Arkless : The Dark Demigod [JUARA I]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jantungnya berdetak kencang, menyakiti sang pemilik tubuh. Tangan kanannya yang bebas mencengkram apa pun guna mengurangi rasa sakit yang ada. Badannya terasa sangat sakit, ia merasa tidak mampu berdiri karenanya.

"Suriel, yang malang. Bagaimana kau bisa terus diam saat mereka melakukan itu? " suara itu berbisik penuh penekanan di telinganya, seolah muak menjadi penonton dalam kebisuan. "Dipukuli tiap hari memangnya enak? Kau masokis atau bagaimana? "

"Aku tidak bisa, " ia membalas pelan, bahkan nyaris tidak dapat didengar.

Pada dasarnya Suriel memang tidak bisa berbuat banyak, contohnya dengan membalas perbuatan anak-anak para petinggi akademi. Yang ada ia malah ditendang keluar tanpa rasa hormat, dan justru menyulitkan diri sendiri. Suriel memikirkan semuanya, menghindari resiko sebanyak mungkin.

Ia cerdas, namun lemah. Setiap ciptaan bakalnya memiliki kelebihan dan kelemahan, bukan?

.

Ada yang tidak diketahui banyak orang tentang Haruka Suriel Nagashi, sang gadis pemilik tiga suku nama itu. Kenyataan bahwa ia membawa sesuatu yang tidak nyata sejak dilahirkan di dunia. Kepercayaan akan takhayul melemah, namun tidak dapat ditepis keberadaannya. Suriel salah seorang yang mampu mendengar mereka.

"Injak tali sepatunya sambil menghadap depan, lalu buang bungkus yang ada di tanganmu sambil berjongkok, hihi! "

Tali sepatu gadis di depannya sudah diinjak, kini Suriel melihatnya tidak mampu mengendalikan keseimbangan dan ia bergerak menyamping untuk membuang bungkusan kue kering di tangannya.

'Brak!

Gadis itu jatuh, dengan dramatis. Bubur yang berada di nampan telah menghias indah paras ayu, dan rambut hitamnya. Bisik-bisik mulai terdengar, hal itu membuat senyuman Suriel merekah.

"Siapa yang berani melakukan ini?! "

Suriel berdiri, menepi, diantara gerombolan siswa. Hyda, gadis tadi, mulai berteriak merah pada siapa pun. Tidak ada yang hendak mengaku, tentu saja.

"Oh, tali sepatunya! " Suriel berbisik ke salah satu siswa, lalu kembali bergeser. Ia bersembunyi kembali hingga acara ini berakhir.

"Itu ulah tali sepatumu! "

Hyda melotot, namun tidak bisa membalas. Wajahnya memerah sepenuhnya karena malu, dengan kesal ia melangkah pergi meninggalkan area kantin. Bersamaan dengan itu bel berbunyi, membuyarkan para penghuni kantin.

Suriel melangkah pelan menuju kelas. Hal ini merupakan yang pertama buatnya, keberhasilan mempermalukan salah satu gadis yang selalu memukulinya adalah hal baik buat dirinya. Awalnya Suriel sendiri menolak suara-suara asing yang membisik ngeri di telinganya, namun mereka kini menjadi kekuatan Suriel.

Hari ini pula pengumuman hasil ujian akhir tahun diumumkan. Suriel menjadi siswa pertama yang menengok deret nilai di papan pengumuman, dan mendapati dirinya masih setia berada di atas sana.

1. Haruka Suriel Nagashi

Kaleng minuman dingin yang ada di tangannya sudah setengah kosong. Suriel menatap langit jeruk yang dibubuhi warna merah, sembari meneguk isi minuman kaleng itu. Hela nafas dihembuskan, dengan kedua mata terpejam ia mulai mengingat apa saja yang telah ia lakukan.

Ingatan-ingatan berputar, Suriel menepuk pundaknya yang lelah lalu mengubah posisi menjadi duduk. Menyandarkan punggung pada tubuh pohon, dan memindahkan tas marunnya ke pangkuan.

Suriel mengingat kenapa semua orang melihatnya. Antara iri, kasihan, benci, atau juga kagum. Selalu ada yang dimiliki oleh gadis sepertinya. Ia tidak memiliki keluarga, harga, ataupun kedudukan. Suriel juga bukan gadis kuat.

Namun ia memiliki dirinya yang penuh dengan pengetahuan, ia cerdas, dan perkiraannya nyaris tidak pernah meleset. Semua orang menginginkan hal itu, dan Suriel memilikinya karena kelemahan itu ada padanya, memaksa gadis itu memunculkan kekuatan sejatinya.

.

"Suriel? "

Suriel kecil menoleh, mendapati dirinya dipanggil oleh gadis kecil seumuran. Ia memiliki surai keemasan yang berkilau, memegang tongkat setinggi diri berwarna silver. Penampilan yang cukup unik, untuk menggerakkan kecurigaan Suriel kecil.

"Kau itu apa? " pertanyaan itu terlontar dari bibir mungil Suriel. "Seperti yang ku dengar! Suriel sangat pintar, ya? "

Surai hitamnya diusap lembut, Suriel menatap lugu sosok bocah kecil itu. Meski mesti dicurigai, Suriel merasakan bahwa ia bukanlah orang jahat.

"Matamu juga cantik, seperti permata, " ia berkomentar, menatap sepasang bola mata biru milik Suriel. "Ini ya, yang membuatmu menjadi istimewa? "

"Aku istimewa? "

Lawan bicaranya mengangguk, lalu tersenyum. "Buktinya kau mampu melihat, bahkan berinteraksi dengan kaum kami. "

Suriel kecil kembali waspada setelah mendengar kata 'kaum kami', membuatnya harus menjaga jarak kembali. Namun gadis kecil yang menjadi teman bicaranya itu tidak membiarkan hal itu, ia bergerak maju, mendekat kembali pada sosok Suriel.

"Kami tidak jahat, kok, " ia tersenyum kecil. "Hanya penasaran padamu, karena kemampuanmu itu. "

"Kalian itu apa? "

Ia menggeleng sebagai balasan. "Ini belum saatnya kau tahu soal kami, Suriel. " Mengetahui Suriel kecil yang dipenuhi rada penasaran nakalnya protes, ia terlebih dahulu melanjutkan, "tapi kami bakalnya selalu ada di sisimu. Dan ketika saatnya tiba nanti, kami akan memanggilmu untuk bersanding dengan kami. "

"Para De-"

.

"Hah! " Suriel menggerakkan bola mata penuh kebingungan. "Lagi-lagi terpotong. Itu sebenarnya apa? "

Suriel selalu mendapat mimpi yang sama, mimpi yang terasa begitu nyata, namun tidak dapat diingatnya. Bunga tidur yang berhenti di saat yang sama, membuatnya tidak pernah mengetahui keseluruhan isi cerita. Suriel menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, dan mengubah posisi menjadi duduk.

Tangannya terangkat, dengan lihai jari-jari kurus miliknya membenahi tatanan rambut. Suriel merenggangkan tubuh sejenak setelahnya, lalu membuka lemari untuk mengambil pakaian yang akan dipakai hari ini. Sebuah kemeja putih panjang, dengan rok sepanjang lutut berwarna kuning cerah bermotif kotak-kotak. Dengan itu ia memasuki kamar mandi.

Setelah menyelesaikan mandinya, Suriel menatap pantulan dirinya di kaca, dan mulai mengikat pita pada lehernya. Tidak lupa memakai rompi senada dengan rok kini. Semua buku pelajaran hari ini telah siap di dalam tas, Suriel tinggal mengambil jatah roti miliknya di ruang makan asrama.

Menatap pantulan diri di cermin, gadis itu mendapati lebam samar, di daerah sekitar pelipis. Namun mata sewarna langit itu masih bersinar indah, bahkan saat ia sedang bersedih. Kulitnya yang merona alami menjadi tampak serasi, dengan bibirnya yang dipoles sedikit warna. Gaya rambut kali ini sederhana, hanya satu ikatan tinggi, dengan kuncir merah gelap.

Pagi-pagi ruang makan asrama tidak begitu ramai, makanya setiap hari Suriel lebih suka bangun lebih pagi. Begitu jatah makan berada di tangannya, Suriel bakal menyusuri asrama, menuju perpustakaan. Ia banyak menghabiskan waktu di sana, terus mencari tanpa tahu apa yang dicarinya.

Suriel tidak memiliki tujuan pasti. Apakah ia menginginkan kecerdasan? Tidak. Ia telah memilikinya. Apakah ia menginginkan hal lain? Entahlah, hal apa yang diinginkannya begitu sulit diwujudkan.

Jalan yang bakal dipilihnya mampu dilalui dengan sangat mudah, ia meyakini hal itu lebih dari apapun. Suriel mampu masuk ke perguruan tinggi mana pun, bukan hanya di tempat tinggalnya kini. Ia mampu merangkul dunia bersamanya.

"Apa kau mau lanjutkan yang kemarin? " bisikan itu kembali terdengar, Suriel menanggapi dengan melangkah mantap menuju salah satu rak.

Buku yang tebalnya sekitar delapan centi itu ditariknya keluar. Tulisan yang dicetak besar-besar dengan huruf kapital terlihat di sana. 'DEMIGOD' kata itu terbaca jelas, Suriel tersenyum lalu melangkah menuju dalah satu bangku. Pita merah yang menjadi penanda halaman ditariknya, Suriel mulai terfokus kembali pada dunianya.

.

Konon kisahnya terjadi sebelum dunia terbentuk, jauh sebelum bumi tercipta, terdapat sebuah dunia yang disebut Arkless. Tempat para manusia dan dewa tinggal. Dua kaum yang berada di tempat yang sama, namun berbeda cara hidup dan cara memandang sesuatu.

Arkless adalah tempat yang diciptakan oleh lima Demigod. Mereka adalah makhluk yang tercipta dari hubungan terlarang antara dewa dan manusia, di masanya. Ruby, Appolion, Syoa, Violletta, dan Shashien mereka adalah kelima demigod yang menciptakan tempat itu.

Tujuannya adalah satu, menghapus jarak di antara dewa dan manusia, membuat mereka menyatu. Namun nyatanya hal itu tidak dapat terjadi. Dewa memiliki tempat sendiri dalam tatanan kehidupan semesta, dan manusia hanyalah makhluk yang menjalankan tatanan itu. Dan tidak ada yang mampu menghapus aturan mutlak itu.

"Shashien, kawanku, mungkin biarlah mereka berjalan begini saja, " Appolion mengungkapkan, lalu kembali menatap para dewa dan manusia yang sedang berinteraksi. "Kesatuan semua makhluk adalah hal mustahil. "

"Tapi aku yakin kita masih bisa. Bagaimana pun yang harus diubah adalah derajat para dewa. Kekuatan mereka harus dihapuskan agar mereka menjadi sama, " Shashien membalas.

Appoilon mengerutkan dahi, "tidak. Itu bahanya buatmu. Kau akan kehilangan kontrol atas dirimu saat harus menjadi wadah kekuatan sebanyak itu. "

Hal itu juga tidak disetujui ketiga demigod lainnya. Namun Shashien memiliki keyakinan yang berbeda dan melanjutkan apa yang direncakannya saat itu juga. Hari itu pula terjadi kekacauan di Arkless. Para dewa yang kehilangan kekuatan awalnya nampak baik-baik saja, namun mereka menguap bagai abu dikemudian hari.

"Shashien, kau harus menghentikan ini. Atau kami yang akan menghentikanmu. "

Ungkapan itu dirasa percuma karena Shashien kini tidak mampu merasakan dirinya. Shashien dikendalikan oleh kekuatan yang berada dalam dirinya, bagai sebuah boneka. Karena itu, keempat demigod lainnya dengan terpaksa menyegel Shashien, dan mengurungnya di lembah ilusi.

.

Suriel menutup buku itu, memikirkan akhir dari kisahnya. Tidak bahagia, namun juga tidak begitu menyesakkan. Dalam benak terpikir, apakah hal itu dikarenakan kisahnya memang belum benar-benar berakhir?

Buku itu tidak menjelaskan tentang rincian kisahnya. Namun karena diletakkan di rak sejarah, Suriel meyakini buku ini menganut kepercayaan kaum terdahulu mengenai kisah dewa, dan bukan buku fiksi semata. Tidak jelas pula penulis dan penerbitnya, seperti buku yang diterbitkan sembarangan.

Tapi entah kenapa menimbulkan suatu efek pasti buatnya. Suriel merasa harus tahu mengenai akhir kisahnya, bahkan merasa ingin berada dalam dunia itu untuk menjadi akhir bagi kisah ini. Rasa aneh itu membuat dadanya terasa sakit, gadis itu dengan sesegera meletakkan kembali buku, lalu meninggalkan perpustakaan.

Dalam benaknya ia memikirkan Shashien. Opsi-opsi yang menjadi penguat alasan Shashien, bertahan pada satu keyakinan yang bahkan ditentang oleh demigod lainnya, muncul memenuhi kepala Suriel. Suriel menolak klaim bahwa Shashien adalah tokoh antagonis yang ingin memporak-porandakan Arkless.

Gadis itu angkat bahu, ia menepis semua pikiran yang hinggap, dan menyakiti kepalanya. Ini saatnya kembali pada kenyataan. Bersamaan dengan itu, sosok Hyda muncul dengan teman-temannya menghalangi jalan menuju gerbang akademi. Suriel menghela nafas kasar, lalu melangkah mundur sambil mengeratkan pegangan pada tas ranselnya.

"Pagi yang indah, ya, pecundang. "

.

-Suriel POV-

"Pagi yang indah, ya, pecundang."

Ketika aku ingin berjalan ke depan gerbang, Hyda dan gengnya menghalangi jalanku. 'Hah... Mereka lagi. Apa mereka tidak bosan menggangguku setiap hari menggangguku'. Aku bergumam sambil menatap mereka dengan malas.

"Hyda, kenapa kamu di sini? Ini sudah mau bel masuk sekolah..."

"Heh... Ternyata pecundang sepertimu bisa berbicara seperti itu padaku, ya?" ia menyipitkan mata, mengancam.

'Suriel, 20 meter ke depan seorang guru berjalan ke arah sini.' Sebuah suara berbisik di telingaku Begitu? Sepertinya ini akan jadi menarik. Tanpa sadar aku membentuk senyuman di bibirku.

"Sudahlah jika kalian ingin di sini, aku pergi dulu. Aku tidak mau diomelin guru karena membolos, bye ...." Setelah beberapa meter berjalan, aku mulai menjalankan rencanaku.

Setelah melewati Hyda dan gengnya, aku memiringkan kakiku, pura-pura terjatuh dan berteriak. "Aduh!"

'3... 2...1... Mulai!'

Guru yang hendak memasuki gerbang berbalik, berjalan cepat ke arahku, dan mulai berbicara."Hey! apa yang kalian lakukan di depan gerbang sekolah!?" bentak pria tua itu sambil mengacungkan telunjuk, menunjuk Hyda dan dua kawannya.

"Ti-tidak, Pak. Dia! Si Suriel itu jatuh sendiri!" Hyda mulai menjelaskan dengan panik.

"Sudah jelas kalian semua sedang membully seseorang, masih mau menyangkal ya?!" pria itu menyipitkan mata tidak suka, lantas tatapannya beralih padaku, yang masih dalam posisi duduk. "Nak Haruka, apa kamu tidak apa-apa?" Guru itu berjalan ke arahku dan membantuku untuk berdiri.

"Tidak apa-apa pak, terima kasih." Aku berdiri, sambil membuat wajah seperti orang yang sedang di bully. Begitu ketakutan, dan sedih.

"Ya sudah, lebih baik kamu masuk dulu ke kelas ya. Untuk kalian, ikut bapak ke ruang BP!"

Melanjutkan kembali jalanku, aku hanya melihat mereka dengan senyum mengejek. Ketiga gadis di sana tentu saja tidak melihat senyum yang aku tujukan buat mereka. Aku meminimalisir segala hal, termasuk pertengkaran konyol yang menghabiskan waktu.

Kalian terlalu percaya diri, untuk melawan aku yanh sekarang. Terkhusus buatmu, Hyda.

.

Saat ini aku sedang berjalan di lorong akademi menuju kelasku. Aku masih tetap berjalan tanpa memperdulikan ocehan-ocehan di sekelilingku. Mereka memberi ruang, namun tempat ini terasa begitu sesak karena ucapan-ucapan yang ditujukan untukku.

'Hey Suriel, mereka sangat menjengkelkan. Kenapa kamu tidak membalas mereka?' Bisik suara di telingaku. Aku menghela nafas kasar, lalu menjelaskan. "Sudahlah, aku terlalu malas untuk berurusan dengan mereka." Aku hanya menjawab dengan nada malas.

Tanpa sadar, setelah beberapa obrolan ringan yang kami lakukan, aku sudah tiba di depan pintu kelasku.

Bergegas, aku mulai membuka pintu kelas dan disambut oleh 85% tatapan kebencian dan sisanya hanya memandangku dengan iri.Tidak memperdulikan mereka, aku berjalan ke arah mejaku yang berada di urutan paling belakang di samping jendela.

Tiba di depan mejaku, aku bisa melihat beberapa coretan makian dan hinaan yang ditulis menggunakan spidol. Kata-kata tidak pantas terukir di sana hampir setiap hari. Ya, anggap saja aku adalah salah satu korban bully.

'Hah....' Menghela napas, aku mengeluarkan sapu tangan dan membersihkan mejaku.

Setelah bersih, aku duduk dan mulai melakukan rutinitas harianku selama berada di kelas. Tidur, ini juga salah satu penyebab kenapa mereka memandangku dengan tatapan penuh kebencian.

Kenapa aku yang hanya tidur di setiap pelajaran, tetapi masih bisa menempati peringkat 1 dalam semua mata pelajaran.

'Suriel, kenapa kamu selalu tidur? Bukannya ada hal yang lebih baik kamu lakukan. Seperti balas dendam?'

"Diamlah, sudah ku bilang berkali-kali. Aku hanya malas menghadapi mereka. Sudahlah, aku tidur dulu. Jangan ganggu aku!"

'Hahh... anak ini. Eh.. Begitukah? Sepertinya sudah tidak ada waktu lagi. Sudah saatnya kamu kembali kesana, Sha-'

Tidak jelas apa kalimat terakhir yang diucapkan suara tersebut, aku mulai kehilangan kesadaranku dan tertidur.

.

Setelah aku terbangun, aku sudah berada di sebuah ruangan putih dengan lima kursi yang mengelilingi sebuah meja bundar.

'Ughh.. Dimana ini? Kenapa kepalaku sangat sakit sekali?'

"Akhirnya tiba juga saatnya ya. Selamat datang kembali Haruka Suriel Nagashi." Sebuah suara yang begitu akrab, bergema di telingaku.

Tanpa sadar, aku menoleh ke arah suara itu, dan melihat 4 sosok indah yang sangat jauh dari standar kategori keindahan manusia.

"Si-siapa kalian? Kenapa aku ada disini?!" Aku dengan panik bertanya pada mereka.

"Tenanglah Suriel, kamu sekarang berada di alam dewa. Untuk apa kamu berada disini, kami akan menjelaskannya nanti secara bertahap." Kata salah satu dewa lelaki dengan penampilan seperti sosok elf, yang pernah aku baca di novel-novel fantasi.

"Benar sekali itu Suriel-chan. Sepertinya kamu masih belum ingat tentang masa lalumu." Kata salah satu gadis berambut putih, dengan tatapan menggoda yang diarahkan kepadaku.

Melihat tatapan itu, aku hanya bisa menggigil ketakutan. Tatapan itu tidak seperti tatapan kebencian yang selalu diarahkan padaku. Tetapi, sebuah tatapan penuh nafsu yang membuat instingku berkata penuh peringatan. 'Bahaya! gadis ini sangat bahaya! lebih baik aku tidak dekat-dekat dengannya.'

"Jahat sekali kau Suriel-chan." Dia menjawab apa yang aku pikirkan.

'Apa! apa dia bisa membaca pikiranku?!' Aku panik dan mulai waspada terhadapnya.

"Aduhh.." Tiba tiba salah satu wanita dengan sosok Onee-san memukul kepala gadis itu, yang menyebabkannya meringis kesakitan.

"Diamlah Ruby! Jangan terus-terusan menggoda setiap kali ada gadis imut di depanmu." Onee-san itu mulai mengomeli gadis yang bernama Ruby.

'Ternyata dia Lesbi kah..'

"Ya sudah Violleta-chan. Huh, kamu gak asik. Maaf ya Suriel-chan. Tapi jika kamu butuh sesuatu tentang masalah cinta, bilang saja ke aku. Pasti aku yang cantik ini akan membuatmu terpuaskan. Hehe.." Dia melihatku dengan tatapan menggoda.

"Syoa, lebih baik kamu yang menjelaskan kepada Suriel, kenapa dia ada di sini." Ucap Onee-san yang bernama Violleta, kepada salah satu pria yang memakai topeng.

"Baiklah. Seperti yang kamu tahu Haruka Suriel Nagasi. Di sini adalah alam dewa, alasan kami memanggilmu, adalah untuk meminta bantuanmu untuk memusnahkan makhluk yang sudah disegel dalam labirin terbesar, di dunia yang kami ciptakan yaitu Arkless. Labirin itu bernama God Abys, disana terdapat salah satu tubuh teman kami yang sudah kami segel. Sudah 5000 tahun dia disegel disana, kini segel itu melemah dan akan terbuka dalam beberapa bulan lagi. Dengan kemampuan spesial matamu itu, kamu harus memusnahkan tubuh itu agar dia tidak dapat menghancurkan dunia Arkless." Pria yang bernama Syoa itu menjelaskan kepadaku secara panjang lebar.

"Tu-tunggu dulu. Kenapa aku harus membantu kalian?! Aku hanya gadis biasa, biarpun aku bisa mendengar suara-suara aneh, tapi aku tidak memiliki kekuatan lain!" Aku membantah sambil menjelaskan kepada mereka.

"Sepertinya kamu masih tidak mengetahui kekuatan asli dari matamu itu, ya? Suriel, apakah kamu pernah mengalami suatu kejadian yang berhubungan dengan matamu?"

Atas pertanyaannya itu, aku mulai mengingat-ingat kembali apa yang kualami ketika kecil. "Benar! saat aku berumur 6 tahun, aku merasa pusing dan tiba-tiba mataku mulai sakit, saat itu aku hanya bisa melihat garis-garis hitam seperti retakan cermin."

"Garis itu memvisualisasikan garis-garis gelap yang dekat pada permukaan sebagian besar objek, yaitu garis kematian." Jelasnya.

"Garis kematian?" Atas penjelasannya aku hanya bisa bingung.

"Garis kematian, jika mereka dipotong, mereka dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat pecahkan pada objek. Dan untuk matamu sendiri bernama Mystic Eye of Death Perception. Mata mistik ini, memperbolehkan untuk melihat dan memotong garis-garis yang menggambarkan nyawa yang ada di sebua benda dan makhluk hidup yang ada di dunia ini."

"Jadi ada intinya, dengan mata ini, aku bisa membunuh apapun asalkan aku bisa memotong garis-garis kematian ini ya?" Aku mulai mengerti dengan kemampuan mata ini.

"Seperti yang diharapkan dari orang terpintar di bumi, kamu bisa mengerti dengan cepat. Tapi untuk sekarang, kamu masih tidak bisa mengendalikan kekuatan mata itu. Maka dari itu, kami di sini akan memberikan sebuah berkat agar kau bisa dengan bebas menggunakan mata itu. Untuk penggunaanya sendiri itu tergantung padamu, apakah kamu bisa membuatnya bermanfaat atau malah menghambatmu."

"Baiklah, aku terima permintaanmu. Tapi, apa keuntungannya buatku?"

Untuk saat ini aku menerima permintaan mereka, karena sepertinya ini akan jadi lebih menarik. Namun masih ada keraguan singgah, dengan sigap aku menepis semua keraguan itu.

"Untuk keuntunganmu sendiri, setelah kamu berhasil mengalahkan tubuh itu, kamu bisa menempati salah satu kursi yang kosong di tahta dewa. Dan juga...." Syoa mulai menjelaskan beberapa keuntungan jika aku menerima permintaan mereka.

"Baiklah, sepertinya ini akan jadi menarik. Kapan aku mulai?"

"Untuk sekarang kamu bisa berdiri dulu di altar sebelah sana. Kami akan mulai melakukan pemberian berkah, agar kamu dapat mengendalikan mata mistik itu."

Atas perintahnya itu, aku mulai berdiri di altar. Dan keempat sosok itu mulai mengelilingiku.

"Aku, Ruby White. Sang penjaga yang mencintai semua makhluk, memberikan berkahku kepada Haruka Suriel Nagashi."

"Aku, Syoa. Sang penjaga bima sakti, memberikan berkahku kepada Haruka Suriel Nagashi."

"Aku, Violleta Anatasya. Sang penjaga kegelapan dan bulan, memberikan berkahku kepada Haruka Suriel Nagashi."

"Aku, Apollion. Sang penjaga segala kehidupan, memberikan berkahku kepada Haruka Suriel Nagashi."

Setelah mereka selesai mengucapkan kalimat masing-masing, aku merasakan rasa sakit yang sangat parah di kepalaku.

"Akh!" Aku menjerit kesakitan.

Rasa sakit ini bahkan melebihi saat aku berumur 6 tahun. Pandanganku juga mulai berubah-ubah, dari normal menjadi sebuah garis-garis berwarna gelap yang sangat tidak beraturan.

"Akh! Apa-apaan tadi!? Kenapa rasanya sangat sakit?!" Aku membentak mereka dengan marah, tubuhku kembali oleng. Aku terbatuk, lalu kembali menyeimbangkan tubuh.

"Maafkan kami Haruka Suriel Nagashi, sebenarnya kami pun tidak menyangka bahwa efek sampingnya akan separah ini."

"Sudahlah! Jadi kapan aku bisa mulai?" Aku dengan tidak sabar bertanya pada mereka.

"Baiklah, kami akan mengirimkanmu ke labirin itu, agar kamu bisa terbiasa dengan kemampuanmu itu."

"Hmph! Baiklah."

"Aku yakin kau mampu menjalankan tugas ini Haruka Suriel Nagashi, kawan lamaku...."

"Kawan lama? Apa maksudmu kawan lama? Apa kita pernah bertemu? Akh! " Tanpa bisa menyelesaikan kalimatku, aku mulai kehilangan kesadaran dan pandanganku mulai gelap.

-Third POV-

Di sebuah labirin yang gelap, sesosok gadis berambut hitam sedang terbaring tanpa pertahanan. Sosok gadis itu adalah Haruka Suriel Nagashi.

"Ukh.. Kepalaku sangat saki, jadi yang tadi itu bukan mimpi ya?" Suriel bergumam sambil memegang kepalanya menahan rasa sakit.

Suriel menegakan badannya yang kecil itu dan mulai menggebas-gebaskan debu di tubuhnya. Ia terbatuk sejenak, lalu mulai menghela nafas.

Melihat sekeliling dia mulai berbicara kepada diri sendiri. "Hmm.... Jadi ini ya labirin yang dibicarakan oleh mereka itu. Sepertinya ada yang mulai mendekat. Baiklah, mungkin kalian bisa menjadi kelinci percobaan untuk kemampuanku ini."

.

"Labirin ini cukup menakutkan dan menegangkan," guman Suriel sendiri.

'Tap tap tap

Ada yang datang, apa itu musuh?! Suriel menatap arah datangnya suara dengan waspada. Bagaimana jika yang dikatakan dewa tadi bohong? Bagaimana bisa tau kalau tidak dicoba?

Suriel menajamkan pendengaran dan penglihatannya. Mata birunya sangat tajam, hingga mampu menelisik seluruh bagian yang ada di sekeliling.

Langkah itu semakin dekat, menyebabkan Suriel makin waspada. Ini akan menjadi bukti sekaligus pengorbanan, apakah ia bisa atau akan mati mengenaskan. Ya kita lihat saja nanti.

Oh ayolah aku butuh suara itu!Mengapa dia tidak muncul memberiku arahan. Ia membatin frustasi, berharap para demigod membantunya sekali lagi.

Suriel menegang. Dia musuh atau idol kpop, sih? Bagaimana bisa seorang yang datang ke hadapanya sangat tampan dan menawan, ini buruk.

"Wanita licik ini!"serunya kepada Suriel

"Hah?!" balas Suriel kesal. Ia bahkan belum pernah bertemu laki-laki itu, tapi saat melihatnya ia langsung berkata demikian?

"Kau si sialan itu, yang dengan beruntung nya bisa menjadi sangat kuat, hanya dengan karunia sesat itu!"celetuk pria itu dengan bringas, berniat meremehkan.

"Kau bicara apa?!"

Bodoh! Suriel memang bodoh, untuk beberapa hal. Ia lemah, percuma juara namun dibenci banyak orang karna kecerdasannya. Seharusnya Suriel tak memperlihatkan ketidaktahuan nya oleh musuh. Kini ia menyesal.

"Heh, seharusnya gadis sepertimu tidak cocok, sangat bodoh dan menyedihkan!" ejeknya.

"Aku tidak suka dengan gayamu, kau benar-benar tak bisa menghargai orang lain." papar Suriel jujur.

Tanpa di sadari Suriel sendiri, mata birunya semakin gelap, tatapan tenangnya berubah membunuh. Tiba-tiba tubuhnya sangat bersemangat untuk melakukan sesuatu.

"Jangan tatap aku dengan tatapan bodohmu itu!" serga pria tadi, ia melihat sorot mata biru itu dan mulai merasakan aura membunuh yang kuat dari matanya.

"Aku mencium bau ketakutan di sini. "

Suriel berbicara dengan nada buas, tatapan mata pun tak kalah seram dari amukan para demigod. Suriel menutup matanya, menghirup dalam-dalam udara sekitar, ia juga tidak sadar, bahwa ia sekarang menghirup aroma kekuatan lain.

"Mangsa!" guman Suriel.

Pria tadi dengan gerakan secepat kilat menyerang Suriel dengan pedang perak panjang. Di saat bersamaan, Suriel sudah memasang kuda kudanya sejak tadi, ia tak akan kalah pikirnya.

Pedang itu di tangkisnya dengan kekuatan Suriel yang ntah dari mana datangnya. Suriel kini di kuasai kekuatan besar yang tak lagi mampu ia pungkiri. Gadis itu seperti boneka dirinya sendiri, ntah apa yang membuatnya seperti ini.

"'Crak

"Dasar gadis bodoh! Ini bukan kau kan? Memang kau tak pantas, dan ya! Aku simpati melihat nasib malang mu!"

Pedang pria itu melukai lengan kiri Suriel, darahnya keluar sangat banyak. Kepala Suriel merasa pusing, kekuatan ini tak sebanding dengan kondisi tubuh nya yang susah tidak kuat lagi.

.

"Suriel!"

"Ah siapa itu?" Suriel mencari sumber suara, suara itu sepertinya dia kenal. Tapi siapa?

Dimana aku? Bukannya aku sedang bertarung? Dimana pria tadi?

"Suriel JANGAN!"

Suriel mengedarkan pandangannya kesegala arah, teriakan itu tak asing dan mengerikan, itu teriakan ketakutan. Kenapa dengan Suriel?

"Mama!"

Suriel berlari ke arah seorang wanita paruh baya yang ia kenal sebagai orang yang telah melahirkan dirinya. Selama ini, untuk waktu yang lama, Suriel tidak ingat tentang betapa indahnya kehidupan masa kecilnya.

Namun sesampainya ia ke wanita itu, Suriel sangat terkejut wanita itu berlimpahan darah di tubuhnya dan susah lemas tergeletak di lantai. Seluruh tubuh Suriel bergetar, lututnya lemas hingga ia terjatuh.

"Apa yang terjadi?" tangis Suriel.

Suriel melihat langsung kematian yang menyedihkan, ironi hidup ini, kenyataan pahit yang harus ditelan bulat bulat oleh gadis cantik bermata biru ini.

Tiba-tiba semua kabut hilang, pria tadi dilihatnya tengah menyeringai penuh kemenangan, di depan sana.

"Sudah siap berkelana, nona bodoh?" racau pria tadi.

Suriel bangkit dengan mata biru nan dingin itu. Suriel geram, ia langsung melesat cepat ke hadapan pria tadi. Dengan gerakan cepat tadi Suriel sudah mengumpulkan kekuatan. Seketika pria tadi ambruk dengan mengenaskan.

Suriel hanya mengarahkan tangan kanan nya tepat di jantuk pria sialan tadi, dan seketika jadi seperti ini.

"Aku tidak suka dikatakan bodoh, ini ganjaran buatmu."

Suriel untuk ke tiga kalinya melihat sebuah kematian, sekarang Suriel merasa bahwa tubuhnya semakin kuat. Cahaya biru mengelilingi dirinya, lalu hilang bagai kabut. Tidak lama ia menyadari sesuatu, dan gadis itu melotot.

"Astaga!" teriak Suriel histeris, wajahnya menjadi pucat. "Oh, ya ampun, apa yang ku lakukan? Bagaimana ini? Apa dia mati?" jeritnya sembari berjongkok dan menyenggol sang pria malang tersebut.

"Dia mati!?"

Suriel masih kaget dengan kejadian tadi, ini membuatnya lemas. Siapa Suriel yang sebenarnya? Seumur hidup bahkan ia tak punya niatan membuhun siapa pun. Namun sekarang dengan tangannya sendiri Suriel membunuh pria tadi.

Menyusuri labirin yang sangat gelap tanpa arah juga tanpa tujuan, dan mungkin Suriel hanya berputar putar saja. Sampai-sampai kaku seluruh bagian kakinya. Betis, paha, otot! Semuanya termasuk anggota tubuh lain dan tak kalah penting. Oh! Pikirannya juga lelah.

"Akh! Dasar dewa-dewa sialan! " Suriel mengamuk sendiri, memaki angin. "Ini semua karna kalian! Badanku sakit semua, aku lapar, dan satu lagi! Jika kalian mengirimku ke sini sebaiknya beri petunjuk agar aku bisa keluar! Akh! Lengan ku perih! " omel Suriel sambil berjalan.

"Aku ingin ada sedikit cahaya di sini...." Suriel berkata dengan sungguh-sungguh, sambil memainkan tangan kanannya ke depan. Seketika cahaya terang muncul seperti sinar rembulan yang agak redup.

"Hah?! Apa itu?" kaget Suriel tak percaya, dan ia mulai memeriksa tangannya.

Terlalu memikirkan logika, padahal dia berdiri di sebuah labirin yang penuh ilusi saja sudah tidak masuk akal! Pasti yang tadi karena 'berkat' dari dewa yang dikatainya 'sialan' tadi.

Hal yang sama di lakukan lagi oleh Suriel, bedanya ia kali ini sangat berani dan percaya diri, dan kalian tau apa yang terjadi? Percobaan yang kedua kalinya berhasil Suriel lakukan.

Tangannya mengeluarkan cahaya rembulan membuat sekeliling labirin tidak terlalu gelap, dan dapat melihat dengan mudah.

"Kenapa tidak dari tadi!" tawa Suriel sumbang, dasar pintar-pintar bodoh.

Dari kejahuan ada sebuah batu besar berada di tengah jalan, Suriel mendekati batu itu dengan hati-hati. Ia tidak mau seperti tadi, terluka dengan mengenaskan.

Di atas batu itu ada sebuah tulisan. Aku mengendalikanmu, tapi aku dan kamu itu sama, hanya saja aku lebih kuat dari yang kau pikirkan, aku sesuatu yang tak tertandingi, bahkan kekuatan apa pun itu. Katakan!Jawabannya ada padamu. Kening Suriel berkerut. Apa ini sebuah teka teki, atau jebakan Batman?

Apa yang dimaksud teka teki itu? Bagaimana bisa mengendalikan di dalam satu tubuh? Sesuatu apa yang kuat dan tak tertandingi?

Apa yang harus di lakukan Suriel? Biasanya akan ada bisikan yang memberinya petunjuk atau pun banyak pikuhan untuknya.

Apa sesuatu itu? Pikir Suriel sekali lagi.

Masih setia di depan batu itu, tanpa bergerak sesenti pun. Apa yang sangat istimewa di tubuh Suriel? Jawabanya tak ada. Kaki? Tangan? Matanya? Wajahnya? Otaknya?

Apa yang kuat bahkan perasaannya pun tak cukup kuat. Sesuatu yabg mengatur adalah otak, yang sangat kuat tentang otak itu ingatan, apakah ini istimewa?

Suriel harus terus berpikir, ia harus berhasil bagaimana pun caranya. Detik selanjutnya Suriel menjentikan jarinya, dapat sebuah asumsi dari beberapa buku yang Suriel pernah baca.

Pola pikirmu menentukan sikap dan perilakumu, entah itu buruk atau baik, pemikiran akan membawa mu ke suatu tempat.

"Ah! mungkin itu jawabanya dari 'aku mengendalikanmu, tapi aku dan kamu itu sama, hanya saja aku lebih kuat dari terduga, aku sesuatu yang tak tertandingi bahkan kekuatan apa pun itu. Katakan! Jawaban ada di kamu', dan benar jawabannya adalah 'pikiran dan diri mu sendiri'! "

Setelah melontarkan jawabanya itu haru merasa ada yang sedikit berbeda dari suasana labirin, tempat ini makin senyap dan gelap.

Sebenarnya Suriel tidak tau apa jawabnya benar atau tidak. Namun, mungkin keadaan labirin ini bisa menjadi petunjuk. Semakin lama berjalan Suriel dapat merasakan ada seseorang yang mendekat, tentu saja belajar dari kesalahan, Suriel memasang perlindungan dan bersiap untuk melakukan serangan. Ya, pelan-pelan ia sudah terbiasa dengan adanya kekuatan aneh di tubuhnya.

"Hey!" panggil seseorang pada Suriel, pundaknya pun di tepuk dengan lembut.

"Siapa kau?" Suriel kini bertatapan dengan seorang wanita cantik berbaju putih.

Wanita itu memiliki rambut hitam sepanjang betis, dibiarkan terurai indah. Kedua iris sewarna rambutnya menatap Suriel, dalam senyum misterius. Begitu dalam, dan tenang. Hidungnya yang lancip, terlihat begitu serasi dengan wajah tirus dan kulit pucatnya.

Fix kuntilanak. Ia membatin ngeri. Namun gadis itu termenung kembali. Bagaimana bisa ia kalah dengan kuntilanak?!

"Kau ingin keluar dari sini, kan?" Suriel mengangguk, namun masih merasa waspada, mungkin dia juga lawan. Atau..., malah kawan? Entahlah. Tidak ada yang jelas. Kebenaran terasa begitu samar, membuatnya harus tetap siaga dalam keadaan setenang apapun.

"Aku akan membantumu, tapi jawab pertanyaanku!" ucap wanita berbaju putih dengan paras yang cantik namun sangat pucat.

"Apa?"

"Aku akan memberi petunjuk. Dengarkan. 'Dia bukan rahasia yang harus ditakutkan namun kehadirannya yang menjadi rahasia. Dia juga bukan kehidupan tapi lawan dari kehidupan itu sendiri'."

"Apa? Kau kira aku robot?! Itu terlalu sulit, bahkan aku sudah muak dengan banyak teka teki! Ya, meskipun aku bisa menjawabnya," sombong Suriel.

"Ya sudah, silakan jawab soal yang sangat mudah itu!" balas wanita tersebut.

"Ya mudah! Tapi bagimu, bagaimana tidak mudah? Orang kau sendiri yang membuatnya." balas Suriel kesal.

Suriel tak main-main dia lelah di sini dan ingin keluar sekarang juga, prioritasnya saat ini hanya untuk keluar, tak ada yang lain. Lupakan semangat membaranya. Kini Suriel sangat muak.

Baiklah teori apa yang harus dipakai Fluida statis atau Fluida dinamis? Konyol.

"Seseorang pernah mengatakan padaku bahwa kehidupan itu adalah rahasia.Jadi apa yang tidak menjadi rahasia?"

"Kau harus tau kata kuncinya." racau wanita itu.

"Diamlah!" ia mendesis kesal, "Apa kata kuncinya lawan dari kehidupan?"

Melihat lawannya membisu ia melotot marah. "Hei, jawab aku!" desak Suriel.

"Bukankah, kau suruh aku diam?"

Suriel menekuk wajahnya. Ada rasa jengkel mendalam pada lawan bicara, namun ia tidak ingin gegabah. Pertama, karena ia tidak tahu jenis kekuatan wanita di depannya, dan kedua, karena ia ingin pulang! Tentu saja! Siapa yang tidak tergiur dalam tawaran manis wanita itu saat berada dalam posisinya?

"Aku tau jawabanya, lawan dari kehidupan adalah kematian, kan?"

Suriel bersemangat dengan jawabanya. Itu pasti benar! Alasannya adalah kematian bukan rahasia tapi takdir, yang rahasia itu perjalanan menuju kematian dia juga lawan dari kehidupan. Ia menatap wanita itu, menunggui balasan yang tak kunjung datang.

Senyuman terbentuk, tangan disilangkan di depan dada. "Ya. Itulah yang akan kau rasakan sebentar lagi, Suriel."

Gadis itu belum sempat merespon, namun sesuatu terjadi. Suriel terbatuk, semua udara di sekelilingnya serasa disedot habis, membuatnya mulai merasakan sesak. Wanita yang berdiri di hadapannya itu tersenyum lebar. Awan-awan hitam seolah mengelilingi tubuhnya dengan bebas.

Dengan keadaan itu ia terjatuh ke tanah. Pandangannya buram sepenuhnya, namun ia masih bisa melihat wanita itu berdiri tanpa kekurangan apapun di sana. Wanita itu lekas berjongkok, lalu menatap sedih pada Suriel.

"AKH! " ia merasakan benda tajam menusuk punggungnya, hingga menyakiti seluruh tubuhnya. Suriel terbatuk, ia menjambak rambutnya menahan rasa sakit.

"Sha-Shashien! "

"Ya. Ini adalah tubuhmu yang telah kami miliki, sayang. "

Suriel memekik tertahan, merasakan benda itu dicabut dari tubuhnya.
"Gadis malang. " ia berbisik dengan suara berat. "Aku tentu saja tidak akan membiarkanmu mengambil kembali tubuh yang telah kau serahkan pada kami, delapan ribu tahun yang lalu. "

To be continue....


KELOMPOK 4

Karya kolaborasi:

1. Ayunda AyundaSanjani
2. Al TheWhiteRuby
3. Liza Blueberrychan_
4. Zaka ZakeArk
5. Uca tiara1997_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro