17. The Thief

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika tak ingat hari yang mulai beranjak malam, rasanya Luna tak mau beralih semili pun dari tatapan sendu itu. Luna hanya mau terus tenggelam. Tak mau kebisingan dunia membangunkannya dari hangatnya genggaman, dekapan pertemuan. Jika saja begal itu sungguhan memakai celurit untuk membunuh Melvin di tempat, Luna tak akan punya kesempatan memutar ulang waktu demi menyelamatkan Melvin. Benar. Tak ada rasa yang lebih melegakan dari memastikan seseorang itu masih berada dalam aksara kehidupan.

Cuit sekawanan burung meramaikan sore, bercengkerama di langit sana. Awan jingga berarak, perlahan-lahan, mulai kembali ke peraduannya. Meski begitu, Luna sepakat bahwa keelokan senja tak sanggup mengalahkan lukisan mahakarya paling indah yang terbingkai dalam senyuman itu. Addicted by his smile, entah sejak kapan Luna mengidapnya.

Eh, tunggu. Luna sedang menghadapi situasi sulit. Ia tidak berpamitan, sebelumnya. Bagaimana jika ketahuan Rena dan diinterogasi macam-macam? Duh. Semoga saja mamanya berpikiran bahwa Luna masih berada di kamar dengan El dan Ken. Namun, apa dua sahabatnya itu tidak akan mengadu? Bagaimanapun, Luna sudah menghabiskan dua jam sejak naik ojek dari rumahnya. Tak ada pesan ataupun panggilan yang muncul di notifikasi ponselnya, membuat semua terasa semakin mencurigakan di mata Luna.

Tanpa mengetuk pintu, Luna berusaha menarik kenop sepelan mungkin. Aman, sih, harusnya. Luna melangkah masuk. Baru berbalik setelah menutup pintu tanpa suara, tiba-tiba Rena sudah berada di hadapannya, berkacak pinggang. "Dari mana?"

Habislah. Luna mengembuskan napas pasrah, lalu mengatupkan kelopak mata. "Ketemu teman, Ma," sahut Luna, tak bergairah. Sudahlah, resonansi radar pendeteksi kebohongan di kepala Rena sudah pasti menyala.

"Mau apa?"

"Beri kado buat Luna. Di-WhatsApp dadakan, Ma." Ya ... Luna yang ajak janjian lebih dulu, sih.

"Kenapa tidak disuruh ke sini?" Rena memicingkan mata. "Padahal sedang ada El dan Ken di rumah. Tapi kau pergi begitu saja?"

Aih, ada prioritas yang lain, Ma. Luna meneguk saliva dengan susah payah. "Mereka bukan tamu lagi, kok, Ma. Biasa aja, kali. Sudah seperti orang rumah. Namanya juga El dan Ken. Makhluk buluk itu mungkin kesenangan karena bisa seenaknya menjarah makanan Luna, Ma.”

"Tetap saja! Mereka sengaja kemari untuk merayakan ulang tahunmu, tahu. Setidaknya, hargailah usahanya."

Luna meregangkan badan, pegal. Kakinya malas-malasan menaiki anak tangga. "Hm, iya deh, Ma. Mereka enggak mempermasalahkannya, kok. Sudahlah. Luna mau istirahat dulu, yaaaa."

Suara Rena tak lagi terdengar. Luna menguap lebar, lalu menutup pintu kamar. Kado dari Ken masih berada di atas meja. Dua manusia itu sudah menghilang ditelan bumi. Pulangkah? Luna menghempaskan badan di atas kasur. Lama-kelamaan, angkasa malam Luna mulai kepikiran peringatan mamanya. Mereka ... tidak mungkin marah, 'kan? Hanya karena kutinggal sebentar?

Ah, mari kita cek keadaan stok makanannya. Luna berguling layaknya dadar gulung, tetapi perhatiannya terlanjur teralihkan oleh kotak hitam di sudut kamar. Barulah Luna tersadar. Kado dari El? Kenapa ada di sini? Benar juga, Luna belum pernah membukanya. Meskipun Luna berani bertaruh bahwa isi kado ini tidak akan berbeda jauh dari karakter pemberinya yang mahamenyebalkan, Luna tetap penasaran. Semoga tidak lebih buruk dari ekspektasinya yang sudah disetel di skala paling rendah.

Isinya sebuah buku yang tidak terlalu tebal. Luna tidak menolak untuk membaca buku, sebenarnya. Akan tetapi, Luna sudah tak kuat menahan hasrat untuk mengumpat begitu melihat judulnya saja:

STOP Jadi Beban yang Tolol dan Buta Tabel Periodik

Aw. So sweet sekali. Saking bapernya, rasanya Luna tak sabar untuk segera bersua dan tabok batok kepala El kuat-kuat. Sedap! Luna mendengkus. Dengan hati keki, dibukanya halaman pertama. Ini buatan tangan El sendiri. Tidak buruk. Isinya penjelasan detail mengenai setiap unsur kimia yang terdapat di dalam tabel periodik.

Hal yang paling membuat Luna betah-betah membacanya adalah adanya tempelan stiker husbu di setiap halaman. Bahkan El niat sekali menghubungkan teori kimia dengan hal-hal yang berkaitan dengan dunia anime. Di setiap sudutnya selalu ada tips menghafal lambang suatu unsur kimia dalam periodic table. Misalnya, inisial Kise Ryota untuk mengingat Kr, unsur Kripton. Shiota Nagisa untuk merujuk Sn, unsur Stennum atau Timah. Senkuu Ishigami untuk Si, Silikon. Chrollo Lucilfer untuk Cl, Klorin, dan yang lainnya. Oh, jangan lupakan setiap stiker chibi dan pesona husbu yang tumpah ruah itu. Sial. Rasanya Luna ingin memaki dengan estetik.

•   •   •

Di perjalanan menuju sekolah, Luna krisis jati diri ekspresi. El terlihat tak bersahabat, seperti biasa. Luna menukikkan kedua sudut bibir ke bawah. Apa, deh? Bukankah dia yang harusnya marah karena pemberian kado El yang sangat menistakan itu? Eh, atau malah dia yang harusnya minta maaf karena meninggalkan El dan Ken seenaknya?

Aih, terserahlah! Ada hal yang jauh lebih penting. Luna akan bertemu Melvin kembali, pagi ini!

Sesampainya di ruang kelas, Luna melirik bangku yang terletak persis di depannya. Tas hitam itu sudah duduk manis di sana, tetapi batang hidung pemiliknya belum terlihat sama sekali. Di mana? Hari ini bukan jadwal Melvin untuk piket wajib di gerbang, kok.

Hingga bel tanda jam pelajaran dimulai sudah berbunyi, bangku itu tak kunjung menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Luna menggeram dalam hati. Suntuk. Ia lebih memilih menghempaskan bagian depan tubuhnya ke atas meja. Di saat Luna sudah berhalu-halu ria dan siap memasuki portal dunia mimpi, tiba-tiba saja kelas berubah hening. Luna mengintip dari celah jari.

Melvin! Luna menegakkan tubuh, memperbaiki posisi duduknya. Di depan kelas, Melvin berdeham singkat, lalu mengedarkan pandangan ke seisi makhluk absurd di dalam kelas. Eh, di sampingnya ada Mak Lampir! Luna mendengkus, menatap Raya dari atas sampai bawah dengan tatapan sengit. Apa-apaan?

"Mohon perhatian," seru Melvin, menyedot keseluruhan atensi penduduk kelas. "Kami perwakilan dari tim OSIS, akan menjelaskan secara singkat mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan pada agenda Persatas Day, besok."

Oooh, pengumuman OSIS? Kenapa Nenek Sihir itu yang harus berdampingan dengan Melvin? OSIS, kan, ada yang dari kelas sepuluh juga. Bukankah biasanya senior dan junior digabung, supaya tidak timpang? Atau setidaknya, Melvin mendampingi anggota sesama departemen kedisiplinan? Sekretaris dan ketua divisi, kolaborasi macam apa? Modus Asmodeus, Dasar Roh Halus!

"Seperti yang telah didengar dari rumor-rumor sebelumnya, setiap kelas sebelas wajib mengadakan bazar. Promosi, dekorasi, dan flyer, bisa berjalan mulai sekarang, ya. Oh, ya. Selain tema yang menarik, kita juga perlu—minimal seorang—anggota kelas untuk jadi model yang sesuai dengan tema. Mengenai bazar sudah clear? Jika tak ada yang ditanyakan, kita bisa loncat ke informasi mengenai perlombaan."

Di jajaran bangku golongan terbelakang, Tesya duduk manis dengan senyuman lebar yang melintang. Sejak kecil, dia sudah terobsesi untuk menjadi seorang jurnalis. Acara Persatas Day ini akan menjadi santapan lezat bagi ekstrakurikuler jurnalisme.

Baru bersiap menuliskan poin-poin dan serentetan ide untuk membuat tulisannya nanti semakin panas, getaran halus dari notifikasi ponselnya mengalihkan perhatian Tesya. Pop up artikel baru dari Forum Tasik, situs yang wajib dikunjungi bagi anak jurnalis. Semangat, Tesya mengetuknya.

Dirampok, Begal Makin Meresahkan

"Eh, really?" Tesya, yang seringkali membanggakan rasa keponya itu, kini melotot tak percaya. "RachMart kena rampok begal? Itu ... bukannya tempat Pilar kerja part-time?"

Seluruh pasang mata di kelas seketika menyorot sebuah bangku kosong di sisi kiri. Pilar tidak masuk.

Berusaha mengatasi kelas yang mulai ricuh, Melvin kembali mengambil alih situasi. "Perlombaannya ada dari pentas seni sampai pertandingan futsal. Informasinya sudah dicantumkan di mading sekolah. Untuk detail teknis pelaksanaan, nanti akan diadakan technical meeting terlebih dahulu. Setiap kelas perlu mengirimkan dua orang perwakilan—setidaknya ketua dan sekretaris kelas—untuk menghadirinya. Besok akan mulai ...."

El melemparkan pulpennya hingga mendarat di atas meja Luna. Gadis yang sedang terlarut dalam pikirannya itu terperanjat kaget. El berdeham, lalu mengangkat tangan pada Melvin. "Pulpenku jatuh."

El mencondongkan badannya ke depan untuk menggapai pulpen di meja Luna. Akan tetapi, ketika pulpen hitam itu sudah berada di genggaman, El tak kunjung kembali duduk di kursinya. Posisinya masih sama. Luna terdiam kaku begitu merasakan hembusan napas hangat El di sebelah kanan wajahnya.

Dengan suara beratnya, El berbisik tepat di telinga Luna. "Lihat? Selain merenggut nyawa ayah dan beasiswanya, kau juga mencuri penghasilannya, Luna."

•   •   •

What would you do if you were Luna?
With Love,
Angin sepoi yang menerobos lewat celah jendela angkot, bersama dengan debu-debu jalanan✨

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro