau sama lo, Dam."

"Mau kopi, Dam?" tanya Dara.

Saddam mengangguk. "Boleh, deh."

Dara memilih berjalan ke arah Dapur untuk membuatkan kopi untuk Saddam. Sedangkan di luar sana, Saddam sibuk mengobrol dengan Tora, Danu, dan juga Pandu.

"Lo pulang kapan, Nu?" tanya Saddam.

"Ngusir lo?"

"Gue nanya ya, Jingan!" Saddam menatap kesal ke arah Danu.

Danu mengedikkan bahunya tak acuh. "Kapan-kapan gue balik. Betah banget gue di sini."

"Lah, kalau gue jadi lo, Nu. Gue pasti betah di sana. Secara kan, banyak yang bening-bening buat cuci mata." Tora menaik turunkan alisnya.

Pandu mengusap tangannya di depan dada. "Istighfar, yuk, Tor. Dosa lo udah banyak loh. Gue laporin pacar lo yang di Bandung, tahu rasa."

"Maaf, pacar yang mana, ya?" tanya Tora.

"Pacar lo ada berapa emangnya?" sahut Saddam.

Tora menggeleng. "Orang ganteng ceweknya banyak. Aing kan emang kasep pisan. Alias ganteng banget." Cowok itu mengusap rambutnya ke belakang.

Dara kembali. Gadis itu menyimpan segelas kopi di depan Saddam. kemudian, ia memilih manarik kursi dan duduk di samping Saddam. "Udah makan?" tanya Dara.

"Gue dari tadi di sini enggak ditanya udah makan atau belum, Dar. Tega banget." Tora mencebikkan bibirnya.

"Siapa L?" Sahut Pandu.

"Diem, lo! Gue tahu ya, Du. Sebenernya lo panas kan lihat Saddam sama Dara. Secara kan, lo naksir sama Dara. Lo—"

"Dulu ya, Anjir. Sekarang udah enggak." Pandu mendengkus kesal menimpali ucapan Tora.

Saddam memicingkan matanya. Cowok itu langsung merangkul bahu Dara di depan Pandu. "Mau gini enggak, Du?"

"Apaan, sih?!"

"Atau gini?" Saddam hendak mencium kening Dara. Namun, Zara terhalang saat Zara memukul wajah Saddam.

Pandu, Danu, Tora, sontak saja langsung tertawa melihat aksi modus Saddam gagal total karena tidak mendapat restu dari Zara.

"Zara, kenapa Abang ditabok?"

"Mbe!" Zara memukul wajah Saddam lagi.

•••

Saddam dan Dara berjalan mengitari super market dengan Zara yang berada di gendongan Saddam.

Di depan rak ciki-cikian, Zara terlihat rusuh mengambil apa saja yang ia lihat. "Ni!!" Zara menyodorkan satu keripik pedas kesukaan Dara.

"Buat Kakak?" tanya Dara.

Zara tertawa dan bertepuk tangan. Saddam yang melihat itu langsung mengigit gemas pipi Zara. "Kakaknya suka itu, ya? Zara mau kasih, iya?"

"Babang, ni." Zara mengambil satu makanan lagi dan memberikannya pada Saddam.

"Buat Abang?"

Zara memeluk leher Saddam dan tertawa di sana. Saddam memilih berjalan mengikuti Dara yang tengah membeli segala macam cemilan.

Setelah selesai, mereka memilih membayar belanjaan ke kasir. Kemudian, mereka berjalan ke arah mobil milik Saddam dan masuk ke dalam sana.

Mobil Dara sendiri, Dara tinggalkan di toko karena Saddam memaksa Dara agar pulang bersamanya.

"Dar, Bella kan sekarang udah nikah. Tugas gue sekarang, tinggal biayain Selly. Kalau Ibu mah udah kewajiban. Kalau gue ... Bawa Ibu ke rumah lo, bermaksud buat lamar lo, apa lo siap?"

Dara mendongak, gadis itu menatap kaget ke arah Saddam yang saat ini tengah menatap ke arahnya.

"Dam .... " Dara menghela napasnya pelan.

"K-kalau belum siap enggak papa. Gue juga enggak maksa kok, ini—"

"Minta izin sama Reza, ya? Kalau Reza setuju, lo bisa bisa omongin soal ini sama Papa."

TBC

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Saddam

Dara

Reza

Zara

Danu, Pandu, Tora

Spam next di sini kuy!

Jangan lupa baca cerita Satu Tuju, beda Jalur juga yaaa ,...

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro