CHAPTER EXTRA: MAYU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kota ribut dengan wabah Virus T dan PTY, banyak sekali warga-warga yang melakukan demo. Pemerintah hanya bisa membubarkan demo warga, bukannya mengatasi Virus ini. Pisco sedang melihat pemandangan demo warga di malam hari, lewat jendela kamarnya.

"Sepertinya akan ada pesta besar di sini," gumam Pisco.

Ternyata benar, warga melempar batu dan botol ke arah polisi. Mereka hanya bisa menahan serangan warga, tak lama kemudian tentara datang membawa senjata. Mereka menembakan ke arah langit untuk membubarkan warga.

"Sudah di mulai," Pisco hanya bisa mengejek mereka dari balik jendela. "Apa itu?" tanya Pisco setelah melihat ada segerombolan mayat hidup menyerang mereka semua. Untuk polisi dan tentara bisa saja selamat, tapi kalau warga yang hanya memegang beberapa batu dan botol kaca, kurasa mereka tidak akan selamat. "Hei! Bantu mereka!" teriak Pisco tanpa sadar. Namun tidak akan berpengaruh, para polisi dan tentara hanya bisa menyelamatkan mereka sendiri saja.

Pisco hanya bisa mengepalkan tangannya saja, menyesali kematian mereka yang tragis dimakan oleh sesama manusia. Tapi Pisco tersadar satu hal.

"Aku sama saja seperti mereka," gumam dia. Pisco berpikir seperti itu karena dia adalah pembunuh bayaran, yang membunuh manusia juga. "Apakah aku bisa menebus dosaku?" lanjut dia.

Keesokan harinya, tepatnya pagi hari. Ada sebuah pengumuman dari tentara dan polisi, tempat ini sudah sepenuhnya terinfeksi Virus. Mereka yang tidak terinfeksi dibawa ke kota Jite, tentu diperiksa terlebih dahulu oleh mesin khusus. Pisco saat itu ikut barisan pemeriksaan, selesai diperiksa dan ternyata tidak terinfeksi. Pisco dimasukan ke dalam sebuah truk, banyak warga yang bersedih di dalam truk ini. Pisco duduk paling ujung.

"Namamu siapa?" tanya seorang gadis berambut coklat pendek, berbaju kuning, dan rok putih pendak. Dia duduk di samping Pisco.

"Pisco. Panggil saja seperti itu," jawabnya dingin.

"Namaku Mayu. Panggil saja seperti itu."

"Mayu ya? Kau tinggal di mana?" tanya Pisco setelah beberapa saat.

"Di sekitar sini, tepatnya di kompleks A. Kau sendiri?"

"Di kompleks F."

"Ternyata kau orangnnya ramah ya?"

"Terima kasih," lalu truk pun berjalan.

Selama di perjalanan, mereka berdua hanya membicarakan tentang masalah mereka masing-masing. Tak lama kemudian truk ini pun berhenti.

"Sepertinya kita harus berjalan kaki," kata Pisco.

"Kenapa bisa begitu?"

"Karena kita diserang," terdengar suara tembakan dari luar.

"Baiklah, kalian semua turun! Kita akan melanjutkan dengan jalan kaki," perintah salah satu tentara di luar. Mereka semua turun dengan tertib. Sesampainya di luar, mereka melihat pertarungan tentara dengan mayat-mayat hidup. Mereka semua dibawa ke arah gang yang aman.

"Pisco, aku takut," kata Mayu memegang lengan Pisco.

"Kalau begitu, jangan jauh-jauh dariku ya?"

"Baik."

Selama di perjalanan, mereka tidak bertemu dengan satu mayat hidup pun. Sampai di sebuah kota besar.

"Sial! Kita terjebak," kata salah satu tentara, ternyata secara tiba-tiba mayat hidup berdatangan mengelilingi mereka. Terntara-tentara itu menembaki mereka semua, tapi karena jumlah mayat hidup lebih banyak. Jadi mereka kesulitan menghadapinya.

"Kita pergi dari sini!" kata Pisco membawa Mayu pergi dari rombongan.

"Tapi..."

"Percuma saja kalau kita diam di sini," Pisco terus berlari dengan Mayu menuju sebuah gedung.

"Tapi bagaimana dengan mereka?" tanya Mayu setelah sampai di dalam gedung.

"Entahlah," Mayu menundukkan kepalanya setelah mendengar jawaban itu. "Mau kemana?" tanya Pisco memegang lengan Mayu yang ingin pergi.

"Aku ingin menyelamatkan mereka," jawab Mayu dengan pelan.

"Tidak, kau tidak bisa menyelamatkan mereka."

"Kupikir kau orangnya baik. Ternyata kau seperti ini!" Mayu melihat wajah Pisco dengan wajah sedih.

"Baik, aku akan ikut."

Mereka berdua kembali lagi ke tempat semula, tapi di sana mereka hanya menemui beberapa mayat warga dan tentara.

"Maafkan aku," kata Pisco melihat Mayu berdiri diam saja.

"Tidak apa," balas Mayu sambil mengusap air mata. "Aku tahu kalau kau ingin menyelamatkanku. Iya kan?"

"Begitulah."

"Terima kasih."

Malam tiba, mereka berdua sekarang sedang ada di sebuah rumah. Mereka sedang mempersiapkan diri untuk perjalanan jauh mereka.

"Sebaiknya kau tidur duluan," kata Pisco sambil memainkan pedang yang dia temukan di rumah ini.

"Tapi sebelumnya, aku ingin menanyakan sesuatu."

"Apa?"

"Umurmu berapa?"

"Dua puluh lima tahun."

"Karena aku umurnya dua puluh tahun, jadi aku memanggilmu kak Pisco. Boleh?"

"Terserah."

Sekarang mereka ada di sebuah gedung. Pisco sedang menghadapi zombie-zombie yang menyerang.

"Rasakan ini!" teriak Pisco sembari menebas mereka. Zombie menyerang dari belakang, Pisco berputar dan menangkap tangannya, memutar, melempar ke arah zombie lainnya. Mereka tergeletak, Pisco menusuk mereka secara bersamaan.

"Tolong!" teriak Mayu karena dia sedang menahan serang zombie. Pisco berlari dan menarik zombie itu, lalu menusuk perutnya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Pisco.

"Ya, tidak apa-apa. Terima kasih, kak Pisco," ucap Mayu.

"Ayo kita pergi dari sini!"

"Kak Pisco hebat, bisa membunuh para zombie itu sendirian."

"Hahah, terima kasih."

Mereka pergi ke rumah yang kosong itu. Di sana mereka sedang istirahat.

"Ini," kata Pisco memberi Mayu sebuah handgun.

"Untuk apa?"

"Untuk menjaga diri. Mungkin saja aku enggak akan selalu bisa menjaga kamu."

"Terima kasih."

"Ayo! Kita lanjutkan perjalanan ini!" kata Pisco setelah cukup lama beristirahat.

Kami berjalan menuju sebuah toko untuk mencari makanan, saat sampai di sana kami memeriksa semua ruangan toko itu. Tapi, di sana kami tidak sendiri, banyak sekali mayat hidup terutama zombie.

"Mayu! Sembunyi di balik meja itu!"

"Tenang kak, aku akan membantu kakak."

"Tidak Mayu! Sial!" Pisco sedang menghadapi Jikot.

Mayu menembaki mereka sampai pelurunya habis. Tapi mereka masih banyak. Mereka berdatangan ke Mayu. Pisco berusaha menolong Mayu, namun sudah terlambat. Dia sudah dimakan oleh para mayat hidup itu.

"Mayuuu!" teriak Pisco menghabisi mereka. "Mayu?" Pisco melihat Mayu tergeletak dengan darah. "Ini tidak mungkin terjadi?"

Tiba-tiba Mayu bangun dan menyerang Pisco, Pisco terjatuh ke tanah.

"Mayu! Sadarlah! Ini aku, Pisco!" Pisco menahan tangannya, tapi Mayu tetapi saja berusaha mencekiknya. Setelah beberapa lama berpikir, akhirnya Pisco menendang perutnya, Mayu jatuh, Pisco menahan badannya dengan kakinya, lalu memenggal kepalanya. "Sepertinya dosaku tidak akan terhapuskan."

Pisco menyeret badannya, dia melihat Uni sedang dicekik oleh salah satu anggota Grild. Pisco mengambil snipernya, membidiknya. "Rasakan ini!" tembakan Pisco tepat mengenai kepalanya, tapi Pisco terjatuh karena daya dorong dari snipernya. Kesekian kalinya, kepala Pisco terbentur.

"Padahal sering terbentur, kenapa harus sekarang aku merasa pusing yang luar biasa?" kata Pisco dalam hati.

"Iky!" teriak Uni.

"U...ni kau a...da ba...nyak," ucap Pisco dengan pelan.

"Iky, bertahanlah!"

"Sepertinya sebagian kecil dosaku bisa terhapuskan," kata Pisco dalam hati. "Ja...ngan ce...mas, uhuk uhuk. A...ku ba..." Pisco menutup matanya.

"Iky? Ikyyyyy!"

"Mayu, sepertinya aku akan menyusulmu. Maaf ya Uni, kurasa dosaku belum terhapuskan sepenuhnya."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro