PART 9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

9

Awalnya, Lucy sudah merasa ada yang tidak beres ketika melihat berbagai ekspresi siswa-siswi lain yang sedang membicarakan sesuatu. Dia hanya berjalan di sisi Dean tanpa berani mengajak cowok itu bicara, setidaknya basa-basi ada masalah apalagi yang terjadi di sekolahnya?

Dean juga tanpa kata. Hanya berhenti sebentar di depan kelas Lucy, memastikan cewek itu duduk di bangkunya dan tak ke mana-mana lagi. Kemudian cowok itu ke kelasnya duduk diam di sana di antara berisiknya cowok-cowok di kelas itu yang heboh membicarakan tentang salah satu siswa sekolah itu.

Dean seolah tak pernah melakukan kesalahan besar, yang kedua kalinya. Cowok itu sangat menikmati pemandangan sekolah lewat jendela kelasnya.

Lucy masih duduk di tempatnya memandang segerombolan siswi yang bergosip. Di ambang pintu, Clarissa dan Zeline datang bersamaan dan terlihat serius.

"Pada ngobrolin apaan?" tanya Lucy ketika Clarissa duduk di bangkunya. "Pengin nanya ke yang lain, tapi kayaknya pada nggak bisa diganggu," kata Lucy sembari melirik sekumpulan siswi yang memang sering membentuk kelompok.

Zeline bersandar di meja lain. Belum sempat dia bicara guru sudah muncul. Siswi-siswi di kelas itu berhamburan ke meja masing-masing.

"Selamat pagi."

"Pagi, Bu...."

Perempuan yang rambutnya disanggul itu raut wajahnya sedang tidak baik-baik saja. Dia berdiri di depan kelas, menatap semua siswi di kelas itu. "Sekolah kita kembali berduka. Tadi malam, Gaga, siswa di kelas laki-laki kembali dipanggil Tuhan. Lagi-lagi, ah.... jadi korban tabrak lari. Mohon doa untuk teman kalian, ya."

Lucy sudah tidak bisa lagi menampung informasi itu di kepalanya. Kepalanya pening. Hanya ada bayangan bagaimana Dean mencelakakan Gaga sampai membuat cowok itu meninggal di tempat dengan wajah tak bersalahnya. Tangan Lucy gemetar saat berdiri mengambil tasnya di meja. Clarssa dan Zeline memandangi sahabatnya itu bingung. Saat guru masih menjelaskan, Lucy melangkah cepat keluar kelas kemudian berlari sekencang-kencangnya tanpa mengatakan apa-apa.

Gerbang tidak kosong. Beberapa siswa datang terlambat. Lucy terus berlari dan berhasil keluar melewati celah gerbang tanpa peduli dengan teriakan satpam. Lucy selalu menghapus air matanya di pipi sepanjang dia terus berlari ketakutan menuju rumahnya untuk menemui mama dan papanya.

Bagaimana bisa dia berurusan dengan seseorang seperti Dean?

"MAMA!" teriak Lucy dengan suara parau. Pintunya tidak terkunci. "PAPA!"

Dia terus teriak memanggil dua orang yang dia sayang. Bukan dua. Tiga. Ada satu janin di perut mamanya yang masih berusia 3 bulan. Lucy takut terjadi sesuatu hal kepada mereka. Saat sadar papanya berangkat kerja pagi tadi, dia hanya mencari mama di seluruh penjuru ruangan. Tak ada siapa-siapa. Rumah itu kosong dengan pintu yang tidak terkunci. Bahkan kuncinya masih menggantung dari dalam.

Lucy berhenti dan menjernihkan pikiran. Dia terlalu takut. Pasti mamanya hanya keluar sebentar ke rumah tetangga, kan?

Lucy berjalan lunglai menuju kamarnya. Dia membuka pintu kamar dan membuang tasnya ke lantai. Masih dengan isakan kencang, dia menutup pintu.

Tanpa sadar dengan seseorang yang sedang duduk di kursi memandangnya.

"Lucy, kenapa lo kabur dari sekolah?"

DEG

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro