Masa lalu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Luka hati bisa karena pola pikirmu sendiri.
    ***

Message from Andra

   Aku tunggu di Balai Kota dekat kampus.

Winda mengernyit melihat pesan singkat dari Andra. Ia bimbang untuk pergi ke sana atau tidak. Tapi kata hatinya melangkahkan kakinya ke sana. Ia bergegas ke Balai Kota yang kira-kira 10 menit dari kampusnya.

Tak sampai 10 menit, Winda sudah berada di sana. Ia duduk di kursi yang di sediakan di sana. Ia clingak-celinguk. Belum ada tanda-tanda kehadiran Andra.

"Andra mau ngomong apaan, ya?" gumamnya pelan.

Tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sampingnya, spontan gadis itu menoleh. Tak salah lagi pasti Andra.

"Andra, ada apa kamu nyuruh aku datang ke sini?" tanyanya pada cowok itu.

"Aku bukan Andra!"

"Udah, Ndra, jangan bercanda," gumam Winda menggelengkan kepalanya. Ia tahu, Andra cuma bercanda.

"Kamu lupa sama aku, dan masa lalu kamu. Bagus." Cowok itu menepukkan kedua tangannya, menatap Winda dengan tatapan sadis.

"Maksud kamu apa? Aku nggak ngerti."

"Aku Adra, bukan Andra. Aku saudara kembarnya Andra. Asal kamu tahu aja, Andra pacarin kamu, aku suruh. Buat balasin dendamku ke kamu," jelas cowok yang ternyata kembaran Andra.

   Ia memperalat Andra untuk membalaskan dendamnya karena Winda dulu memutuskan hubungannya saat mereka LDRan sebab mengetahui Adra selingkuh dengan perempuan lain dibelakang Winda.

"Jadi, kamu?" tanya Winda masih sedikit ragu.

Adra menganggukkan kepalanya.
   "Pintar. Seratus buat kamu."

"Nggak! Aku nggak percaya Andra kayak gitu, aku tahu Andra orang yang tulus, nggak brengsek kayak kamu!" seru Winda dengan nada tinggi. Semua ini seperti di luar dugaannya. Ia yakin dan percaya, Andra tak kan mungkin melakukan ini semua.

"Aku emang berengsek! Beda sama Andra. Dia terlalu baik, semua orang juga menganggapnya seperti itu, kan?" Asal kamu tahu aja, semua udah aku skenario dari awal. Ya, mungkin awalnya Andra nurut sama perintahku. Tapi lama-lama dia cinta beneran sama kamu. Dan itu buat aku muak!" Ia beranjak berdiri kemudian melangkahkan kaki di belakang pohon dan kembali lagi ke tempat semula dengan membawa seorang laki-laki yang ternyata Andra.

  "Maaf, Win. Aku nggak ada maksud bohongin kamu. Aku sadar, aku salah. Awalnya, aku mau balasin dendam saudara kembarku. Tapi aku sadar, dia emang tabiatnya kurang baik. Jadi aku mutusin buat berhenti nurutin perintah dia," jelas Andra merasa bersalah. Ia takut, Winda akan marah padanya, dan tak mau memaafkannya.

Winda berdiri menghampiri Andra sambil tersenyum, "Nggak apa-apa, Ndra. Aku nggak marah sama kamu. Aku seneng kamu jujur. Berarti perasaan kamu ke aku beneran, nggak?"

Andra mengangguk, "Bener. Aku tulus sama kamu. Kamu tahu, waktu acara ulang tahun temanku yang sama kamu-- bukan aku--tapi Adra. Maaf lagi untuk ke sekian kalinya.

"Pantes kamu beda. Nggak belain aku sedikit pun." Winda mulai paham, semua ini cuma akal-akalan Adra saja.

"Adra, aku mohon jangan ganggu aku sama Andra lagi. Aku putusin kamu karena salah kamu sendiri, seharusnya kamu bisa intropeksi diri," ujar Winda memedam amarah yang memang tak diperlihatkan.

"Iya, buat apa ganggu kamu. Dendamku udah terbalaskan," gumamnya masih dengan tatapan benci.

"Aku minta maaf kalau aku ada salah sama kamu," balas Winda kemudian.

"Iya, udah aku maafin. Jangan sakitin saudara kembarku. Lihat aja kalau kamu berani sakitin dia," gumamnya datar.

"Pasti." Winda mengacungkan kedua jempolnya. Setelah itu Adra beranjak pergi meninggalkan Balai Kota.

  "Jadi... kamu mau nggak balikan sama aku lagi?" tanya Andra harap-harap cemas.

"Mau, Ndra. Mungkin semua ini pelajaran buat kita untuk saling percaya satu sama lain." Winda tersenyum ke arah Andra begitu pula sebaliknya.

"Aku janji nggak bakal biarin siapa pun nyakitin kamu, termasuk diri aku sendiri," gumam Andra mengenggam tangan Winda. Keduanya larut dalam suasana di Balai Kota.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro