BAB 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perlahan-lahan, Nicholas mendekatkan wajahnya ke wajah Clarice, kemudian menghela napas sekali. Clarice mengernyitkan kening, tetapi tetap tidak terbangun dari tidurnya. Nicholas semakin mendekatkan wajahnya hingga dagunya bersentuhan dengan pipi Clarice. Bibirnya hanya berjarak sekitar dua sentimeter dari sudut bibir lembab Clarice sekarang. Tetapi, ia menghentikan gerakannya ketika ia merasakan sesosok cowok tegap mendekat ke arahnya.

Jefferson Royce. Cowok itu memandang tajam ke arah Nicholas sambil menggeram marah.

"Persetan. Kau jahat sekali. Kalau kau cowok baik-baik, kau seharusnya mencium saat dia sedang sadar, tolol!" desis Jefferson sambil meremas gelas plastiknya dengan geram. Kombucha yang sudah dipesannya setelah mengantre selama tiga puluh menit tumpah ke lantai aula begitu saja.

Nicholas mengangkat alisnya tak mengerti, kemudian melayangkan elusan singkat di pipi Clarice sebelum akhirnya pergi meninggalkan Clarice dan Jefferson.

Di tempatnya, Jefferson berusaha menahan diri untuk tidak meremas-remas coffee milk untuk Clarice juga. Ia meletakkan gelas coffee milk di atas meja di depan sofa, ketika pandangannya tiba-tiba tertuju pada gelas kaca yang telah diisi ... koktail?

Tunggu. Bagaimana bisa seorang Clarice meminum koktail? Tidak dapat dipercaya. Jefferson segera mengambil gelas tersebut, kemudian mengendus aromanya. Ia mengernyitkan kening lantaran aroma alkoholnya yang menyengat. Jefferson pun menenggak sisa koktail tersebut untuk mencoba rasanya. Cowok itu langsung terbatuk-batuk begitu menelan minumannya.

"Shit! Ini benar-benar koktail. Kandungan wiskinya cukup tinggi. Bagaimana bisa ia mendapatkan minuman ini?" umpat Jefferson sambil meletakkan gelas kaca dengan sembarangan di atas meja. "Apa mungkin ini kelakuan Maison?" Ia menoleh ke arah Nicholas pergi, berharap langsung menghampiri cowok itu dan meninjunya hingga habis. Tetapi, ternyata Jefferson tak kunjung menemukan sosok Nicholas. Tak ingin memusingkan hal itu sekarang, Jefferson mengambil posisi duduk di samping Clarice yang duduk membelakanginya.

"Clary," lirih Jefferson sambil menarik lembut puncak bahu Clarice menghadapnya.

Clarice berbalik dan bergerak mengingsut mendekati Jefferson. Gadis itu menyandarkan kepalanya ke dada bidang Jefferson, kemudian mengeluarkan suara erangan kecil. Setelah itu, Clarice terus berdiam dalam posisi tersebut.

Jefferson meletakkan tangannya di ubun-ubun kepala Clarice sambil mengusap rambutnya dengan lembut. Ia dapat merasakan bahwa jantungnya berdebar begitu cepat ketika Clarice menaruh kepala di dadanya. "Ini kesalahan. Bagaimana bisa gadis sepertimu mengenal cowok seperti Maison? Ia memang bermuka dua di mana-mana. Tetapi, mengapa kau harus mengenalnya dan menjadi salah satu korban aktingnya? Berengsek, Maison," ujar Jefferson sambil menggigit bibir bawahnya.

"Kita langsung pulang saja. Ada banyak masalah di pesta ini." Jefferson pun meletakkan tangan kanannya di bawah punggung dan tangan kiri di bawah lutut Clarice, lalu mengangkat gadis itu. Ia membawanya keluar dari aula hotel menuju mobil Mustang-nya di tempat parkiran.

***

"Hei, Noah. Kau tidak akan mengabaikan kami karena handphonemu, kan?" tanya Miracle sambil memukul-mukul meja dengan berisik.

Clarice mengernyitkan kepala mendengar kerusuhan itu. Kepalanya terasa pusing sejak tadi pagi, tetapi ia memutuskan untuk masuk sekolah agar tidak ketinggalan pelajaran. Dan, inilah yang didapatkannya selama jam istirahat. Keributan Miracle ketika bertemu dengan Noah.

"Bisakah kau tidak terlalu ribut? Noah mungkin sedang mengurusi sesuatu dengan handphonenya," sahut Clarice sambil mendengus sebal. Ia benar-benar tidak menyukai kerusuhan jika kepalanya terasa pening.

"Sebentar," ucap Noah sambil terus berkutat pada handphonenya.

"Oh ... baiklah. Clarice-ku sedang bad mood sekarang," kata Miracle sembari mengusap-usap puncak kepala Clarice. Namun, Clarice menelengkan kepalanya untuk menyingkirkan tangan Miracle. Akhirnya, Miracle hanya berdiam di tempatnya sambil menggigiti panekuk karamel buatan Noah.

"Hei, Clarice. Kau masih suka mendesain kostum musim panas, kan?" tanya Noah sembari meletakkan handphonenya di atas meja.

"Hmm ... sejak kapan aku menyerah pada hobiku?" jawab Clarice diplomatis.

"Aku mendapat informasi tentang lomba desain kostum dari surat kabar yang dibaca Mommyku tadi pagi. Aku mengambil fotonya. Kau mau lihat?" tawar Noah.

Clarice langsung menegakkan punggungnya ketika mendengar hal itu. Astaga! Ini hal yang luar biasa. Clarice mungkin dapat mengalihfungsikan buku sketsanya menjadi sesuatu yang lebih profesional melalui sebuah kompetisi mendesain. "Benarkah? Tentu saja aku ingin lihat," ujar Clarice dengan semangat menggebu-gebu.

"Oke. Aku akan mengirimkan gambarnya kepadamu," balas Noah sambil mengambil handphone, kemudian mengirimkan gambar koran yang difotonya ke nomor Clarice.

Sementara itu, Clarice segera mengambil handphone dari sakunya. Miracle yang duduk di samping Clarice terlihat sangat penasaran sehingga ia melirik ke arah handphone Clarice. Tetapi, fokusnya teralihkan ketika melihat kondisi handphone Clarice.

"Hei, penyakit kronis apa yang menyerang handphonemu? Kondisinya mengenaskan sekali," komentar Miracle sambil mempertajam penglihatannya.

"Jangan berlebihan. Ini hanya retak, tapi masih bisa digunakan," sahut Clarice datar sambil membuka laman SMS dari Noah.

"Waw ... sejak kapan seorang Clarice akan membiarkan handphonenya terjatuh? Tidak bisa dipercaya," ujar Miracle sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Clarice menghentikan gerakan jarinya ketika mendengar kalimat terakhir dari Miracle. Sepertinya, memang semakin banyak hal yang tak dapat dipercaya dalam hidupnya sejak datangnya surat-surat itu. Mulai dari insiden terlemparnya bola lacrosse, kecelakaan konyol karena sampah plastik di ruang loker, panggilan 'Clary' dari Jefferson, hingga menghadiri pesta TGIF. Semua itu memang tidak dapat dipercaya dan terjadi terlalu tiba-tiba. Tetapi, sepertinya Clarice mulai menikmati dinamika perubahan itu. Ia tahu bahwa hidupnya pasti akan berubah ketika ia bertemu dengan orang-orang baru, dan ia tahu bahwa dua cowok baru yang ditemuinya adalah sosok yang luar biasa.

"Sejak aku menabrak Nicole di ruang loker, ketika pertemuan pertama kami," jawab Clarice sambil mengulum senyum.

Miracle mengangguk-angguk, kemudian berkata, "Clarice always has unique thing when she met someone, right?"

Clarice tersenyum sambil memiringkan kepala, kemudian lanjut membaca sekilas informasi lomba di layar handphonenya.

LOMBA DESAIN SUMMER OUTFIT.

PENDAFTARAN DIBUKA MULAI TANGGAL 22 APRIL, DAN SUBMISI KARYA BERAKHIR PADA TANGGAL 28 MEI. HADIAH: BIMBINGAN PELATIHAN DESAIN BERSAMA PROFESOR DARI HARVARD UNIVERSITY DAN TUNJANGAN PENDIDIKAN DESAIN SEBESAR 30000 DOLAR.

"Batas pengumpulan desainnya masih dua minggu lagi. Ini akan menjadi peluang bagus jika kau bersedia mengikutinya. Aku akan membantu mengurus pendaftaran dan pengumpulannya untukmu," ujar Noah sambil memandang penuh harap kepada Clarice.

Clarice tersenyum lebar ke arah Noah. "Tentu saja aku ikut. Terima kasih."

***

Hi, Clary. How about your head? Does it still feel dizzy? I hope you have a nice day. —Love, Jefferson

Ini sungguh aneh bahwa ternyata teror sticky notenya berpindah haluan ke SMS. Clarice awalnya mengernyitkan kening ketika membaca 'how about your head?'. Bagaimana Jefferson bisa tahu jika kepalanya sedang pusing? Tetapi, Clarice mungkin memang sudah pusing sejak semalam dan Jefferson menyadari itu. Clarice yang membuka handphone di tengah pelajaran Bahasa Inggris yang membosankan mengukir senyum di bibirnya. Mrs. Rose tengah membacakan cerita The Nightingale and the Rose karya Oscar Wilde dengan aksen British yang tegas. Sepertinya, Mrs. Rose tidak akan terlalu peduli jika Clarice membalas SMS Jefferson di laci meja.

Teror sticky note berubah menjadi teror SMS? XD. Btw, bisakah aku menemuimu nanti?

Clarice berusaha kembali memperhatikan Mrs. Rose yang bersusah payah menceritakan kisah The Nightingale and the Rose hingga rahangnya mengeras, tetapi beberapa detik kemudian handphone di tangannya kembali bergetar.

OMG! Kau menganggap itu sebagai teror? <3 OK. Kita akan bertemu di bangku lapangan lacrosse. S U L8R. :v

Clarice tersenyum sambil mengangkat sebelah alisnya, lalu memasukkan handphone kembali ke saku celana kainnya. Ia berusaha memfokuskan pikiran pada pelajaran selama sisa waktu setelahnya.

***

"Hai, Clary," sapa Jefferson ketika Clarice duduk di sisinya. Kemudian, cowok itu melirik menyalakan handphonenya sebentar lalu dimatikan kembali—mungkin untuk melihat jam, karena Jefferson memang tak memakai arloji sekarang. "Ehm ... Waktuku hanya sekitar lima belas menit karena aku harus menghadiri latihan lacrosse nanti. Maaf membuatmu tidak nyaman."

"Lima belas menit? Itu waktu yang lebih dari cukup. Kau pikir kita mau membicarakan apa hingga perlu waktu lebih dari itu?" canda Clarice sambil melepaskan ransel dari bahunya. Kemudian, ia mengeluarkan botol air mineral dari samping tas dan menenggak setengah isi botol tersebut.

"Entahlah. Bicara padamu biasanya mengalir sekali," sahut Jefferson sambil mengedikkan bahu. Clarice mengangguk sekali sambil menutup botolnya kembali. "Kita mau membicarakan apa?"

"Kulihat dari surat yang kau tulis, sepertinya kau memahami sesuatu tentang seni desain, benar?" tanya Clarice.

Jefferson menggaruk tengkuknya sambil tersenyum lebar. "Tentu saja. Aku mengambil kelas Digital Art, antara lain karena aku menyukai desain grafis dan, yeah ... aku selalu fashionable, kau tahu?" ucap Jefferson percaya diri.

Clarice tergelak mendengar hal itu. "Ya, ya, ya. Oke. Jadi, karena itu, aku perlu bantuanmu," ucap Clarice, masih sambil menahan tawanya.

"Dengan senang hati. Apa yang bisa kubantu?" tanya Jefferson.

"Aku mendapat informasi bahwa ada lomba desain kostum musim panas ...."

"Waw ... itu bidangmu sekali. Aku akan membantumu mengurus pendaftaran dan pengumpulannya," tukas Jefferson bersemangat.

Clarice mengangkat alisnya mendengar hal itu. Apakah hanya pendaftaran dan pengumpulan karya yang bisa dilakukan oleh para cowok? Benarkah cowok tidak berguna untuk hal lain? "Hei, dengarkan aku selesai menjelaskan. Pendaftaran dan pengumpulan sudah diurus oleh Noah. Kau tidak boleh mengambil alih tugasnya," ketus Clarice.

"Yeah, baiklah. Sepertinya Noah berarti sekali buatmu." Jefferson menurunkan bahunya.

Clarice memiringkan bibirnya. Mengapa situasinya menjadi seperti ini? Cowok di hadapannya suka sekali mendramatisir. "Semua orang selalu berharga buatku. Baiklah. Deadline lomba itu dua minggu lagi jadi aku harus menyelesaikan desain itu secepatnya. Aku membutuhkanmu sebagai sumber inspirasi dan kritikus desainku," jelas Clarice sambil mengambil buku sketsa A5 dari tasnya.

"Waw ... aku sangat tersanjung jika kau menganggapku seberguna itu. Oke. Bagaimana aku harus mulai menginspirasimu? Coba aku lihat desain summer outfit terbaikmu," ucap Jefferson antusias.

Clarice membuka halaman tengah dari buku sketsa, kemudian menyodorkannya kepada Jefferson. Jefferson langsung memicingkan mata sambil memiringkan kepala ketika melihat desain itu. "Aku ... maaf, aku tidak tahu harus mengkritik apa. Ini terlihat sempurna untukku. Mengapa kau tidak meminta Mrs. Hocken untuk mengkritiknya saja?" tanya Jefferson.

Clarice membelalakkan mata. "Tidak. Kau pastinya tahu betapa menyusahkannya jika kegiatanmu dipantau oleh guru. Apalagi jika ini sebuah kompetisi. Aku tidak ingin mengecewakan banyak orang jika ini gagal. Terlebih lagi, jika ada seorang guru yang tahu, itu akan terkesan memalukan."

"Mengapa kau berpikir itu akan memalukan? Tim lacrosse SD-ku juga jarang memenangkan pertandingan, dan kami semua berlatih di bawah naungan Coach Billy," bantah Jefferson.

"Karena semua orang menuntut kesempurnaan. Jika seorang guru tahu bahwa kau mengikuti sebuah lomba, maka itu akan langsung terhitung bahwa kau mewakili sekolah. Kau masih SD waktu itu. Kau belum menganggap bahwa kompetisi mewakili sekolah adalah beban. Coba saja jika itu terjadi sekarang."

Footnote:

S U L8R= singkatan dari 'See you later'.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro