4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat Adnan di perusahaannya, pria itu langsung menghadiri rapat dengan beberapa orang penting guna peningkatan mutu perusahaan. Mereka yang hadir adalah kolega bisnis Adnan yang sudah bersama dengan perusahaan pria itu saat masih di pegang oleh sang ayah.

"Sudah dua tahun perusahaan ini kamu pegang, tapi sayang tidak ada perubahan yang signifikan," cerca salah satu kolega bisnis Ayahnya Adnan yang memang selalu mencari masalah dengan pria itu.

Adnan yang duduk di ujung meja rapat tersenyum simpul saat mendengar cercaan tersebut. Dia sudah kenyang jika semua cercaan itu adalah makanan. "Kalau memang menurut anda perusahaan ini tidak berubah, kenapa anda tidak mencabut saham anda saja?"

Adnan menantang pria paruh baya bernama Laga tersebut, dia sudah tau bagaimana Laga jika berurusan dengan bisnis, tetapi berusaha untuk tetap merahasiakannya.

Laga yang sebelumnya enggan menatap Adnan langsung menoleh dengan salah satu alisnya yang terangkat. "Kamu menantang saya?"

"Iya."

Jawaban singkat Adnan layangkan karena ingin menyelesaikan pertengkaran yang tidak ada habisnya itu. Pikirannya sudah dipenuhi dengan banyak hal dan Laga tiba-tiba menambah beban hidupnya.

Melihat tidak ada reaksi pada Laga juga beberapa orang penting lainnya, Adnan bangkit dari duduknya dan menahan tubuhnya dengan kedua tangan yang dia taruh di atas meja seakan ingin menerkam orang-orang di hadapannya.

"Jangan kalian pikir saya takut pada kalian. Saya memang jauh lebih muda dari kalian, tapi saya punya kekuasaan lebih tinggi."

Setelah memberi ancaman, Adnan keluar dari ruang rapat bersama kedua sekretarisnya. Fani dan juga Abay. Kedua orang itu terlihat saling memandang setelah keluar dari ruang rapat.

Di belakang Adnan, keduanya terus mengikuti atasannya tersebut sampai ke depan pintu ruangannya.

Langkah kaki Adnan terhenti di depan pintu ruangannya dan perlahan membalik sempurna tubuhnya. "Beri saya istirahat 10 menit sebelum agenda selanjutnya, jangan ganggu saya sampai waktu istirahat saya selesai."

Peringatan tersebut membuat Feni dan Abay mengangguk patuh. Setelah Adnan masuk ke dalam ruangannya, kedua sekretarisnya itu langsung berbincang. "Tumben banget, Pak Bos begitu," ucap Feni sembari berjalan menuju mejanya.

"Iya, aku aja kaget ngeliatnya."

Kedua sekretaris Adnan itu kemudian duduk di meja mereka masing-masing. Sebelum sibuk dengan aktivitas lain, keduanya kompak menyalakan alarm untuk menghitung waktu istirahat Adnan.

Di sisi lain, Adnan yang baru saja masuk ke dalam ruangannya langsung membuka jas yang sebelumnya dia gunakan dan menaruhnya di atas sandaran sofa yang biasa digunakan untuk menerima tamu.

Langkah pria itu membawanya ke arah dinding yang sepenuhnya berbahan baku kaca.

Sembari menatap keluar, tangan Adnan merogoh kantung celananya dan mengeluarkan ponsel dari sana.

Setelah mengetik beberapa huruf, Adnan kemudian menaruh ponselnya ke telinga. "Halo, Qil," sapa Adnan setelah panggilan dengan istrinya itu terhubung.

"Halo, Mas. Kenapa?"

Senyum kecil terlukis di wajah Adnan setelah mendengar suara Qila, entah kenapa dia ingin mendengar suara istrinya tersebut dan benar saja setelah mendengar suara Qila perasaannya sedikit membaik. "Nggak pa-pa, saya mau nelepon aja."

"Oh gitu, emangnya Mas nggak kerja?"

"Kerja kok, ini lagi istirahat bentar."

"Okay deh. Hmm, Mas udah makan siang?" tanya Qila tiba-tiba dan Adnan menggeleng pelan padahal mereka tengah berbincang melalui panggilan telepon. Jelas, istrinya itu tidak melihat apa yang dia lakukan. "Mas, kamu masih di sana kan?"

Mendengar pertanyaan Qila, Adnan langsung sadar dari lamunannya. "Eh, iya saya masih di sini."

"Syukurlah, aku pikir kamu kenapa-kenapa."

"Nggak kok," jawab Adnan sembari berjalan menuju meja kerjanya dan setelah duduk, pria itu kembali melempar sebuah pertanyaan. "Orang yang jagain kamu udah datang belum?"

"Hah, yang jagain aku? Siapa emangnya?"

"Ituloh, yang saya ceritain pas hari pertama kita datang ke rumah."

"Oh, nggak ada Mas. Sampai sekarang nggak ada orang yang datang."

Mendengar penjelasan Qila yang meyakinkan, Adnan langsung menyatukan alisnya. Dia sedikit bingung dengan apa yang istrinya sampaikan padahal sebelumnya bawahan pria itu sudah mengatakan bahwa orang yang akan menjaga Qila akan datang hari ini.

"Hmm, kalau gitu saya mau hubungin bawahan saya dulu ya buat nanyain hal itu."

"Iya, Mas. Nanti kabarin aja."

"Oke. Saya kerja dulu."

"Iya, Mas."

Sesuai dengan ucapannya, Adnan langsung menghubungi bawahannya yang bernama Aryo. Namun sayang, saat itu panggilannya diabaikan dan tiba-tiba Feni masuk ke dalam ruangan Adnan, mengingatkan pria itu jika dia memiliki jadwal lain sekarang.

"Pak, kita harus langsung rapat lagi."

"Oke."

Adnan mengambil jas yang sebelumnya dia lepas dan menggunakannya kembali. Setelah rapi, pria itu mengikuti Feni yang sudah keluar dari ruangannya.

Mereka bertiga kembali menghadiri rapat yang kali ini diadakan oleh divisi keuangan. Pemasukan perusahaan Adnan beberapa bulan ini mengalami penurunan dan Adnan ingin mengkaji apa yang terjadi di belakang masalah tersebut.

Kembali menghadiri rapat, Adnan memperhatikan wajah tegang beberapa karyawannya. Mereka saling pandang setelah Adnan memasuki ruangan dan duduk di kursinya. "Langsung saja pada intinya, apa yang kalian dapat dan perlu kita lakukan."

Rapat yang terasa tegang membuat pikiran Adnan semakin pusing, dia tidak menyangka jika ada seseorang yang masuk ke dalam perusahannya untuk menghancurkan perusahan pria itu dari dalam.

"Jadi, maksud kalian, Aryo dalang dari semua ini?" tanya Adnan dan semua karyawan yang ikut rapat mengangguk kompak.

Adnan memijat keningnya yang terasa pening. Pantas saja dia tidak bisa menghubungi Aryo, ternyata pria itu mencoba untuk menghancurkannya. Bangsat! Kok bisa saya kecolongan gini. Padahal dia orang yang saya percaya!

"Oke, saya bakal urus dia. Sekarang, kalian lanjutkan perkejaan kalian dan ikuti arahan yang tadi saya sampaikan."

"Baik, Pak."

Adnan dan kedua sekretarisnya kembali keluar dari ruang rapat, mereka bertiga masuk ke dalam ruangan Adnan dan duduk bersama di sofa. "Saya mau kalian cari Aryo bagaimana pun caranya," pinta Adnan dan kedua sekretarisnya mengangguk kompak.

"Saya juga mau kalian carikan istri saya asisten dan penjaga. Saya nggak mau istri saya kenapa-kenapa."

"Baik, Pak."

Adnan sudah tidak tau harus percaya pada siapa, orang yang dia anggap sebagai teman ternyata menusuknya dari belakang. Awas aja ya, Ryo. Saya nggak akan lepasin kamu kalau sampai ketemu.

Amarah Adnan memuncak setelah kembali memikirkan bahwa Aryo mengkhianatinya padahal mereka sudah berteman cukup lama dan saling membantu jika ada kesusahan.

Di tengah kekesalannya, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Adnan dan pengirimnya adalah Qila. Melihat hal itu raut wajah Adnan berubah, dia melukis senyum kecil sehingga membuat kedua sekretarisnya kebingungan dan saling menatap.

"Bos kita kenapa?" bisik Feni dan Abay langsung menggeleng pelan.

"Nggak tau."

Menyadari jika dia menjadi pusat perhatian, Adnan langsung mengangkat wajahnya dan menatap kedua orang di hadapannya. Dengan wajah yang kembali serius, dia meminta kedua sekretarisnya itu untuk keluar. "Hmm, kalian bisa keluar sekarang. Saya ada urusan."

"Baik, Pak."

Setelah kedua sekretarisnya itu keluar, Adnan dengan cepat membuka pesan yang Qila kirimkan. Namun, setelah membaca pesan tersebut. Adnan langsung bangkit dari duduknya dan menghubungi sang istri.

"Jangan terima masuk orang itu!"

***

Jumkat : 1089

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro