Sebelas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Febe sungguh ingin mengeplak bibirnya sendiri. Ini salah satu kekurangan terbesarnya, sering mengucapkan kata-kata tak terkontrol jika sedang gugup atau cemas. Bagaimana bisa dia mengucapkan kata-kata itu di depan Kennan? Ngeseks? Astaga!

"Maaf, mulutku ini memang kadang nggak..."

"Bukan ngeseks, Fe. Coba pakai sinonim lain yang lebih enak didengar," potong Kennan. Lelaki itu bergeser ke kanan, mendekat ke arah Febe. Lalu Kennan bicara lagi dengan suara pelan. "Berhubungan suami istri, bersetubuh, atau bercinta."

Refleks, Febe menjauhkan tubuhnya dari Kennan. Wajahnya terasa terbakar. Dia bisa menangkap tawa geli pria itu. Kennan kembali bersandar di jok. "Kamu pasti sengaja ngisengin aku, kan? Aku cuma salah ngomong doang. Tapi... yah... itu kan pertanyaan yang wajar. Ya udah, lupain aja."

Kennan menoleh ke kanan. "Kamu doyan baca novel romance, ya?"

Pertanyaan yang tidak berkaitan dengan tema obrolan mereka itu membuat Febe lega. "Lumayan. Kenapa? Kamu juga, ya?" Dia sengaja balas menggoda Kennan.

Saat itu, Febe mendadak tercekat. Dia sudah bersama Kennan belasan jam sejak tadi malam. Tampaknya, ada yang berubah dalam hubungan mereka. Bukan, jangan menebak jika mereka tiba-tiba saling jatuh cinta. Atau minimal dari pihak Febe. Tidak sedramatis itu. Hanya saja, mereka bisa berbincang dengan lebih santai. Febe bahkan merasa lumayan nyaman di dekat Kennan, tidak lagi terlalu risih atau sejenisnya. Bagi Febe, mengingat jenis interaksi yang mereka miliki dua tahun terakhir, hal itu adalah perubahan luar biasa.

Febe tersadar saat Kennan menyenggolnya. "Kamu ini punya kebiasaan jelek, ya? Suka banget ngelamun pas lagi ngobrol sama orang," kritiknya. "Orang ngomong nggak didengerin."

Alis Febe bekernyit saat dia membalas tatapan lelaki yang akan menjadi suaminya dalam hitungan hari itu. "Emangnya kamu ngomong barusan, ya?"

"Iya. Kubilang, kamu kebanyakan baca novel-novel romance. Tentang orang yang kepaksa nikah, trus bikin perjanjian yang salah satu isinya nggak bakalan boleh ngeseks padahal mereka suami istri. Bukan selingkuhan. Menurutmu, di dunia nyata, itu realistis nggak, sih?"

Astaga! Ternyata Kennan kembali ke poin itu. Sekarang, Febe tidak lagi ingin menonjok mulutnya sendiri, melainkan mulut lelaki itu. Dia selalu mengira Kennan adalah pria yang tak suka banyak bicara. Pendiam. Nyatanya, dalam waktu singkat dia terbukti sudah salah menilai. Lelaki ini ceriwis.

"Kamu kenapa masih ngomongin soal itu? Kan tadi aku udah bilang, salah ngomong. Anggap aja otakku nggak bekerja maksimal karena ada perubahan besar dalam hidupku. Atau kekurangan oksigen karena sebagian besarnya kamu hirup."

Kennan tertawa, terkesan geli dengan ucapan Febe. "Aku justru senang kamu ngebahas soal itu. Tadinya nggak kepikiran sama sekali. Tapi sekarang aku nyadar kalau itu poin penting." Kennan memiringkan tubuh ke kanan. "Kamu tadi belum jawab pertanyaanku."

Febe mengingat-ingat sebentar, karena otaknya mendadak memasuki mode tolol. "Oh itu. Hmmm... entahlah. Aku nggak tau. Mungkin memang kejadiannya kayak gitu, makanya dijadiin cerita."

Kennan menggeleng. "Kataku sih, itu nggak masuk akal. Gini deh, contohnya kita berdua. Nggak gampang sampai akhirnya mutusin untuk nikah, kan? Kita mungkin nggak sampai taraf saling benci, tapi palingan satu atau tingkat di bawah itu. Kita juga sepakat mau bikin pernikahan ini sukses. Kita udah berhenti mikirin diri sendiri karena ada kepentingan lebih besar yang kita dahulukan. Nah, menurutmu, apa ada di antara kita yang berharap bakalan cerai bulan depan atau tahun depan?"

"Kok jadi ke sana, sih? Ya nggaklah, siapa juga yang belum apa-apa udah mikirin soal cerai? Anggap aku kuno, tapi saat seseorang setuju untuk nikah, apa pun alasannya, ya harus serius untuk pegang komitmen. Nikah itu kan bersumpah sama Tuhan. Nggak bisa segampang itu ingkar."

"Pinter," Kennan mengacungkan jempol kanannya. "Kita lagi nggak berencana menjalani nikah kontrak atau cuma pura-pura. Jadi, kita juga ngelakuin semua hal yang biasa dijalani sama pasangan yang menikah. Termasuk ngeseks itu. Kamu punya keberatan tertentu? Atau ada request khusus?"

Wajah Febe pasti memerah karena dia merasakan seolah ada api menjilati kulitnya. Melihat ekspresinya, Kennan tertawa kencang. Febe pun menyadari, pria ini sudah mengganggunya.

"Sekali lagi kamu ngomong soal itu, jangan marah kalau aku beneran nonjok kamu." Febe cemberut. Namun, tanpa diminta, semua kata-kata Kennan terngiang di kepalanya. Berulang kali.

Kennan bicara lagi, kali ini dengan nada serius. "Jangan takut sama aku, Fe. Ingat ya, kita bisa jadi teman. Jangan paksa aku ngulangin soal itu lagi. Bosen, tau! Yang jelas nih, aku bukan tipe orang yang bakalan menganiaya perempuan. Aku nggak akan maksa kalau kamu belum bersedia."

Febe akhirnya cuma mengangguk. Bertepatan dengan berhentinya taksi yang mereka tumpangi di depan rumah perempuan itu. Febe turun setelah mengucapkan selamat malam pada Kennan. Dia berdiri di tepi jalan hingga taksi yang akan mengantar Kennan pulang itu menghilang di kejauhan.

Apa yang dipikirkannya ketika bicara asal-asalan tadi? Mengapa pula masalah itu yang harus disinggung Febe di antara sekian banyak topik yang semestinya perlu mereka diskusikan?

Usia Febe boleh saja sudah menginjak angka dua puluh delapan tahun. Pernah berhubungan intim sekali yang berbuah dengan kehamilan itu. Namun, dia sama hijaunya seperti remaja untuk masalah yang berbau asmara.

Orang-orang tidak pernah tahu apa yang benar-benar dirasakan Febe karena perbuatan Irina di masa lalu. Ketakutan yang dipikulnya karena ejekan-ejekan yang harus diterima Febe sebagai efek dari cerita-cerita bohong ala Irina. Tak terhitung hinaan yang dilemparkan di depan wajah Febe karena difitnah sebagai lesbian.

Belum lagi pengalaman buruknya karena ketahuan menyukai Jonas dan menjadi bahan olok-olok satu sekolah. Jonas bahkan beberapa kali pernah menertawai dan mengejek Febe. Puncaknya, tentu saja kehamilan yang membuat ayahnya murka itu.

Semua hal itu membentuk satu kesatuan yang berfungsi menyerupai dinding baja. Menjadi tempat berlindung bagi Febe selama hampir satu dekade ini. Membuatnya tidak pernah benar-benar berani membuka hatinya untuk kaum adam. Kombinasi kehamilan di luar nikah dan tingkah menyebalkan Jonas sudah memberikan pengalaman buruk yang masih membuatnya berkeringat dingin jika diingat lagi. Febe bahkan yakin dia akan melajang seumur hidup.

Di rumah, Irina tidak pernah membiarkan hidup Febe menjadi tenang. Apa Febe bersikap pasif dan tak pernah melakukan perlawanan? Tentu saja pernah! Dia bukan perempuan lembek yang diam saja ketika dirisak. Sayangnya, bertengkar dengan Irina malah berakibat buruk pada kesehatan ibunya. Rosita selalu melerai keduanya ketika adu mulut, berusaha tidak memihak salah satunya. Akan tetapi, pertengkaran paling intens antara Febe dengan Irina beberapa tahun lalu, malah membuat Rosita sempat pingsan. Ya, persis seperti saat Kennan datang mencari Irina seminggu silam.

Selain pingsan, tekanan darah Rosita juga meningkat tajam. Hingga Benigno memberi peringatan keras pada kedua kakak beradik itu.

"Kalau kalian pengin Ibu tetap sehat, ya harus bisa nahan diri. Tiap ada masalah pribadi, jangan bikin Ibu ikut stres. Beresin sendiri. Pokoknya, usahain untuk tampil sebagai orang yang super bahagia dan nggak ada persoalan apa pun yang bisa bikin kalian susah." Benigno menatap keduanya bergantian. Kala itu, Febe menahan napas dengan perasaan bersalah yang seolah mengiris-iris kulitnya.

"Kita semua tau, penyakit Ibu itu lebih berkaitan sama masalah psikologis. Sejak Bapak nggak ada, langsung ngedrop. Yang tadinya tekanan darah normal, sekarang jadi tinggi. Yang biasanya cuma sakit flu, tau-tau lambungnya jadi bermasalah dan sering luka. Padahal, makanan udah dijaga banget. Jadi, kalau ada apa-apa, tolong pikirin Ibu sebelum mulai ngelakuin sesuatu."

Peringatan itu seolah meninju wajah Febe. Ketika mereka hanya berdua, Benigno yang lebih tua beberapa tahun itu kembali bersuara. "Aku tau posisimu kayak apa, Fe. Orang-orang di kompleks sering ngebahas soal Irina dan semua ulahnya. Tapi, kita juga semua tau kalau tabiat itu nggak bisa diubah. Dia cuma ngerasa mendapat pembenaran setelah tau kamu bukan saudara kandungnya."

"Wah, ternyata kami jadi bahan gosip orang sekompleks," respons Febe untuk menutupi rasa malunya karena sudah menyebabkan kesehatan Rosita terganggu.

"Kalau soal itu, jangan dipikirin. Tapi aku secara khusus minta tolong sama kamu supaya bisa lebih nahan diri. Abaikan aja Irina dan semua ide gila yang dia punya. Aku nggak mau kondisi Ibu jadi makin parah karena stres tambahan ngeliat kalian berantem terus."

Mudah bagi Benigno memberikan saran itu. Namun sangat sulit untuk Febe melaksanakannya. Menahan diri menghadapi Irina membutuhkan niat dan usaha yang benar-benar maksimal. Berkali-kali Febe nyaris kehilangan kendalinya. Namun dia tak punya pilihan lain, semua demi Rosita.

Ya, dia mencintai ibunya sebesar itu. Karena Rosita satu-satunya ibu yang dikenal Febe. Kasih sayangnya bercampur dengan rasa terima kasih yang tak terhingga saat tahu bahwa Rosita tak berhubungan darah sama sekali dengannya. Namun perempuan itu sudah mencurahkan cinta tanpa cela pada Febe. Itulah yang membuatnya mampu berpura-pura buta dan tuli tiap kali Irina mulai mencari gara-gara.

Kini, Irina tanpa sengaja malah memberikan calon suami kepada kakaknya. Jika perempuan itu tahu efek dari kepergiannya, mungkin Irina akan berpikir ulang. Mendorong Febe menikah bukanlah salah satu tujuan mulia dari sang adik.

Mungkin, pernikahannya dengan Kennan bisa digunakan untuk membalaskan semua hal-hal jahat yang sudah dilakukan Irina pada Febe di masa lalu? Apalagi yang akan membuat Irina sakit hati kecuali menikahi pria yang pernah dicintainya? Meski saat ini dia sudah mencampakkan Kennan. Namun, melihat kebenciannya pada Febe, bukan hal aneh jika Irina meradang jika tahu sang kakak akan menggantikan tempatnya.

Febe menelentang di ranjang. Mendadak dia teringat Kennan. Minggu lalu, dia melihat sendiri kegigihan Kennan menolak perjodohan yang diusulkan Hisham. Namun hanya butuh waktu seminggu bagi lelaki itu untuk berubah pikiran. Apakah diam-diam Kennan pun ingin membalas dendam pada Irina dengan menikahi Febe?

Jika memang itu yang terjadi, Febe tidak akan ambil pusing. Sulit menyalahkan Kennan yang sudah menjadi korban Irina. Pada akhirnya, Kennan dan Febe saling memanfaatkan. Untuk banyak alasan.

Apakah Febe menyesal? Entahlah. Saat ini, hal semacam itu tidak dirasakannya. Melihat Rosita begitu lega dan bahagia, Febe yakin dia sudah mengambil keputusan yang benar. Hanya saja, dia tahu bahwa Lydia akan menjadi salah satu kerikil kecil dalam sepatunya. Tampaknya, perempuan itu ingin membuat hidupnya tidak nyaman. Entah karena Febe adalah kakak Irina atau karena bukan calon menantu pilihan perempuan itu.

Namun, dia mendapat penghiburan dari ayah dan kedua kakak Kennan. Hisham sangat senang mendengar kabar kesediaan Febe menjadi menantunya. Mieke malah jelas-jelas menunjukkan kekaguman pada Febe, berkaitan dengan video-video senamnya.

Febe tahu, hidupnya tak pernah benar-benar mudah. Kini, dia pun harus bersiap menjalani rumah tangga dengan suami yang nyaris tak dikenal, apalagi dicintai. Lydia akan melengkapi paket ketidaknyamanan yang akan mengusik Febe di masa depan, dia yakin itu.

Namun, yang terpenting di atas segalanya, dia berusaha memastikan agar Rosita bahagia dan terlindungi. Meski untuk itu Febe harus berkorban. Dia tak berani membayangkan seperti apa rasanya tidur seranjang di tempat tidur yang tak terlalu besar ini dengan Kennan. Karena setelah mereka menikah, Kennan pasti akan seranjang dengan Febe, kan? Juga kemungkinan mereka akan... entahlah. Apakah dia harus serius memikirkan tentang ngeseks itu? Eh... bercinta? Atau lebih tepatnya berhubungan badan saja?

"Ah, aku bisa gila lama-lama," gerutu Febe sembari membenamkan wajah di bantal.

Lagu : Kissing A Fool (George Michael)

Tiap lagu memiliki melodi
Tiap melodi menyimpan jutaan makna
Dan selalu ada cerita di balik alunan nada yang coba dibahasakan dalam sebuah lagu.

Dari mulai lantunan musik country yang menyenangkan. Menyentak dan membuat candu seperti latin pop. Ataupun lagu-lagu lama yang menyimpan banyak nostalgia.

Dalam series kali ini, kami para pecinta oppa dan babang ganteng bakal coba membahasakan sebuah lirik menjadi cerita panjang kepada kalian. Menyajikan konser kecil dari potongan cerita, yang mungkin akan membuat imajinasi kalian bermain-main dalam dentingan lagu dari kami.

Daftar lagu dari konser kami :

1. inag2711 : If I die young dari lagu If I Die young - The Band Perry (setiap Selasa & Jumat)
2. Indah Hanaco : Despacito dari lagu Despacito - Luis Fonsi featuring Justin Bieber (setiap Senin & Kamis)
3. pramyths : The Girl from Yesterday dari lagu The Girl from Yesterday - The Eagles (setiap Rabu & Sabtu)
4. mooseboo : Midnight Tea dari lagu Juwita Malam - Ismail Marzuki (setiap Kamis & Minggu)

Sudah siap mendengarkan lagu-lagu dari kami?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro