💊LIMA BELAS💉

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


'Jika ada masalah di antara teman atau keluarga, segera selesaikan.'

~ Ariq Mahawira (Manusia Tamvan) ~

Kata-kata di atas adalah semboyan hidup gue. Kenapa setiap masalah harus segera diselesaikan, bahkan sekecil apa pun? Karena masalah kecil yang ditumpuk akan membesar lalu menimbulkan perang. Bokap malah mengibaratkan masalah seperti sel kanker. Ketika kanker masih stadium satu dan diobati, maka kemungkinan sehat kembali bisa delapan puluh sampai sembilan puluh persen. Sebaliknya, ketika kanker sudah mencapai stadium akhir, maka kemungkinan sembuh bisa tinggal sepuluh persen.

Masalah dan pikiran-pikiran buruk atas kejadian ini harus gue selesaikan. Karena itu, gue telepon Kak Aurelia meskipun sekarang sudah jam setengah sepuluh malam. Mungkin dia sedang belajar atau sudah tidur. Memang awalnya gue sempat ragu, tapi kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Berkali-kali gue hubungi nomornya, nggak ada jawaban. Gue kirim chat lewat Telegram dan WhatsApp juga nggak dibaca.

"Apa lo liat-liat?" Gue marahi si Deadpool yang ngeselin di poster, tapi pahlawan paling tengil sedunia itu masih saja tertawa.

***

Bu Rania, wali kelas merangkap guru Bahasa Indonesia membagikan jadwal UAS semester satu. Gue yakin lebih bisa menghadapi dibandingkan UTS. Seperti yang pernah gue bilang, Einstein adalah kakek gue. Jadi sepercik darahnya mengaliri pembuluh darah otak. Gue bukan anak bodoh. IQ gue 140 waktu dites. Nilai gue jelek cuma karena merendah biar nggak dibilang sombong. Biasalah, pahlawan munculnya belakangan karena membiarkan musuh-musuhnya berpesta. Kalau nggak gitu, filmnya cepat habis dan nggak seru.

Nggak ada seorang anak pun yang senang setelah mendapatkan kertas jadwal. Termasuk Hizam. "Latihan basket gue harus ditiadakan selama UAS," ujar Hizam.

Dengan alasan itu, pulang sekolah kami semua langsung balik ke rumah masing-masing. Tidak dengan gue yang sengaja mampir ke toko Kak Aurelia. Sengaja gue ke sini karena nggak bisa lagi menahan perasaan. Hizam nggak gue beri tahu soal kejadian aneh itu. Hari ini pun Natalia nggak masuk. Pas gue tanya Vera, dia bilang Nat sakit.

Toko yang beberapa hari lalu Kak Aurelia tunjukin di ponselnya menjual barang-barang Korea. Namanya saja ditulis di papan dengan hangeul, 작은 해파리 dalam kurung Little Jellyfish.

Tokonya nggak begitu besar. Kira-kira cuma tiga kali empat meter persegi. Terletak di deretan ruko dekat kampus Kak Aurelia. Di sekitarnya berjajar optik, warung makan, dan minimarket.

Begitu pintu dibuka, terdengarlah sapaan, "Anyeong Haseo."

Gue merasa jadi oppa yang syuting drakor. "Sore, Mbak. Kak Aurelnya ada?" tanya gue pada cewek yang kira-kira kelas sepuluh atau sebelas.

"Kak Aurelnya masih kuliah. Masnya siapa?" tanyanya balik.

"Saya Ariq, murid les privatnya."

Dia mengangguk sambil membulatkan bibir membentuk 'O'.

Pandangan gue beredar ke sekeliling ruangan yang ditata khas cewek ini. Warna pastel seperti pink, tosca, dan biru langit mendominasi. Ada rak kayu warna kuning gading di pojok ruangan. Isinya figur aktor, aktris, dan band asal Korsel.

Ada juga rak yang memajang DVD film dan lagu asal Korsel. Masih ada toh benda purba ini, kirain udah masuk museum semua. Di rumah masih ada tuh DVD lagu Queen kesukaan Papa. Gue lalu duduk di sofa tosca.

"Saya tunggu sini boleh, Mbak?" tanya gue. Dia mengangguk sambil senyum lalu sibuk lagi mencatat sesuatu.

Memang gue nggak ada janji sebelumnya dengan Kak Aurelia. Hari ini adalah hari les. Jadi gue mau jemput dia sekaligus membicarakan keanehan Natalia yang sehari-hari sudah aneh. Karena itu gue kirim chat.

[Ariq si Tamvan 16.10: Kak, sy di toko Kakak, Little Jellyfish.]

Biar dia percaya, gue foto dedek pramuniaga yang menyapa tadi, terus langsung kirim.

Lima belas menit kemudian, Kak Aurelia datang. Dia kelihatan manis dengan celana bahan hitam dan blus kuning bunga-bunga. Senyum gue refleks mengembang.

"Ariq ngapain?" tanya Kak Aurelia.

"Jemput kakak. Kan hari ini saya les," ucap gue dengan wajah sepolos mungkin.

Dia menghela napas. "Ya udah, ayo." Kak Ubur-Ubur menggandeng tangan dan menggiring gue ke mobil. Rasanya deg-deg ser. Padahal cuma dipegang udah kayak disetrum.

Biasanya dia naik angkot kalau datang ke rumah gue. Kasihan kan kepanasan. Ya sudah, gue inisiatif jemput. Kami saling diam di dalam mobil. Biar nggak sepi-sepi amat, gue nyalakan audio. Terdengarlah intro piano. Ketika mendengarnya, Kak Aurelia tersenyum sambil memandangi gue. Kejutan, Kak. Gue balas senyumannya.

Lalu ada suara cewek menyanyi,

Ttuk unda tto, ulji malanika

Kak Aurelia menggumamkan nada tanpa lirik. Pelan sekali.

"Kalau mau nyanyi, boleh kok," ujar gue sambil mindahin perseneling.

Dia tersenyum. "Sebenernya Ariq ada apa sampai jemput saya segala?" tanyanya.

***

Penasaran?

Langsung cuss ke Bestory aja, Sexy Readers. Di Wattpad akan dilanjut kalau bab 1-15 tembus 100 vote dan komen.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro