❬ 10 ❭ Tawa yang Mengudara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sinar mentari tak begitu panas saat ini, mungkin karena hari menjelang sore. Naila dan Liam berjalan seiringan begitu selesai bekerja di Kedai Renjana. Sudah sepuluh menit mereka berjalan bersama, tetapi mereka hanya berdiam diri, tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

"Tidak apa-apa 'kan, kita berjalan kaki?" tanya Liam pada akhirnya yang dibalas anggukan kecil dari Naila.

Selang beberapa waktu, mereka kembali diam. Sejujurnya yang ada dipikiran Naila adalah Grey dan Gary. Perawakan mereka memang sangat mirip, bahkan wajahnya pun demikian. Namun, jika dilihat dari sifat dan gaya mereka, sangatlah berbanding jauh.

Hal ini membuat Naila bertanya-tanya, apakah Gary tetap berpenampilan rapi ketika lelaki itu tidur? Karena setiap Naila menemui pemuda itu, pasti selalu memakai jas kantoran. Gary memang terlihat seperti orang sibuk, tetapi mengapa lelaki itu selalu punya waktu untuk memperhatikan Naila?

"Hey, jangan melamun terus dong," kata Liam terkekeh.

"Eh? Maaf." Naila meringis kecil, gadis itu menyadari bahwa ada Liam di sebelahnya sedari tadi. Sungguh ironi karena ia tengah memikirkan orang lain.

"Kenapa jadi formal gitu? Santai aja," ujar Liam tergelak untuk mencairkan suasana. "Ngomong-ngomong, bagaimana hubunganmu dengan ibumu?"

"Hmm ... Baik kok," balas Naila tersenyum kecil.

"Benarkah?" Liam terlihat tidak percaya, "aku dengar dari ibu-ibu gosip, kau sering dimarahi."

"Hahaha, kau benar-benar penguping yang handal ya." Naila tertawa lepas. "Dulunya memang begitu, tetapi semakin lama sifatnya membaik."

"Syukurlah." Liam menghela napas lega.

Langkah Naila berhenti begitu mereka sampai di gang kecil dimana Liam tinggal. "Sampai jumpa, Liam!" Gadis itu berniat untuk melanjutkan jalannya namun kembali terhenti begitu Liam menyerukan namanya.

"Naila, aku akan mengantarmu pulang lebih dulu," seru Liam berjalan cepat agar kembali beriringan dengan Naila.

"Huh?" Naila terheran, tidak biasanya Liam seperti ini, "tumben sekali. Apa yang merasukimu?"

"Memang harus pakai alasan ya, kalau aku suka mengantarmu?" gurau Liam.

"Bukan begitu," Naila menjeda ucapannya, "aku jadi merasa tidak enak."

"Ah, apa karena kau tidak nyaman berada di sebelahku?" tanya Liam.

"Bukan seperti itu, Liam. Aku takut merepotkanmu."

"Kau tidak merepotkanku sama sekali. Maafkan aku belum semampu orang yang mengantarmu tadi."

"Maksudmu Gary?" Alis Naila terangkat, "astaga Liam, bukan soal itu."

"Iya, tenang saja aku mengerti."

"Liam hari ini kenapa, sih? Aneh banget," ujar Naila heran.

"Aneh? Aku biasa saja kok."

Naila menoleh ke kanan-kiri, matanya tak sengaja menangkap sosok Gary yang tak jauh dari keberadaannya.

"Kenapa diam saja, Nai?" tanya Liam mengikuti arah tatapan Naila. Alisnya bertaut melihat siapa yang ditatap Naila.

"Liam, sampai sini saja ya. Aku mau pulang bareng Gary saja," kata Naila antusias, lantas gadis itu langsung berlari menghampiri Gary.

"Oh? Okay," balas Liam lemas. Jujur, entah mengapa hatinya merasa sakit melihat Naila lebih memilih orang baru itu.

***

Naila terkekeh begitu ia menjumpai Gary. Penampilan laki-laki itu masih sama seperti pagi tadi, selalu saja terlihat formal. Gadis itu berjalan beriringan dengan langkah Gary di sebelahnya.

"Bagaimana dengan kuenya?" tanya Naila membahas kue yang ia beri tadi pagi. Namun, Gary tak kunjung menjawab, lelaki itu nampak termenung memikirkan sesuatu.

"Gary?" Naila mencolek bahu Gary agar menyadari keberadaannya, membuat Gary sedikit tersentak.

"Sejak kapan kau di sini, Nona?" tanya Gary.

"Sejak kau melamun. Oh iya, bisakah kau menyebut namaku? Kita sudah berkenalan tiga hari loh, masa formal terus," ujar Naila berterus terang.

"Harus ya?"

"Bukan harus, tapi wajib!"

"Hmm baiklah, Naila." Gary pun mengalah pada akhirnya.

"Nah, gitu dong."

Gary kembali diam. Pria itu kembali tenggelam dalam pikirannya. Mau tidak mau, Naila harus mengajaknya berbicara lagi.

"Kau mau kemana?" tanya Naila berbasa-basi.

"Tentu saja ke rumah." Gary menjawab tanpa memalingkan pandangannya pada jalanan.

"Bareng ya, kita 'kan searah."

"Bukankah kau bersama temanmu tadi?"

Naila sedikit tersentak. "Jadi kau tau?"

Gary hanya menaik-turunkan bahunya sekilas. Langkahnya berhenti ketika melihat KFC yang sepi pengunjung. Gary berniat masuk ke dalamnya sebelum Naila kembali berucap.

"Hey, kok jadi ke sini? Katanya pulang ke rumah," ujar Naila heran.

"Tiba-tiba aku merasa lapar."

Tanpa pikir panjang, Gary masuk ke dalam sana. Naila yang kebingungan mengekori Gary dari belakang. Mata bulatnya menelisik setiap sudut ruangan.

Sepi.

Padahal ini hari Sabtu. Biasanya KFC menjadi tempat pertama pelanggan sebelum mereka pergi ke Kedai Renjana. Darimana Naila tau? Tentu saja karena biasanya para pelanggan membawa masuk kantung plastik bertuliskan 'KFC' ketika pergi ke Kedai Renjana.

Naila duduk berhadapan dengan Gary. Gadis itu fokus menatap lelaki di hadapannya. Iris mata, hidung mancung, bibir tipis itu ... mengingatkan Naila dengan seseorang.

"Grey," kata Naila tanpa sadar. Matanya tak lepas menatap Gary hingga membuat lelaki itu sedikit risih.

"Namaku Gary."

"Grey," kata Naila lagi. Perlahan tangan mungil gadis itu terulur, hendak menyentuh wajah Gary.

Gary sedikit mundur, ia memegang pergelangan tangan Naila sebelum mengenai wajahnya. "Nona Naila, sadarlah."

"Aku tau kau tidak akan meninggalkanku Grey."

"Nona—"

"Ucapan sampai jumpa itu hanya sebuah lelucon kan? Nyatanya kau masih muncul di hadapanku."

"Naila!" bentak Gary menggema karena keadaan KFC yang sepi. Lantas mereka berdua menjadi pusat perhatian para karyawan.

Naila tersentak ketika Gary membentaknya. Bayangan Grey seketika hilang, yang ia lihat sekarang adalah sosok Gary dengan tatapan mata tegas.

"Sudah ratusan kali aku mengingatkanmu bahwa namaku adalah Gary. Aku bukan teman yang kau sebut Grey itu," terang Gary sedikit melembut begitu melihat Naila yang tak berani lagi menatapnya.

"M-maaf, sungguh, maafkan aku." Naila tertunduk merasa bersalah. "Sekarang aku mengerti."

Naila beranjak berdiri dari kursinya, gadis itu berbalik —berniat untuk meninggalkan Gary. Langkah Naila berhenti begitu ia mendengar Gary berucap.

"Aku tidak menyuruhmu untuk pergi, Naila."

***

Dua bulan kemudian, Naila semakin dekat dengan Gary. Ia bahkan tidak ragu mampir ke rumah lelaki itu setiap hari. Ditambah, Susi kini menjadi pribadi yang ramah padanya. Hal ini membuat Naila bahagia. Sangat bahagia.

"Kurasa aku terlalu membebaskanmu."

Gary menggelengkan kepalanya melihat dapurnya kini berantakan. Naila mengusap dahinya yang berpeluh karena sibuk mengaduk adonan roti. Kini perhatiannya tertuju pada Gary.

"Maaf, habis dapur Gary enak banget buat bikin makanan, bahan di kulkas lengkap pula," ujar Naila berterus terang. Memang bukan pemandangan sekali Naila mengotori dapur milik Gary.

"Kali ini aku nggak akan membantumu membereskannya," kata Gary berlipat tangan.

"Ayolah ... Grey 'kan sering membantuku tiap kali aku masak."

"Grey?" ulang Gary memicing tidak suka.

"M-maksudku Gary!" kata Naila cepat. Melihat Gary yang berpenampilan santai membuat Naila khilaf. Ia sudah berjanji tidak menyebut nama itu di depan Gary.

"Hmm." Gary berjalan mendekati Naila, pandangannya tertuju pada adonan di mangkuk, "Ckckck, adonan yang tidak rata."

"Habis Gary tidak punya mixer!" kilah Naila.

"Kata siapa aku tidak punya?" Gary menyeringai kecil, "ada kok, di bawah meja ruang tamu."

Mata Naila melotot kesal, "JADI SELAMA INI KAU MENYEMBUNYIKANNYA DI SANA?!"

"Aku hanya menyimpannya di tempat yang aman."

"Ishh ... Gary!!!" geram Naila, gadis itu mengepalkan tangannya kesal, ia berbalik –berniat menuju ruang tamu.

Gary tertawa kecil. Tidak salah ia pindah ke Indonesia. Kepribadiannya yang dingin berubah begitu bertemu dengan Naila.

Padahal sebelumnya ia tak pernah peduli akan urusan orang lain. Namun baginya, Naila memiliki kasus berbeda. Gadis langka itu luar biasa unik hingga menjadi pusat pemikiran Gary selama dua bulan ini.

"Kurasa aku mulai menyukaimu, Naila."

Naila seketika menghentikan langkahnya begitu tak sengaja mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Gary. Jantungnya mulai berpacu lebih cepat mendengar perkataannya, atau lebih tepatnya ungkapan sebuah perasaan.

"Mengapa kau malah diam layaknya patung seperti itu?" Tanya Gary heran.

"Jadi kau menyukaiku?" tanya Naila memastikan. Ia kembali menghadap Gary.

"Benar Nai, kau yang membuatku memiliki perasaan ini." Ujar Gary menaikan kedua sudut bibirnya.

"Aku akan berusaha menjadi laki-laki seperti yang sering kau sebut itu." lanjut Gary tersenyum yakin.

Naila membalas senyuman Gary. "Kamu tidak perlu menjadi orang lain, menjadi diri kamu sendiri saja sudah cukup."

"Maksudmu?"

"Tetap jadi Gary yang aku kenal. Sebenarnya aku juga menyukaimu semenjak kita bertemu." Ujar Naila tersenyum kecil, Habisnya kau mirip Grey.' lanjut di batinnya.

"Terima kasih telah membalas perasaanku, Naila. Aku berjanji akan membuat hidupmu jauh bahagia dari sebelumnya."

Gary menarik tubuh Naila mendekatinya—merapatkan kedua tubuh mereka. Gary memeluk Naila dengan perasaan lega setelah mengungkapkan perasaannya.

Hati Naila menghangat dipelukan Gary. Dia berharap Gary adalah laki-laki tepat yang menjadi takdirnya.

Setelah pelukan hangat Gary, Naila jadi teringat apa yang akan ia lakukan sebelumnya. Naila harus mengambil mixer di bawah meja ruang tamu itu.

"Ish, gara-gara kamu, aku lupa sedang membuat adonan roti!" ucap Naila kesal.

Gary hanya tertawa melihat wajah kesal Naila. Gadis itu berjalan ke ruang tamu, meninggalkan Gary sendirian bersama adonan roti.

—TAMAT—

Alhamdulillah, akhirnya selesai...

Terima kasih yang sudah menyempatkan waktunya untuk membaca, vote, comment, dan setia mengikuti cerita ini.

Kami; Via, Widya, dan Alexha yang membuat cerita ini untuk event dari CreaWiLi bersyukur karena cerita yang kami buat cepat selesainya. Pas waktu pertama kami dapat temannya kaget dan bingung mau buat cerita apa, sampai akhirnya nulis judul dan premisnya itu udah mepet banget deadline, tapi Alhamdulillah bisa diselesaikan.

Selama proses pembuatannya Alhamdulillah tidak ada halangan, kami mengerjakan dengan kerja sama sampai pada akhirnya cerita ini terbentuk dan selesai.

Kami mengucapkan banyak terima kasih buat semua admin dan member CreaWiLi yang sudah mendukung tim Mipanzuzuzu mengerjakan cerita ini, terima kasih atas waktu kalian semua sudah menyempatkan dan setia baca cerita ini. Makasih semuanya, luv-luv all💗💗💗

Salam sayang dari Tim Mipanzuzuzu; vianisafajar, Dyairaa_, dan chaxian_.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro