15. Second Day (3/3)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah itu, mereka hanya menikmati sarapan buatan Felix sembari bertanya lebih lanjut kepada Jeno. Minho hanya diam seolah membiarkan mereka menggali tentang pemuda baru itu dan menghentikan misi mereka sejenak. Dia juga tidak bisa membiarkan yang lain mengatakan progres mereka kepada Jeno.

Feelingnya mengatakan kalau ucapan Jeno semua itu berlawanan.

Tapi, dia tidak bisa mengacaukan pagi mereka. Minho hanya diam sembari memperhatikan yang lain. Minho rasa dari mereka semua yang sama sepertinya hanya lah Changbin dan Hyunjin.

Hyunjin tidak seperti dirinya, adik kelasnya itu banyak bicara, dari kejadian kecil sampai booming, dari bagaimana semut memiliki keturunan sampai guru Biologi Minho yang terkenal galak. Namun, kali ini dia sedkit berbeda.

Dia masih bicara banyak, tetapi tidak sebanyak itu. Namun, cukup membuat yang lain tidak menaruh rasa penasaran pada Hyunjin selain dia dan Changbin.

Semenjak kedatangan Jeno pula, Jisung lebih sering menempel kepada cowok baru tersebut. Yang lain tidak masalah dengan itu sih, justru mereka merasa lebih bagus seperti ini, malah Minho membatin, kenapa dia tidak datang dari hari pertama saja? Jadi dia bisa leluasa berbicara dengan Hyunjin.

Seperti sekarang yang mereka lakukan.

Hyunjin diseret oleh Minho di jam sebelas, saat mereka semua telah tertidur pulas di ruang kesehatan. Supaya adil, mereka bergantian mengambil posisi antara ranjang dan kasur lipat yang mereka bawa. Jeno juga ikut beristirahat di kamar tersebut.

"Ada apa, Hyung?" tanya Hyunjin yang terus mengikuti Minho sampai ke gedung utama dan duduk di ruang kepala sekolah tanpa suara dari sosok yang lebih tua. Minho duduk di kursi kebanggaan, memutar kursi tersebut sebelum kembali melihat Hyunjin.

"Katakan."

"What?" balas Hyunjin dengan tatapan bingung. Apa yang perlu dia katakan sekarang? Mengomel seperti seorang ibu yang memergoki anaknya belum tidur selarut ini? Don't make a joke, yang ada dia yang menjadi anak malang itu di depan kakak laki-lakinya ini.

Minho menghembuskan napas sekaligus membuang emosi sesaatnya, dia dibuat gemas oleh pemuda jangkung satu ini, "Hyung tahu kau daritadi menyembunyikan sesuatu. Katakan." katanya dan tersenyum miring saat melihat reaksi Hyunjin yang sesuai dugaan.

Hyunjin tersentak, bagaimana dia bisa tahu?

"Tidak perlu terkejut. Hyung mengenalmu luar dalam. Hyung sudah pernah bilang, kan? Kalau kau itu tanggung jawab Hyung sekarang, aku tidak mungkin membiarkanmu sendirian dalam kondisi apapun."

Hyunjin mengerucutkan bibirnya, "Memang tidak ada yang bisa kusembunyikan darimu, Ino Hyung." rajuknya sambil mengambil tempat di seberang Minho. Ruang kepala sekolah yang hanya disinari oleh cahaya sang rembulan tidak menyusutkan rasa penasaran Minho.

"Jangan merengek. Kau tidak cocok."

Hyunjin berdecak, pemuda tua ini tidak bisa diajak bermain, hidupnya kaku seperti kanebo kering.

"Jadi, begini, Hyung, kemarin, aku tidak tahu jam berapa, jam satu? Dua? Aku tidak tahu pastinya. Aku terbangun karena mendengar derit pintu terbuka. Padahal tempatku paling jauh dari pintu."

"Aku juga mendengarnya. Tepatnya jam dua pagi, aku sempat terbangun dan melihat jam sebentar. Aku sudah kepalang mengantuk, jadi, aku kembali tidur." potong Minho. Dia kemarin juga posisinya di dekat pintu. Entah apa tujuannya memilih tempat di sana.

Hyunjin sempat melongo kemudian kembali bersuara, "Okay. Skip. Aku beneran terjaga, ternyata yang buka pintu itu si Seungmin. Aku terus ngikutin, dan dia berdiri di gedung kanan koridor laboratorium."

"Buat apa?"

"Ini dia, Hyung pasti juga akan kaget saat tahu." kata Hyunjin dengan menggebu-ngebu.

"Biasa saja tuh."

Hyunjin mendatarkan wajahnya langsung, "Dia berhenti di pojok koridor bersama seseorang. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas seperti apa lawan Seungmin tersebut. Tapi, dia berperawakan tinggi dengan tubuh yang bagus. Pakaiannya serba hitam."

"Oh."

Hyunjin menghela napas, berusaha meredam emosinya yang nyaris ingin melempar kursi tepat ke kepala Minho, berbicara dengan pemuda Lee itu sama dengan menarik ulur emosi bak naik roller coaster.

Dia bisa membuat orang tersenyum dan secepat kilat dia membuat orang itu mengumpat ke arahnya.

"Nevermind. Dia bicara dengan stranger itu seperti sudah kenal sejak lama. Hyung tidak curiga dengan itu?"

"Memangnya kenapa?"

"YA. BISA JADI DIA PELAKUNYA, HYUNG. ATAU TIDAK, MUNGKIN DIA IKUT CAMPUR TANGAN DENGAN INI."

Hyunjin meledak, setidaknya ini pilihan meredam emosi yang paling baik daripada bergulat dengan Minho sampai tidak tahu kapan. Sesuai dugaan, pemuda itu hanya tertawa mendengar teriakannya. Hyunjin kembali duduk di tempat dengan tatapan tajam.

"Itu bukan Seungmin." balas Minho setelah menghentikan tawanya.

Hyunjin menatap tak percaya, "Tidak mungkin. Dari belakang, dia sungguh mirip dengan Seungmin."

"Itu Felix."

"HAH?!"

Minho hanya mengangguk mendengar respon adik kelasnya, "Posisi Seungmin di sebelahku, dia tertidur lelap. Aku sempat mengecek setelah kau pergi kurasa. Hanya ranjangmu dan Felix yang tidak berpenghuni."

"Jadi, Hyung mau bilang kalau Felix menyamar sebagai Seungmin supaya membuatku terkecoh?" kata Hyunjin tak percaya.

Namun, Minho yang tersenyum cukup sebagai alasan supaya Hyunjin merasa lemas seketika.

"Kurasa orang asing yang kau lihat itu, dia adalah Jeno. Bukan tanpa alasan aku mengatakannya, tapi, kita mengeksplor semua gedung di sini, tetapi tidak ada jejak Jeno kemarin. Tidak ada juga yang melihatnya. Dan, dia tiba-tiba berada di depanmu." kata Minho dengan raut serius.

Hyunjin jadi berkeringat dingin di ruang sepi seperti ini.

"Kau harus berhati-hati, Hyunjin. Bisa jadi kau targetnya."

Nah, kan, Hyunjin rasa juga begitu.

"Aku belum bisa membaca tujuannya menampakkan diri, menurutku, dia bukan Jay walaupun dia terlihat seperti Jay. Aku juga tidak tahu kau akan diapakan olehnya. Tapi, kuharap, Hyunjin kau jangan berpergian sendiri. Kalau kau ingin kemana, katakan padaku. Aku akan ke sana bersamamu."

Siapa juga yang akan pergi sendirian setelah dijadikan target? batin Hyunjin nelangsa. Dia meneguk ludah dengan sulit. Aku tidak mau mati semuda ini, sambungnya lagi dalam hati.

"Ayo kembali. Besok kita harus menjalankan misi kembali." kata Minho sambil merangkul Hyunjin untuk kembali ke ruang kesehatan. Hyunjin hanya nurut dengan pikiran acak-acakan. Pintu ruangan tertutup dan menampilkan sebuah kedipan lampu berwarna merah di dekat AC terpasang.

Tanpa mereka sadari, sebuah kamera pengintai terpasang di sana. Sosok yang melihat mereka tersenyum miring dengan kejam.

'Pintar juga anak itu. Lee Minho.'

To Be Continue

Haiii, aku kembali lagi. Hehe, sengaja di-up seminggu sekali. Karna, aku gak kuat untuk rajin nulis.

See ya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro