Sisi 19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Warning! Bab ini bisa bikin marah-marah.

----------

"Bayuuu, kamu kok tega sih."

Suara Endah melengking, menusuk gendang telinga Bayu, sampai-sampai ia harus menjauhkan ponsel. Wajah ibunya yang tampak di layar ponsel pun tampak siap mengepulkan asap. Sudah Bayu duga, mamanya akan keberatan dengan keinginan Gita untuk kos.

"Ini Gita yang minta sendiri, Ma. Bayu nggak memprovokasi."

"Tapi nggak mungkin Gita tiba-tiba minta ngekos. Kamu sama Ratna pelit ya? Gita kamu suruh-suruh terus pasti. Ya ampun, Bayuuuu... Adikmu itu kan nggak biasa bantu-bantu di rumah. Kamu cari ART dong buat beresin rumah. Jangan adikmu yang dijadiin babu."

Endah dengan semena-mena menuduh Bayu memperbudak Gita, anak kesayangannya. Ratna yang duduk di tepi ranjang dan ikut mendengarkan percakapan video call itu sampai mengernyit dan meringis.

"Ma, gimana caranya Bayu mau memperbabu Gita? Lha wong dia aja nggak bisa apa-apa. Mentok-mentok,  juga cuma cuci piring sama sendok sebiji. Baju dicuciin dan disetrikain Ratna."

"Aduh,  Bay. Mama nggak tega ngelepas Gita ngekos jauh banget di Jogja." Suara Endah memelas.

"Gita ingin belajar mandiri, Ma. Didukung, dong." Sebelum Endah sempat menyemburkan protesnya lagi, Bayu buru-buru menambahkan. "Nanti Bayu cariin kos yang aman, yang ada induk semangnya, supaya tamu laki-laki nggak bisa masuk ke kamar. Kalau perlu yang ada anjing penjaganya sekalian. Bayu juga janji bakal sering tengokin Gita di kos. Setiap malam Minggu, Gita bisa tidur di rumah Bayu."

"Tapi, Bay---" Ucapan Endah terpotong. Layar bergoyang. Sepertinya ponsel di tangan Endah direbut oleh seseorang. Wajah Jati kini menggantikan mengisi layar ponsel.

"Papa setuju Gita ngekos. Supaya dia berlatih mengatur keuangan juga. Kamu cariin kos yang baik untuk adikmu itu. Soal Mama, biar jadi urusan Papa."

"Siap, Ndan." Bayu pun memutuskan sambungan video call mereka.

***

Mencari rumah indekos bagi Gita tidaklah mudah. Lingkungan harus bersih, pemilik kos jelas, penghuni kos yang lain juga baik perilakunya, akses ke fasilitas umum mudah, serta harga yang masuk akal. Setelah satu minggu mencari, akhirnya Gita pun menemukan tempat yang cocok.

"Sebenarnya aku pengin ikut, pengin tahu kosannya Gita kayak apa," ujar Ratna sembari memarut keju di suatu siang.

Bayu menatap kegiatan istrinya dengan sorot ngeri. Sebenarnya memberi keju parut pada makanan itu hal yang lumrah. Citarasa keju yang creamy dan gurih tentu menambah lezat masakan. Asalkan makanannya cocok. Masalahnya, sekarang Ratna sedang menambahkan keju parut di atas sepiring lotek yang Bayu beli di warung dekat kompleks mereka. Bayangkan akan seperti apa rasanya? Apalagi lotek itu super pedes, ada lima cabe rawit yang dihaluskan bersama bumbu kacangnya.

Ya Lord, kenapa ngidam Ratna aneh-aneh sekali.

Dua hari yang lalu, Ratna ingin makan udang tepung dengan saus yogurt rasa blueberry. Kalau dimakan sendiri, tentu tak jadi masalah. Tetapi Ratna mengharuskan Bayu ikut menikmati makanan aneh itu bersama. Sekarang, lotek tabur keju itu pasti juga akan masuk ke perut Bayu. Belum apa-apa, keringat sudah membulir di dahi lelaki itu.

"Besok-besok kan bisa, kalau sudah rapi. Hari ini aku cuma mau bantuin pasang wallpaper. Sama beresin ini itu yang berat-berat, yang butuh tenaga cowok."

"Ya udah, deh. Yuk, makan." Ratna meletakkan parutan keju dan mengulurkan sebuah sendok. Jelas sekali meminta suaminya makan lotek keju sepiring berdua. Bayu menerima sendok dengan setengah hati. Ia berjanji akan memastikan anaknya kelak mengetahui kisah heroik pengorbanannya selama Ratna hamil.

"Not so bad, ya?" komentar Ratna. Mulutnya mengunyah dengan lahap.

Yah, setidaknya masih mendingan lotek ini daripada udang saus yogurt. Rasa keju masih agak nyambung dengan bumbu kacang.

"Besok makan yang normal aja ya, Na."

"Nggak tahu deh, si Dedek maunya apa besok. Kamu keberatan ya nurutin ngidamku?" Pertanyaan itu dilontarkan disertai seulas senyum manis.

"Nggak," bantah Bayu cepat. "Cuma segini mah enteng." Semudah itu Bayu luluh. Ya sudahlah, nasib cowok bucin memang begini. Bayu kembali menyuapkan lotek keju ala-ala itu ke dalam mulutnya, lalu menyengir lebar.

Ratna mengelap saus kacang yang menempel di sudut bibir suaminya dengan tisu. "Sayang banget sama kamu," ujarnya.

Cengiran Bayu semakin lebar. Asal istrinya bahagia, apa pun akan ia lakukan.

Lotek di piring sudah habis. Barangkali Tuhan memberkati lambung Bayu dengan kemampuan adaptasi yang teramat bagus. Buktinya ia bisa menelan makanan ajaib itu tanpa memuntahkannya. "Aku langsung berangkat ke kosan Gita," pamitnya setelah membereskan meja makan.

Ternyata bukan hanya Bayu yang datang untuk membantu Gita pindahan. Secara mengejutkan hadir pula Della di sana.

"Kamu kok bisa di sini, Del?"

"Gita cerita kalau dia pindah ke kos hari ini. Ya aku mau bantu-bantu, Mas."

"Oh." Bayu tidak mengira pertemanan Della dan adiknya sudah sedemikian akrab. Sama seperti ia tidak menduga Della akan tampil sekasual ini. Siang ini Della memakai celana pendek jins yang menyisakan setengah pahanya terekspos serta kaus merah ketat dengan garis leher V yang dalam hingga memamerkan belahan dada.

Visual bentuk payudaranya tercetak jelas. Besar dan kencang. Bayu sampai harus memalingkan wajah ke arah lain agar tidak tergoda menatap lembah indah itu.

"Git, ini aku bawain dispenser air." Suasana hati Della sedang bagus, karena tidak hadirnya Ratna di sini. Membelikan Gita barang mahal sama sekali bukan masalah.

"Eh, buat aku, Mbak? Wah, makasih." Gita berseri-seri gembira. Water dispenser yang dibelikan Della termasuk yang mahal. Dengan fitur hot and cool dan bagian galon air di bawah, sehingga Gita tak perlu mengangkat galon seperti atlet angkat besi.

"Seharusnya kamu nggak perlu beliin Gita macem-macem, Dell," tegur Bayu.

"Nggak apa-apa, Mas. Anggap aja hadiah atas kemandirian Gita."

"Belum. Belum terbukti dia bisa mandiri."

"Ah, biasa. Mas Bayu mah suka julid sama aku," sergah Della. "Udah, Mas. Sana mulai kerja."

Bayu juga ingin cepat-cepat menyelesaikan bagian tugasnya, lalu pulang memeluk istrinya. Cuddling di hari Minggu adalah yang terbaik.

"Mas, geserin lemarinya ke pojok sana," perintah Gita seraya berkacak pinggang. Gayanya mirip ibu tiri sedang memerintah Cinderella, tidak peduli sang abang tengah sibuk memasang wallpaper.

"Bentaran ngapa? Nggak lihat aku lagi ngapain? Yang ngadi-ngadi pengin pasang wallpaper siapa?"

"Hih, turun sebentar geserin lemari." Gita tak mau kalah. "Aku mau beliin minuman dingin buat Mbak Della. Pokoknya aku balik nanti, itu lemari udah harus pindah ke pojokan."

Bayu berdecak sebal, tetapi tetap turun dari tangga aluminium yang dipinjamkan ibu kos Gita. Ia menggeser lemari kayu berpintu satu ke titik yang diinginkan Gita. Namun, lantai di situ sepertinya tidak rata karena lemari tersebut berdiri goyang. Kepala Bayu menoleh ke sana ke sini, mencari sesuatu yang bisa dijadikan ganjal kaki lemari. Kertas atau semacamnya.

Tiba-tiba Della membungkuk tepat di depan Bayu, mengulurkan potongan kardus bekas kotak dispenser yang sudah digunting kecil. "Pakai ini aja, Mas."

"Makasih, Dell." Bayu menyelipkan potongan kardus itu ke bawah salah satu kaki lemari. Berhasil, lemari tersebut kini berdiri kokoh. Mata Bayu melirik ke arah Della. Wanita itu masih setia membungkukkan badan di sampingnya. Posisi yang membuat Bayu panas dingin. Pasalnya, payudara montok Della seakan disuguhkan ke hadapannya. Bahkan bra hitam berenda yang dikenakan wanita itu sedikit mengintip.

Tuhan, inikah yang dinamakan ujian yang harus disyukuri? Bayu menelan ludah dengan berat. Ia lalu berdiri dan berniat untuk melanjutkan pekerjaannya memasang wallpaper.

"Mas, suka? Mas boleh pegang kalau mau." Suara Della hanya berupa bisikan lembut. Merayu. Wanita itu bergerak mendekat lalu meraih tangan kanan Bayu dan membawanya pada payudaranya.

Awalnya hanya ibu jari Bayu yang mengelus belahan dada Della, menikmati kulit putih mulus. Lalu telapak tangan lelaki itu terentang, mencoba menangkup sebanyak mungkin bulatan payudara Della. Busa tipis bra tidak mampu menyembunyikan tonjolan puting yang mengeras. Della menggigit bibir saat merasakan remasan pertama di payudara kirinya.

Ya, ini yang ia nantikan selama ini.

"Mbak Della mau jus mangga atau es cappuccino cincau? Gerah banget nih. Minum yang seger-seger kayaknya enak banget."

Oh, sial. Suara Gita membuyarkan khayalan panas Della. Senyumnya kaku, sorot matanya memandang bergantian antara Gita yang membawa seplastik minuman dingin dan Bayu yang sudah nangkring lagi di atas tangga aluminium, sibuk dengan wallpaper.

Kapan sih ia bisa membuat lelaki itu takluk di bawah pesonanya? Masa iya Della harus memberi Bayu obat perangsang seperti cerita di novel-novel? Ah, sepertinya tidak perlu. Meskipun Bayu coba menyamarkannya, Della tadi sempat memergoki lelaki pujaannya itu mencuri pandang ke arah belahan dadanya. Jadi ini hanya soal waktu, simpul Della. Cepat atau lambat, Bayu akan menyerah pada hasratnya. Della hanya perlu memberinya umpan terus-menerus.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro