27. PASKAH

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Desember 2023

"Perasaan pas SMA, Kak Rion nggak sok cool."

Jeanne tahu semua orang bakal berubah. Selain lebih matang secara usia, sifat juga semakin dewasa. Cuma, agak aneh kalau orang yang ceria, terbuka, dan banyak teman saat SMA, beberapa tahun kemudian malah sering memajang wajah datar tanpa ekspresi.

Seperti ada yang hilang dari Rion. Jeanne mencari-cari apa itu. Ah, ya dia baru sadar alasan dari perubahan sikap mantan kakak kelasnya. Rion diguncang rasa insecure parah, begitulah prasangka Jeanne. Bagaimana tidak? Segunung prestasi masa sekolah lenyap tak berjejak. Betapa miris kalau sesama alumni SMA mereka bertemu Rion yang sekarang.

Bukannya merendahkan, bagi Jeanne, pekerjaan driver ojek daring bagus-bagus saja selama tidak makan uang rakyat layaknya politikus busuk yang pada akhirnya tampil di televisi memakai rompi oranye. Namun Rion niscaya lebih disegani apabila menjadi politikus meskipun busuk. Asalkan bisa masuk gedung DPR atau menjadi menteri walau korup, teman-teman SMA-nya akan menaruh hormat ketimbang karirnya seperti sekarang, 'hanya tukang ojek'. Semiris itulah pola pikir sebagian besar orang Indonesia.

Rion sadar dia berubah, yang dia tidak sadar, perubahannya sebesar itu hingga mencuri perhatian orang yang lama tidak bertemu.

"Memangnya dulu saya gimana?"

"Tuh," Jeanne menunjuk muka Rion dengan tengilnya. "Sekarang aja ngomongnya saya-kamu. Dulu kan gue-elo. Terus ya, dulu Kak Rion banyak ketawa. Paling nggak senyum lah. Sekarang senyumnya wuih, mihiiill," cerocos Jeanne hiperbola. Sengaja dia sebutkan perubahan Rion yang tidak begitu penting demi menjaga perasaannya.

"Bagusan yang mana?"

"Kok bagusan yang mana? Ya bagusan jadi diri sendiri lah," sahut Jeanne sedikit kesal. "Kalau Kak Rion orangnya ekstrovert, ya udah sih jadi ekstovert aja. Jangan FOMO. Mentang-mentang lagi musim introvert, semua berlomba pengen jadi introvert biar dimaklumi."

"Saya nggak mau bikin orang salah paham, terutama perempuan. Kalau saya ramah, nanti dikira ngasih harapan."

Jeanne merasa tersindir. Walau demikian, sikapnya tidak akan banyak berubah hanya karena diberi komentar miring. Jeanne belajar bersikap baperan sangat nirfaedah. Kalau punya keinginan, perjuangkan. Kalau menyukai seseorang, bilang. Sesimpel itu.

"Kalau yang Kak Rion maksud itu aku, biar aku luruskan. Aku suka Kakak bukan karena keramahan atau Kak Rion mengumbar senyum. Semisal dulu Kak Rion sok cool, aku bakal tetap suka. Mungkin malah makin agresif ngejar."

"Kalau saya nggak ramah, kamu bakal makin agresif?"

Jeanne mengangguk. "Pastinya aku bakal makin penasaran. Ya udah deh, gas pol aja ngejarnya."

Rion paham sekarang. Pantas Nabila malah seperti mendapat asupan vitamin. Rion sudah berusaha mengabaikannya, menanggapi seperlunya, tapi gadis itu semakin gencar mendekatinya. Ya, meskipun Nabila lebih tahu tata krama kalau dibandingkan Jeanne. Rion terlatih. Dia bisa tahu seorang perempuan masih perawan, sudah tidak perawan tapi pilih-pilih, atau sudah tidak perawan dan bisa dipakai kapan pun. Menurut penerawangannya, Nabila masih perawan. Karakternya memang agak berani seperti Jeanne dulu.

"Ih, kenapa senyum-senyum?" Jeanne menggeser duduknya menjauh. Jangan bilang mantan kakak kelasnya gila mendadak.

"Kamu dari dulu nggak berubah."

"Itu pujian atau hinaan?"

Ditanggapi begitu, Rion jadi tertawa. "Tergantung kamu menyikapinya."

"Stop!" sergah Jeanne gemas.

Rion menaikkan alis. Bukannya dari tadi dia tidak berbuat apa-apa, lantas kenapa Jeanne menyuruhnya berhenti?

"Bisa nggak, jangan baku-baku amat? Berasa ngobrol sama Bu Eka," Jeanne menyebutkan nama guru pelajaran Bahasa Indonesia mereka. Beliau memang mendorong anak muridnya berbahasa Indonesia sesuai kaidah PUEBI. Murid yang berbicara menggunakan bahasa tidak baku di kelas beliau pastilah dihukum menyanyi Maju Tak Gentar. Jeanne suka sebab Bu Eka cukup adil. Murid yang bisa bicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sampai akhir kelas, akan ditraktir otak-otak bumbu kacang made by Ibu kantin.

"Saya kan calon advokat, Jeanne. Nggak bisalah tetap seperti anak SMA. Nanti calon klien menganggap saya nggak kompeten."

"Oh, itu alasannya sekarang Kak Rion jadi kaku. Biar kelihatan ada wibawa."

Itu cuma alasan yang dibuat-buat. Keadaan sebenarnya, Rion tengah membentengi diri.

April 2023

Ibunda Rion datang dari keluarga religius. Pamannya merupakan pastor yang gugur di tangan pasukan Taliban saat ditugaskan ke Afghanistan. Satu orang sepupunya mengabdikan diri sebagai biarawati. Nasib kurang baik menimpa. Biaranya di Turki menjadi sasaran kaum jihadis. Beruntung sepupunya selamat meskipun gedung biara rusak parah dan perlu direnovasi besar-besaran.

Umat Katolik sering mendapatkan kekerasan. Korea Utara, Afghanistan, Somalia, Libia, Pakistan, Eritrea, Yaman, Iran, Nigeria, dan India hanyalah sebagian kecil dari negara di mana umat Katolik kerap mendapat tindak persekusi. Bukan cuma diludahi atau dicaci maki, anak-anak Tuhan bahkan harus siap kehilangan nyawa demi mempertahankan iman.

Ibunda Rion tentu saja memeriksa latar belakang keagamaan negara-negara ini dan dia dipenuhi rasa paranoid. Oleh karenanya, beliau menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Katolik demi menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Beliau juga mewanti-wanti supaya Veda dan Rion mencari pacar seiman, bukan karena keangkuhan, tetapi lebih kepada ketakutan hidup anak-anaknya akan terancam seperti sanak keluarganya.

Saat Rion memilih masuk SMA negeri, ibunya sempat melarang mati-matian. Sempat terjadi drama penuh derai air mata.

Ayah Rion berpikiran lebih terbuka. Beliau meyakinkan istrinya agar membiarkan putra satu-satunya melihat dunia. Janganlah terlalu menjaga anak, niscaya dia bagaikan katak dalam tempurung kelapa.

Dengan berat hati, turunlah restu disertai syarat, Rion harus tetap berkontribusi untuk gereja. Ini tidak bisa ditawar. Sesibuk apa pun studinya, Rion tetap punya waktu untuk menjadi seksi sibuk dalam acara gereja.

Natal dan Paskah merupakan masa sibuk-sibuknya. Sejak SD sampai SMP, Rion bertugas sebagai putra altar. Menginjak SMA, dia diberi tugas baru yaitu seksi keamanan. Artinya dia harus berkoordinasi dengan Babinsa dan polisi setempat guna menjaga gereja dari teror bom.

Otomatis, Rion harus sering minta izin dari sekolah untuk pulang lebih awal. Bahkan pastor paroki dan ketua lingkungan turun tangan langsung menulis surat agar Rion dipermudah mendapatkan dispensasi dari sekolah. Memaklumi jumlah umat Katolik yang sangat sedikit, pihak sekolah pun mengizinkan Rion melewatkan dua jam pelajaran akhir untuk mengurus keperluan gereja.

Menjelang perayaan Jumat Agung dan Paskah, Jeanne sering melihat Rion pulang duluan. Dia kehilangan pemandangan bagus tanpa tahu penyebabnya. Pastilah Jeanne geregetan, cemas, malah lebih dari itu, dia tidak rela.

Senin pagi, satu hari setelah Paskah, Jeanne menghadang Rion di parkiran sekolah. Tidak dengan tangan kosong, melainkan membawakan bento lagi. Kali ini cumi pedas asam manis.

Saat Honda CBR biru memasuki parkiran, Rion melihat Jeanne menunggunya. Dari spion terlihat Jeanne mendatanginya.

"Kak Rion." Kali ini Jeanne lebih berani menyapa kakak kelasnya.

"Kenapa, Jeanne?"

"Nih." Jeanne menyodorkan bawaannya.

"Buat saya?"

"Nggak, buat Kak Virginia."

"Oh, oke. Nanti gue kasih. Tumben nih bawain buat cewek gue. Dalam rangka apa?"

"Nggak lah, buat Kakak," sambar Jeanne ngegas.

"Woylah, santai. Kenapa lo?" Rion terbahak.

"Kakak ke mana aja hampir sebulanan ini sering pulang cepat? Aku cari info di OSIS, nggak ada yang tahu."

"Lo nyariin gue?" Rion menunjuk hidungnya sendiri dengan geli.

"Iya lah."

"Ada perlu apa?"

"Ada perlu..." Jeanne tergeragap. Ada perlu apa memangnya? Sial, dia tidak merencanakan dengan matang saat tadi mencegat Rion. Dalam pikirannya cuma ingin memuntahkan kegundahan.

"Lo nggak gabung OSIS kan?" tanya Rion.

"Nggak sih."

"Nggak gabung band juga kan?"

"Nggg... Nggak juga sih." Cepat sekali Jeanne menciut, padahal Rion tidak sedang dalam mode galak saat ini.

"Terus?"

"Ya seenggaknya Kakak bilang-bilang lah mau ke mana. Masa murid teladan bolos sekolah? Pulang lebih cepat."

Bisa saja Rion terbawa emosi. Adik kelasnya menuduh sembarangan. Hei, Rion tidak akan pernah bolos. Itu melukai integritasnya sebagai siswa yang dijadikan panutan. Namun Rion memilih mengerjai Jeanne.

"Emang lo siapa sampai gue harus bilang mau ke mana?" tanya Rion usil.

"Kakak kan..." Jeanne kebingungan mencari-cari alasan. "Kakak kan... Aku kan..."

Rion mengulum senyum. Jeanne lucu sekali kalau terpojok. Tampangnya lumayan imut.

"Gue ngurusin misa paskah di gereja. Mesti mondar-mandir ke kepolisian. Ribet sih, tapi nggak pa-pa. Udah izin sama wali kelas dan kepala sekolah."

"Kenapa harus Kakak? Emang nggak ada orang lain yang bisa ngurus?"

"Gue mendampingi anak OMK yang lebih dewasa. Cuma Bang Ardi bilang, gue harus kenal polisi dan lain-lain biar kalau ada apa-apa, gue nggak kagok."

Jeanne tidak puas mendengarkan penjelasan itu. "Masa cuma berdua yang bisa ngurus? Nggak ada yang lain?" tanyanya menginterogasi.

"Nggak ada. Semua udah punya tugas masing-masing."

"Dikit ya panitia acaranya. Kalau acara Rohis sih banyak orangnya."

Rion mengeluarkan cengirannya. Sudah nasib menjadi kaum minoritas. Minat umat untuk menjadi seksi sibuk di acara gereja juga sedikit. Umat lebih suka mencari nafkah.

"Udah sana masuk," tanggal Rion malas meladeni adik kelas.

Jeanne kesal. Memang bukan haknya cemburu pada Rion. Bukan haknya pula ingin tahu keberadaan Rion. Jeanne cuma tidak suka orang yang dia sukai menghilang tanpa kabar. Namun Jeanne bingung bagaimana mengekspresikan kekhawatirannya.

"Semua ini terjadi karena Kak Rion menuhankan manusia. Nabi Isa a.s itu nggak pernah meninggal disalib. Allah swt sudah memilih orang lain untuk diserupakan agar tentara Romawi tidak bisa menangkap beliau. Nabi Isa a.s langsung diangkat ke surga tanpa melewati alam maut. Coba kalau Kak Rion nggak menyembah Nabi Isa, nggak akan ada paskah-paskahan ini," sembur Jeanne.

Ups! Jeanne kelepasan bicara gara-gara kesal Rion tidak menganggapnya serius. Perkataan tadi meluncur begitu saja karena teringat ucapan senior di Rohis saat membahas Nabi Isa a.s menurut Islam dan Tuhan Yesus Kristus berdasarkan kepercayaan Kristiani. Begitu banyak persamaan pada sosok penting dalam dua agama besar ini, tapi perbedaannya tidak bisa dianggap remeh.

Senior garis keras di Rohis percaya bahwa umat Kristen sekarang sudah jauh tersesat sebab menyembah Yesus Kristus sebagai Tuhan. Bacaan mereka apa lagi kalau bukan buku karya Ahmed Deedat dan Zakir Naik? Dua orang itu rajin menulis buku dan mengadakan seminar keagamaan terkait Islam dan Kristen.

Jeanne membeku menyadari dirinya kelewatan. Rion berhak sakit hati kepercayaannya dibawa-bawa. Dia menunggu Rion melabrak dirinya.

Satu detik.

Dua detik.

Sepuluh detik.

Masih tidak terjadi apa-apa. Rion cuma berdiri dengan tangan terlipat di dada. Lalu Rion membuat gerakan tiba-tiba, melambaikan tangan ke arah pintu gerbang sambil berteriak, "Hai, Virginia. Tunggu ya."

Bagaikan mendengar nama malaikat maut, Jeanne tidak menoleh memastikan kebenaran. Dia langsung ambil langkah seribu, berlari menuju kelas.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro