Sisi 16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ah, itu denyut jantung janinnya sudah ada. Mbak mau dengar?"

Dokter Indira mengutak-atik panel kontrol USG kemudian terdengar bunyi "fush... fush... fush". Ratna yang terbaring di ranjang periksa, melemparkan senyum kepada Bayu yang duduk di depan meja dokter. Rasa haru memenuhi rongga dada keduanya.

Ini merupakan pemeriksaan ketiga sejak Ratna mengetahui dirinya hamil. Sebelumnya, dokter Indira meminta mereka kontrol kehamilan setiap dua minggu, untuk memastikan janinnya kuat dan sehat. Dokter juga menegaskan bahwa mual-mual yang dialami Ratna merupakan gejala yang baik, tidak perlu terlalu cemas, selama masih ada asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh.

"Itu suara detak jantungnya, Dok?" tanya Bayu.

"Iya, jangan dibayangin seperti suara detak jantung kita yang bunyinya mantap. Deg... deg... deg, gitu. Kalau detak jantung janin memang begini, seperti bisikan ya?"

Dokter memutar kursi berodanya. "Semuanya baik, Mbak.  Usia kehamilan delapan minggu. Kontrol berikutnya sebulan lagi saja."

Bidan membantu Ratna membersihkan ultrasound gel dari perut dengan tisu, lalu merapikan kembali pakaiannya. Bayu menyambut dengan tangan terulur saat Ratna menuju kursi di sampingnya.

"Selamat ya, Mbak, Mas," ucap sang dokter. "Saya resepkan vitamin. Yang terpenting, makan makanan yang bergizi. Hamil bukan berarti makan dengan porsi dua kali lipat. Ada yang mau ditanyakan?"

"Apa aman untuk berhubungan suami istri, Dok?" tanya Bayu tanpa malu-malu. Ratna otomatis meremas tangan suaminya, gemas. Dari sekian banyak hal yang bisa ditanyakan, Bayu justru memilih pertanyaan itu.

"Aman, tapi tetap diperhatikan kenyamanan istri. Penetrasi jangan terlalu bersemangat dan sebaiknya, sperma jangan dikeluarkan di dalam. Untuk berjaga-jaga, karena kandungan prostaglandin dalam sperma bisa memicu kontraksi."

Bayu mengangguk-angguk, meski ia tidak yakin bisa menarik si junior tepat sebelum ejakulasi. Sesaat sebelum ejakulasi itu kan saat sedang nikmat-nikmatnya. Atau mungkin ia bisa mencoba kondom. Bayu akan bertanya pada Anton, rekomendasi kondom yang super tipis.

***

Kabar kehamilan Ratna menyebar cepat. Baik orangtua Bayu maupun orangtua Ratna, menyambut gembira. Melalui percakapan telepon, Yunita, ibu Ratna, bahkan memperingatkan tentang segala pantangan yang tidak boleh dilakukan ibu hamil, entah itu fakta atau mitos.

"Jangan makan buah yang bergetah. Nanas muda, durian ojo dipangan sek," pesan Yanita.
(*ojo dipangan sek = jangan dimakan dulu)

"Ojo kesel-kesel. Ra sah nggotong-gotong sing abot." (Jangan terlalu capek. Nggak usah membawa barang yang berat.)

"Nggih, Bu," angguk Ratna meskipun sang ibu tidak bisa melihat gerakan itu.

"Ojo mateni kewan. Bayu yo dikandani, ojo nyembelih kewan. Nek mangan ayam, disembelih ning pasar sisan. Pokoke ojo macem-macem, wong kowe lagi meteng." (Jangan membunuh binatang. Bayu juga dibilangin, jangan menyembelih hewan. Kalau makan ayam, disembelih di pasar sekalian. Pokoknya jangan macam-macam, karena kamu sedang hamil.)

Ratna menghela napas. Ia yakin jika diteruskan ibunya akan mewanti-wanti agar ia tidak keluar rumah di malam hari karena khawatir janin akan diambil makhluk halus. Atau jika ada gerhana, maka Ratna pasti akan disuruh bersembunyi di bawah kolong meja. "Itu kan hanya mitos, Bu," debat Ratna dengan nada sopan.

"Nek dipeseni wong tuwo ki ojo ngeyel." (Kalau diberi nasihat oleh orangtua, jangan membantah.)

Ratna pun tak punya pilihan selain menurut. "Nggih, Bu."

"Ngko nek lego, Bapak Ibu mrana." (Nanti kalau sempat, Bapak Ibu yang akan ke sana.) Yunita memutuskan sambungan telepon.

Lain halnya dengan Fifi. Sahabat Ratna sejak duduk di bangku SMA itu langsung datang berkunjung ke rumah, dengan membawa banyak buku tentang kehamilan.

"Seribu hari pertama kehidupan itu adalah masa emas pertumbuhan dan dimulai sejak di dalam kandungan. Jaga kesehatan. Semua buku-buku ini udah lengkap mengulas dos and don'ts bagi ibu hamil," ucap Fifi menggebu-gebu selayaknya sales yang sedang berjualan buku.

Ratna mengambil salah satu buku dan membaca blurb yang tertulis di bagian cover belakang.

Pemenuhan gizi anak harus sudah dimulai sejak 1000 hari pertama kehidupannya. Mengapa? Sebab di masa ini anak sedang berada pada masa golden age, yaitu periode paling optimal untuk proses tumbuh kembangnya. Jika di masa ini kebutuhan gizinya tercukupi, maka kemampuannya untuk tumbuh berkembang serta belajar pun jadi lebih baik.

Pertanyaannya, kapankah 1000 hari pertama kehidupan tersebut? Masa ini dihitung sejak hari pertama konsepsi hingga anak berusia 2 tahun. Jadi masa-masa kehamilan hingga dua tahun pertama kehidupan anak ini kebutuhan gizi harus selalu terpenuhi supaya fungsi otak dan sistem imun dapat terbentuk lebih baik.

Di bagian daftar isi, tercantum resep-resep makanan camilan yang sehat bagi ibu hamil, cara menjaga kebugaran tubuh selama hamil, tentang pemberian ASI eksklusif, serta beberapa resep MPASI yang mudah.

Setidaknya, buku-buku ini berisi informasi valid yang berdasar pada penelitian ilmiah, bukan mitos-mitos tidak jelas seperti yang dipercaya ibunya. "Ya, makasih udah repot-repot ngebeliin aku buku," ujar Ratna.

Meskipun diliputi kegembiraan, ternyata hamil itu ada tidak enaknya juga. Ratna baru tahu jika mual-mual yang menderanya membuatnya kehilangan selera makan. Susu cokelat dingin kesukaannya pun tak bisa ia nikmati. Bayu ikut cemas karena sejak pagi istrinya hanya makan sekeping biskuit mari dan segelas air jeruk nipis hangat.

"Kamu kepengin makan apa? Kita pesan GoFood," tawar Bayu.

Sejak sering mual-mual, Ratna tidak memasak. Katanya, mencium bau bawang saja membuatnya ingin muntah. Bayu terpaksa merelakan perutnya diisi oleh menu-menu take away dari rumah makan yang dipesan melalui aplikasi online.

Ratna menggeleng. "Aku pengin makan telur ceplok aja, tapi kamu yang bikinin."

Mulut Bayu ternganga. Sepertinya Ratna mulai mengidam yang aneh-aneh. Bayu tidak berkeberatan memenuhinya, hanya saja permintaan Ratna kali ini cukup sulit. Bayu sama sekali tidak bisa masak. Punya istri yang hobi memasak, membuatnya tidak pernah berkecimpung di dapur. Jangankan menggoreng telur, memanasi masakan saja tak pernah dilakukan Bayu.

"Tapi, Na... aku kan nggak bisa bikin telur ceplok."

"Gampang, kok. Aku kasih instruksi, tapi kamu yang gorengin."

Ratna dengan bersemangat menarik Bayu ke dapur. "Ambil telur di kulkas."

Bayu melakukan perintah pertama itu lalu bergerak mengambil wajan. Demi cintanya pada Ratna yang tengah mengandung buah hati mereka, ia akan melakukan apa saja.

"Pakai teflon aja, biar nggak meledak-ledak," titah Ratna.

Gerakan Bayu berhenti. "Emangnya goreng telur bisa bikin gas meledak?" Jangan-jangan banyaknya kasus gas elpiji meledak itu karena ibu-ibu tidak berhati-hati saat menggoreng telur.

"Bukan, maksudku biar nggak meletup pas telurnya diceplokin di minyak panas," koreksi Ratna.

Bayu mengambil teflon dan meletakkannya di atas kompor.

"Minyak gorengnya satu sendok makan aja." Perintah berikutnya.

Bayu menakar minyak goreng dengan sebuah sendok makan, lalu menuangnya ke atas teflon dan menyalakan kompor.

"Sekarang masukin telurnya."

Bayu memecah cangkang telur dan terdengar bunyi mendesis saat telur mentah bertemu permukaan teflon yang panas. Ratna bergerak menghampiri. Wanita itu menaburkan sejumput garam ke atas telur yang belum memadat. Aroma gurih mulai terhidu.

Ah, ternyata menggoreng telur itu mudah. Bayu bangga dengan dirinya sendiri.

Ratna lalu bergerak mengambil sesuatu di rak makanan dan menaburkannya di atas telur. Benda itu adalah... meisis cokelat?

"Na, kok dikasih meisis?" Bayu menatap nanar pada telur mahakaryanya yang kini diberi topping cokelat. Ya ampun, bakal kayak apa rasanya? Nggak sekalian nih dikasih keju parut dan susu kental manis, biar jadi martabak?

"Nggak apa-apa. Mendadak pengin tahu rasanya kayak apa. Nah, sekarang angkat."

Bayu mengambil spatula dan mengangkat telur-ceplok-meisis-cokelat lalu memindahkannya ke piring.

Ratna mengendus-endus makanan aneh itu dengan riang. Tak sabar ingin mencoba rasanya. Bayu membimbing sang istri ke meja makan. Tak lupa disediakan pula segelas air putih dan sendok garpu. Ratna memotong sedikit telur ceploknya, lalu menyuapkan ke mulut.

Bayu memperhatikan istrinya mengunyah kemudian menelan potongan telur itu. "Enak?" tanyanya sangsi. Barangkali rasanya seperti serabi.

"Nggak." Ratna meneguk air minum kemudian menggeleng. "Kamu aja yang makan." Ratna mendorong piring ke hadapan Bayu.

"Hah?" Mata Bayu membelalak ngeri.

Namun, Ratna tersenyum manis. "Ayo dimakan. Kalau kamu nggak makan, nanti dedek bayinya ileran lho karena ngidam ibunya nggak keturutan."

Bayu menelan ludah, batinnya mengutuk manusia bodoh yang menciptakan mitos konyol tentang kehamilan. Tampaknya, masa-masa penyiksaan calon ayah baru, resmi dimulai hari ini.



========

Hey, yang belum follow akun wattpad-ku, follow dong. Follow juga Instagram-ku : kristinuha_85

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro