Devil Beside You | 4.2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ada yang berbeda, itulah yang Naeun rasakan saat ini. Bagaimana tidak? Nyaris mahasiswa yang berpas2an dengannya menebar senyum ramah pada Naeun. Bahkan ada yang sampai menawarkan diri untuk membawakan barang2 miliknya.

"Ada apa dengan mereka?" Naeun bertanya dengan raut bingung pada  Bomi yang duduk di sampingnya.

"Entahlah...aku juga tak tahu" Jawab Bomi sambil mengendikan bahunya.

Merasa tak menemukan jawaban, Naeun memilih mengabaikan mahasiswa2 yang bersikap aneh padanya dengan membuka buku tuga miliknya.

"Son Naeun" Sosok Eunji tiba2 muncul dengan nafas yang tersengal.

Naeun memandang heran pada sang sahabat, begitu juga dengan Bomi.

"Sudah lihat berita online kampus?" Tanya Eunji mengabaikan raut heran Naeun dan Bomi.

"Belum" Naeun menggeleng pelan "Memangnya ada apa?" Tanyanya kemudian.

Eunji tak menjawab, hanya menunjukan layar ponselnya pada Naeun.

Dengan digelayuti rasa penasaran, Naeun pun mengarahkan pandangan pada berita yang Eunji maksud. Seketika mata gadis itu membola, bersama tubuhnya yang bergerak bangkit.

"Apa2an ini? Kenapa ada gambar ini?" Tanya Naeun sedikit histeris.

Gambar makan malam keluarga antara Neeun dan ibunya juga Daniel beserta Sooro membuat Naeun shock bukan kepalang.

"Aku juga tak tahu kenapa gambar ini bisa ada di berita online kampus. Tapi...kurasa ketua club jurnalis bisa memberitahumu soal itu" Jawab Eunji berpura2 terlihat acuh.

"Bisa kau temani aku kesana? Aku harus meminta kejelasan tentang ini" Pinta Naeun dangan nada penuh harap.

"Baiklah" Eunji mengangguk setuju.

Keduanya pun melangkah keluar kelas kini, meninggalkan Bomi yang hanya bisa menatap bingung kedua sahabatnya yang berlalu begitu saja tanpa berujar apapun padanya.

Tak lama keduanya pun tiba di depan club jurnalis. Tanpa basa basi Naeun segera membuka pintu ruangan itu dengan keras, membuat semua yang ada di dalam berjengit kaget.

"Siapa penanggung jawab di club ini?" Tanya Naeun dengan lantangnya.

Telunjuk mahasiswa disana mengarah ke satu titik, dimana sesosok gadis yang sudah sangat Naeun kenal bediri dengan angkuhnya.

"Kim Namjoo" desis Naeun pelan sambil menatap kesal.

Tiba2 saja aura di ruangan tersebut berubah menjadi berbeda. Membuat seluruh yang ada disana memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut dan meninggalkan Naeun juga Namjoo disana.

"Hai sunbae, ada perlu apa kemari?" Tanpa rasa bersalah, Namjoo menyapa Naeun dengan ramahnya.

"Apa maksudmu melakukan itu?" Tanya Naeun dengan rahang yang mengeras.

"Melakukan apa?" Balas Namjoo berpura2 tak mengerti

Naeun mendengus kesal, lantas berjalan guna mendekati Namjoo.

"Berita itu...pasti kau yang melakukannya kan?"

Senyum culas Namjoo rekahkan, membuat Naeun semakin kesal melihatnya.

"Memangnya kenapa dengan berita itu? Bukankah itu kabar baik? Kau dan Daniel akan menjadi keluarga, kurasa seluruh orang di kampus ini juga harus mengetahui perihal itu" papar Namjoo.

Tangan Naeun mengepal keras, dia sangat paham kalau bukan itu maksud Namjoo yang sesungguhnya.

"Jangan berpura2 baik, aku tahu maksud tersembunyi dari tindakkanmu ini" tukas Naeun.

"Maksud apa? Aku benar2 tak mengerti maksudmu sunbae"

Naeun baru saja akan kembali berujar, namun kehadiran sosok Jisung menahan ucapan gadis Son tersebut.

"Namjoo-ya, Daniel mencarimu" Tukas Jisung dari belakang punggung Naeun.

Sebuah senyum penuh kemenangan Namjoo rekahkan, berbanding terbalik dengan Naeun yang justru terlihat kesal.

"Maaf sunbae, Daniel mencariku. Jadi...aku permisi dulu"

Namjoo segera berlalu setelah mengatakan hal tersebut, meninggalkan Naeun yang mati2an menahan kesalnya.

"Gwenchana?" Eunji yang melihat semuanya sejak tadi tak bisa tak mencemaskan Naeun.

"Anni" Jawab Naeun dengan suara bergetar.

*

"Kenapa kau melakukannya?" Daniel bertanya pada Namjoo sesaat setelah gadis itu menemuinya.

Senyum yang awalnya terpatri di wajah cantik Namjoo seketika sirna mendengar pertanyaan yang Daniel lontarkan.

"Apa...maksudmu?" Namjoo balas bertanya.

"Jangan berpura2, aku tahu kau paham maksudku"

Namjoo menelan susah payah salivanya, nada bicara dan tatapan Daniel yang terkesan dingin membuat gadi itu sedikit ketakutan kini.

"A..aku hanya mencoba menyelamatkan noonamu" Jawab Namjoo setelah beberapa menit terdiam.

"Menyelamatkan noonaku?" Ulang Daniel dengan mata yang memicing tajam.

"Ne, aku hanya coba menyelamatkan noonamu dari penggemar2mu. Jika mereka tahu kalau kalian akan menjadi keluarga, mereka takkan berani menganggu noonamu bukan?"

Daniel menghembuskan nafas pelan mendengar jawaban dari Namjoo dan gadis Kin itu sadar kalau hal tersebut bukanlah sesuatu yang baik untuknya.

"Aku benar2 tak suka dengan apa yang kau lakukan" Dengan nada ketus Daniel kembali berujar.

"Apa yang kau lakukan ini, benar2 mengecewakanku" tambahnya kemudian.

Tangan Namjoo mengepal mendengar apa yang Daniel katakan, ia benar2 tak suka diperlakukan seperti itu terlebih oleh Daniel.

"Kenapa aku merasa apa yang kulakukan untukmu selalu salah?" Protes Namjoo.

Daniel tak langsung menjawab, pria Kang itu hanya menatap sosok Namjoo lurus.

"Aku hanya ingin membantumu, apa kau tak bisa menghargai itu?" Lagi Namjoo berujar dengan raut wajah syarat rasa kecewa.

"Apa aku memintanya?" Balas Daniel angkuh

"Ne?"

"Aku tak memintamu melakukan apapun untukku Kim Namjoo, jadi berhenti melakukan hal yang tak berguna" Daniel segera bangkit dari duduknya dan berlalu meninggalkan Naeun.

Seketika air mata yang sejak tadi Namjoo tahan menetes, membasahi pipi putih gadis Kim tersebut.

"Namjoo" Jisung sudah berjongkok disamping Namjoo dan meraih jemari gadis tersebut.

"Dia menyebalkan" Adu Namjoo pada Jisung.

"Ya, aku tahu" Balas Jisung.

"Tapi aku mencintainya" tambah Namjoo lagi.

"Iya, itu juga aku tahu" lagi Jisung membalas sambil mengusap air mata yang membasahi pipi tembam gadis tersebut.

*

Hujan mengguyur kota Seoul dengan derasnya, membuat Bomi dan Eunji mematung menatap butiran air tersebut.

"Apa kita perlu membawakan sesuatu untuk Naeun?" Tanya Bomi sambil membuka payung yang memang dia bawa dari rumah.

Eunji merapatkan tubuhnya ke sisi Bomi, kemudian mengendikkan bahunya pelan.

Keduanya berencana mendatangi Naeun, setelah pagi tadi gadis Son itu tiba2 pulang sehabis bertemu dengan Namjoo.

"Bagaimana kalau kita membeli cake cokelat sebelum kesana? Bukankah Naeun suka cake cokelat.

Fokus Eunji tak lagi terarah pada Bomi, gadis Jung itu justru sudah menatap seseorang yang terlihat berlari menerobos derasnya hujan tanpa memakai payung.

"Bomi-ya, sepertinya aku tak bisa mengunjingi Naeun" tukas Eunji tiba2.

"Eh? Kenapa?" Bomi nampak bingung.

"Perutku tiba2 sakit, jadi kau saja ya yang pergi"

"Kau sakit? Apa perlu aku antar pulang dulu?" Bomi berujar cemas kini.

"Tidak...tidak usah, sebaiknya kau cepat pergi mengunjungi Naeun sana" Eunji mendorong tubuh Bomi pelan, hingga membuat dirinya basah karena tidak terlindung payung yang dibawa sang sahabat.

"Tapi bagaimana denganmu?"

"Jangan perdulikan aku, cepat pergi saja sana"

"Tapi hujan Eunjiiiii"

"Sudah...tidak apa2, pergi sana cepat"

Dengan sedikit kesal Eunji kembali mendorong Bomi, membuat temannya itu mau tak mau akhirnya meninggalkan Eunji.

Sepeninggalan Bomi, Eunji berlari berlawanan arah. Gadis Jung tersebut nampak menghampiri telepon umum yang hanya berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri.

Tok...Tok...Tok

Tangan Eunji mengetuk box telepon, membuat sosok yang ada di dalam tempat tersebut menoleh padanya.

"Kau sedang berteduh kan?" Tanya Eunji saat sosok tersebut membuka pintu box telepon tersebut.

"Iya" sosok itu yang tak lain adalah Jaehwan menyahut.

"Kalau begitu boleh aku ikut berteduh di dalam?" Lagi Eunji bertanya.

Kali ini Jaehwan hanya mengangguk, kemudian menggeser tubuhnya agar Eunji juga bisa masuk.

Suasana canggung pun menemani kebersamaan mereka, karena baik Eunji dan Jaehwan sama2 memilih tenggelam dalam diam mereka.

"Jaehwan/Eunji" Dengan timing yang nyaris sama keduanya sama2 berujar.

"Kau duluan" Eunji berujar pada Jaehwan.

"Tidak...kau saja lebih dulu" Balas Jaehwan sambil menunjuk Eunji.

Eunji diam sesaat, sambil meremat tangannya menahan gugup.

"Apa yang kukatakan padamu kemarin, aku tidak bercanda soal itu" Tukas Eunji akhirnya

Jaehwan mengangguk "Aku tahu, kau tak bercanda tentang hal itu"

"Kalau begitu...apa kau bisa memikirkannya? Tawaran berkencan denganku?" Tanya Eunji sedikit antusias.

Helaan nafas Jaehwan membalas pertanyaan Eunji, membuat sahabat baik Naeun itu seketika merasa putus asa.

Keduanya pun kembali tenggelam dalam bungkam, hingga suara ketukan pintu menyentak mereka.

"Apa kalian memakai telepon?" Seorang pria paruh baya bertanya saat Jaehwan membuka pintu box telepon umum tempat dirinya dan Eunji berada.

"Tidak...kami hanya sedang berteduh" jawan Jaehwan jujur.

"Kalau begitu bisa aku memakainya? aku perlu menghubungi anakku" pria itu kembali berujar pada Jaehwan.

Jaehwan menatap kearah Eunji, lantas mengisyaratkan pada gadis itu agar keluar.

Keduanya pun kini berdiri di depan box telepon dengan tubuh yang diguyur hujan.

"Dengan apa kau akan pulang?" Tanya Jaehwan yang mulai khawatir pada Eunji.

Gadis itu mengigil kedinginan sambil mengusap kedua tangannya.

"Aku pulang dengan kereta" Jawab Eunji.

"Kalau begitu ayo kuantar ke stasiun" ajak Jaehwan sambil melepas jaket yang dia kenakan.

Pria itu pun langsung mengajak Eunji berlari menerobos hujan dengan menggunakan jaket Jaehwan sebagai penganti payung.

"Kau bisa membawa itu, bersamamu" tukas Jaehwan pada Eunji saat keduanya sudah berada di depan stasiun.

Tangan Eunji meraih jaket yang Jaehwan berikan padanya lantas mendekap benda itu dalam pelukannya.

"Cepat masuk jika tak mau ketinggalan kereta" lagi Jaehwan berujar pada Eunji.

Eunji mengangguk pelan lantas memutar tubuhnya dan mulai beranjak. Jaehwan pun juga sudah bersiap beranjak dari tempat itu, namun panggilan dari Eunji menahan langkah pria tersebut.

"Tak bisakah aku mendapat kesempatan meski hanya satu kali?"

"Ne?" Jaehwan terlihat bingung dengan pertanyaan yang baru saja Eunji lontarkan.

"Ayo buat taruhan" Tukas Eunji lagi yang semakin menambah rasa bingung di hati Jaehwan.

"Jika ada seseorang yang keluar dari stasiun ini dengan membawa payung berwarna merah, kau...harus pergi berkencan denganku"

Jaehwan diam sesaat, sebelum akhirnya mengangguk pelan.

"Baiklah...kalau ada seseorang yang keluar dengan memakai payung merah, aku akan kencan denganmu" sanggup Jaehwan.

Keduanya sama2 memandang kearah pintu stasiun, memperhatikan orang yang keluar dari tempat itu.

Seorang wanita keluar tak lama setelah Jaehwan menyanggupi permintaan Eunji. Keduanya sama2 memperhatikan payung yang wanita itu bawa dan seketika rasa kecewa dirasakan Eunji manakala payung yang wanita itu bawa tidak berwarna merah.

"Hah, sepertinya keberuntungan memang tak berpihak padaku" Dengan senyum getir Eunji berujar pada Jaehwan.

"Baiklah...aku akan pergi, maaf sudah menahanmu"

Jaehwan bisa melihat raut sedih di wajah Eunji dsn hal itu membuat perasaan pria itu berubah tak baik.

"Bukankah lebih adil jika aku mencoba juga?" Tanya Jaehwan.

"Maksudmu?" Gantian Eunji yang tak mengerti maksud ucapan Jaehwan.

"Syaratnya sama sepertimu,jika ada orang yang keluar dengan payung merah...maka aku akan pergi berkencan denganmu" Tukas Jaehwan dengan senyum sumringah di wajahnya.

"Hey, kau tak perlu melalukan ini"

"Tidak...aku harus melakukannya agar taruhan kita menjadi adil" Jawab Jaehwan.

Eunji tersenyum senang, lalu kembali mengarahkan pandangannya ke pintu masuk. Lagi2 seorang wanita yang keluar, dengan membawa payung berwarna hitam di tangannya.

Kali ini bukan hanya Eunji yang merasa kecewa, Jaehwan pun menunjukan raut serupa. Keduanya pun menunduk dalam sambil menghela nafas pelan.

Eunji pun sudah bersiap mengucapkan selamat tinggal pada Jaehwan, namun matanya seketika berbinar manakala melihat payung yang dikembangkan wanita tersebut.

Ternyata payung yang dibawa wanita tadi berwarna merah yang dibungkus dengan sarung berwarna hitam.

"Apa itu artinya kita akan berkencan?" Jaehwan yang juga melihat hal itu berujar sambil tersenyum pada Eunji.

"Ne, bukankah memang begitu perkanjiannya?" Balas Eunji riang.

TBC_

Langsa, 5 April 2019
16:35
Porumtal

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro