File 2.2.2 - Nesty Loraine & Asta Adventuren

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bukan hanya Watson saja yang menjadi korban Anjalni. Masih ada dua korban lagi yang notabenenya datang ke Madoka hanya untuk menonton Pentas Seni.

Siapa lagi kalau bukan Grim dan Erika.

Katanya, muka Grim cocok memerankan Pangeran Philip. Sementara Erika cocok jadi Penyihir Jahat Hutan Moors. Erika jelas senang lah dengan peran antagonis. Dia diizinkan marah-marah sepuasnya.

Jeremy ditunjuk menjadi Raja alias Ayah Aurora. Lalu peran Aurora sendiri diberikan kepada Hellen yang langsung menolaknya. Tidak terima. Tapi bisa apa Hellen di hadapan guru killer? Bahkan Watson berhasil dijinakkan oleh Anjalni.

"Kenapa aku harus memainkan karakter yang sangat bertolak belakang dengan kepribadianku? Anjalni kampret itu pasti sengaja melakukannya," sungut Watson, berjalan menuju ruang klub sembari membaca buku naskah Sleeping Beauty.

Ksatria yang Jatuh Cinta pada Aurora itu digambarkan pria kuat dengan watak lembut. Dia seringkali bertarung. Level berpedangnya sudah mencapai tingkat master, namun belum bisa dibandingkan dengan kemampuan Pangeran Philip.

Anjalni benar-benar gila. Bagaimana caranya Watson berakting emosional sementara dia dan Hellen kan sahabatan. Kenapa Anjalni tidak memilih Jeremy sih.

"Hmm?" Watson menatap ke depan. Ada dua anak kecil berdiri di depan klub detektif, ragu-ragu hendak mengetuk pintu. "Kalian ada perlu apa?" cetusnya.

Mereka berdua terkesiap kaget. Salah satu temannya langsung kabur. Temannya yang tertinggal mematung ketakutan, menatap Watson takut, bersiap menangis.

"Zeehan! Tunggu aku!" Sebelum akhirnya gadis kecil itu lari menyusul temannya.

Hah. Watson mengerjap. Apa-apaan itu barusan? Apa dia menakuti mereka? Kan wajar kalau Watson bertanya.

"Perasaan wajahku tidak semenakutkan itu," gumamnya mengunyel-unyel pipi. "Apa aku jelek, ya? Ah, tidak mungkin. Mama sama Papa kan cantik dan tampan. Aku pasti menurunkan kegantengan Papa."

Ya sudahlah. Watson takkan membawa ke dalam hati, mengapa dua anak tadi pergi begitu saja. Dia meraih kenop, memutarnya perlahan. Pintu pun terbuka.

Surai dark magenta berkibar diembus angin. Watson berbinar-binar. Ternyata ada tamu di klub. Orang itu spontan berdiri. "Maaf aku mengganggu pagimu, Watson Dan, tapi aku punya permohonan. Kuharap kamu mau menerima kasusku."

"N-Nattele?" Watson segera menukar pandangannya, salah tingkah. Rasanya baru kemarin klub detektif membahas Nesty Loraine. Panjang umur orangnya.

Dia lebih cantik dilihat secara langsung, batin Watson salfok, menormalkan detak jantungnya yang meningkat abnormal.

Nesty tersenyum. "Ah, kamu sudah kenal aku ya? Kalau begitu kupersingkat saja... Umm, Watson Dan? Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya heran melihat cowok itu malah berubah jadi kepiting rebus.

"Jangan tersenyum seperti itu."

"Eh?? Kenapa?" Nesty kebingungan.

"S-soalnya... Soalnya... Kamu jadi makin cantik... Ah, tahu deh! Kamu minta tolong ke orang lain saja!" seru Watson gagap, melarikan diri dari ruang klub. Watson tak bisa. Jantungnya jumpalitan.

Dia punya aura yang sama dengan Mela.

Bruk! Sherlock Pemurung itu menabrak Aiden yang kebetulan ingin masuk. "Lho, Dan? Kamu kenapa? Demam?" tanyanya, heran melihat Watson merah padam.

Pertanyaan Aiden seketika terjawab demi mendapati sosok Nesty yang berdiri di dalam ruangan, juga blushing seperti Watson. Situasi macam apa ini.

Ekspresi Aiden berubah datar. Berbeda dengan Nesty yang menatapnya bingung.

Apakah akan terjadi pertarungan cinta?

*

Erika sedang latihan akting di lapangan bersama Hellen, Jeremy, dan Grim yang dipantau oleh Anjalni. Yah... Awalnya berjalan damai. Tetapi, ada kejadian menarik yang sedang terjadi. Dimana Jeremy mencengkeram lengan Grim.

Bagaimana cerita mulanya? Seperti yang Erika jabarkan, mereka sedang latihan. Scene Pangeran Philip memberikan bunga pada Aurora. Grim terlalu menjiwai perannya. Dia menggamit tangan Hellen.

"Bahkan saat senja datang, anda masih lah cantik, Tuan Putri. Seolah kecantikan anda tidak pernah hilang mau itu pagi, siang, sampai malam." Grim tersenyum.

Hellen tersenyum canggung. "Te-terima kasih, Pangeran Philip." Miss Anjalni!
Kenapa harus aku yang dipilih?! batinnya menangis dalam hati, sumpah serapah.

"Si Grim kenapa sih!" decak Jeremy, menatap tidak suka. "Memangnya ada dialog lebay seperti itu di naskahnya?"

"Biasa lah. Dia sedang berimprovisasi."

Ganti posisi, Grim yang tadinya berdiri di sebelah Hellen, menghadap ke depan gadis itu. "Sudikah Tuan Putri menerima mahkota ini?" Dia menyodorkan diadem bunga segar yang mengeluarkan bau wangi. Benar-benar totalitas tuh anak.

"Anda pasti susah payah merangkainya. Tidak ada alasan saya menolaknya."

Grim menaruh benda itu ke atas kepala Hellen yang menunduk, tersenyum. "Amat cocok untuk anda, Tuan Putri Aurora," ucapnya beralih meraih tangan Hellen.

Ah! Ini scene cium punggung tangan! Walaupun cuma sekadar gladi, tetap saja terlalu berlebihan. Ujung mata Hellen melirik Jeremy yang memberengut.

Masalahnya ada Anjalni yang mengawasi!

Maaf Jeremy! seru Hellen dalam kalbu. Mereka tak bisa apa-apa. Hanya pasrah.

Dan sebelum Grim mencium tangan Hellen sungguhan, Jeremy tidak tahan lagi. Dia bergerak mengikuti naluri, mencengkeram lengan Grim. Tatapan tajam yang serius.

"Jeremy?" Grim dan Hellen kaget.

"I-ini kan cuman latihan. Tidak harus dipraktikkan sekarang," katanya gugup.

Anjalni baru saja ingin menginterupsi, tapi seorang guru mendatanginya, bilang Wakil Kepala Sekolah memanggil. "Oke! Latihannya cukup sampai di sini. Bubar!"

Fiuh! Terpampang dengan jelas kelegaan di wajah Jeremy dan anak-anak lain yang ikut latihan di lapangan. Akhirnya penyiksaan di pagi indah ini selesai.

"Terima kasih tontonan serunya," cetus Erika, menepuk bahu Grim. "Nice work!"

"Aku tidak mengerti maksudmu, Rika..."

Mereka pun menjauh, meninggalkan Hellen dan Jeremy yang larut dalam kesunyian. Tidak ada yang mau membuka mulut. Bibir mereka berdua terkunci rapat.

Hingga lima menit berlalu, Jeremy menyerah. Dia menggaruk tekuk. "K-kalau begitu ayo kita pergi ke klub. Watson dan Aiden pasti menunggu kita di sana."

"Kamu cemburu, ya?" kata Hellen lurus.

"A-apa?!" Jeremy melotot. "T-tidak kok! B-buat apa aku cemburu! Aku pergi—"

"Jangan risau," potong Hellen tersenyum misterius. Dia berbisik pada Jeremy yang berdiri tegang jadi warna merah.

"Aku hanya menyukai satu orang saja."

*

Sesampainya di teritori klub detektif, Hellen dan Jeremy dikejutkan dengan kehadiran karakter-karakter penting di Madoka. Ada Nesty, model yang sedang masyhur. Lalu Sang Pangeran Sekolah...

Asta Adventuren. 17 tahun.

Itu sebuah nama? Unik sekali. Jeremy mencoba mengingat-ingat marga Asta yang menurutnya lumayan aneh didengar.

"Dia tampan seperti yang dirumorkan," gumam Hellen, menilai Asta dari atas sampai bawah. "Geh, apa yang dilakukan siswa tertampan Madoka di sini? Dia keluar dari singgasananya (kelas 3A)?"

"Apa pun itu sudah jelas permohonan kasus, kan?" Jeremy menunjuk Nesty. "Ada Nattele juga. Firasatku tak enak."

Nesty bersedekap. "Aku yang lebih dulu meminta bantuan pada klub detektif, Adventuren. Kamu harus mengantri."

"Aku tahu kamu juga punya kepentingan yang mendesak, Loraine. Tapi tolong... biarkan aku pertama yang menceritakan kegelisahanku. Aku sangat ketakutan."

"Kamu pikir hanya kamu yang ketakutan? Aku pun sama!" Nesty enggan mengalah.

Jeremy berdiri di samping Watson yang mengacak anak rambut. "Entah kenapa aku merasa kita sedang diperebutkan. Ada apa ini? Mereka punya keluhan?"

"Yang kutakutkan terjadi juga."

"Heh?" Aiden, Hellen, dan Jeremy menatap Watson intens. Apa maksudnya? Detektif Muram itu sudah memperkirakannya?

"Mereka sama-sama distalker seseorang."

Aku paling benci kasus penguntit.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro