10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mulai hari ini, Bongbong akan sering izin dari toko roti lantaran panggilan dari tunangan bohongannya jika dia terdapat masalah. Uang dibayar di muka membuat dirinya terpaut janji yang harus ditepati. Jika janji memang harus ditepati bukan? Karena janji adalah hutang yang akan ditagih saat di akhirat nanti. Serem....

Seperti biasa, dirinya membawa nampan dari dapur ke rak kue. Menata kue per potong, juga roti yang sudah terbungkus plastik. Setelah itu, ia melakukan pembukuan di ruang karyawan.

“Kak Bila, ntar gue izin lagi, ya? Ada tugas negara,” kerlingnya pada Bila yang juga menata roti di depan rak.

“Izin sama Elsa, jangan gue! Dia lebih deket sama manajer di sini.”

“Ok.” Bongbong berjalan ke kasir, saat ada pembeli datang.

“Selamat siang, selamat datang di Cake n’deus. Ini aja, Kak?” Setelah menghitung, lalu dimasukkan ke dalam plastik. “Dua ratus tiga puluh empat ribu, Kak.”

“Iya.” Si perempuan itu membayarnya, lalu mengambil rotinya.

“Terima kasih.” Bongbong langsung menuju dapur menemui Elsa.

“Elsa, ntar gue izin lagi, ya?” tanyanya sambil memberikan gula pasir yang dibutuhkannya.

“Mau ke mana emang? Ini kerja, Bong, bukan tempat main. Jangan main-main di tempat kerja!”

“Iya, El, tau. Tapi ini tugas negara.”

Bila masuk dapur saat melihat Elsa mempersulit Bongbong untuk mendapatkan izin. Pasalnya, di toko roti ini, untuk mendapatkan izin harus melalui Elsa, bukan manajer. Di mana pun, jika izin seharusnya dengan atasan atau manajer, ‘kan?

Dengan mata kucingnya, Bongbong berkedip pada Elsa agar diizinkan. Ia berharap kali ini Elsa mau mengizinkannya.
“Udah, izinin aja! Kata Pak Tengku suruh kasih izin.” Bila meletakkan nampan lalu kembali ke depan.

Mendengar suara Bila mengizinkannya, Bongbong kegirangan. Ia pun memeluk Elsa dengan spontan, hingga yang dipeluk terkejut.

“Lepasin!” Tangan Elsa memukul pelan tangan Bongbong. Saking senangnya mendapat izin, Bongbong lepas kendali. “Lepasin, Bong!”

Bongbong melepaskan tangannya. “Kegirangan, El. Makasih, ya,” tulusnya pada Elsa. Ia pun melepaskan celemeknya, lalu menaruhnya ke loker sebelah dapur.

Bongbong merenggangkan tubuhnya. Ini masih jam sepuluh pagi, ia janji jam satu siang bertemu dengan Jay. Untuk mengisi waktu kosongnya, Bongbong pergi ke kampus untuk mencari referensi buku atau bertemu dengan dosen.

Bongbong mengirim pesan pada dosennya, lalu menutup ponselnya lagi. Ia naik angkot untuk menuju kampus.

Semester akhir membuatnya harus sering-sering mengirim pesan pada dosen jika ingin bertemu atau menanyakan tentang isi skripsinya. Sepatu snikers itu melangkah pelan ke ruang perpustakaan saat dosennya belum membalas pesan.

Saat tiba di perpustakaan, Bongbong terlalu asyik membaca novel hingga lupa akan tujuannya ke sini, atau janjinya bertemu Jay jika tidak ditegur oleh temannya beda jurusan.

“Asyik banget baca novelnya?” tegur temannya yang bernama Dito.

“Iya, nih. Lagi iseng aja.” Bongbong menutup novelnya, lalu melihat jam di ponselnya. Ia terkejut karena sudah dua jam membaca novel terjemahan karya Christina Lauren.

Perpustakaan kampus memang lengkap, seperti perpustakaan nasional. Hal ini yang membuatnya betah berlama-lama di kampus karena buku dari tahun ia belum dilahirkan hingga tahun sekarang ada.

Dito mendekat untuk melihat sampul novelnya, dan berkata, “Oh, Beautiful Bastard. Itu, kan, novel udah lama, tapi emang bagus, sih.”

Tanpa peduli dengan ucapan Dito, Bongbong yang melihat ponselnya langsung pamit pada Dito. “Dit, ntar balikin ini ke rak, ya! Gue buru-buru, nih. Thanks.” Bongbong menyerahkan novelnya pada Dito lalu berlari ke depan kampus di mana dirinya membuat janji dengan Jay.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro