Bab 14 - Dihukum Bersama -

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Beberapa hari kemudian, keduanya akhirnya dipanggil oleh Pak Rio setelah beliau mendapat informasi mengenai Hana dan Evan yang tidak masuk kelas secara bersamaan. Kini, keduanya berada di ruang guru BK tersebut. Duduk bersebelahan dan Pak Rio berdiri di hadapan mereka.

"Kalian kemana tiga hari yang lalu?" tanya Pak Rio dengan nada suara yang cukup tinggi bahkan pria itu mengacak pinggangnya seakan memperjelas bahwa dia tengah marah.

"Maaf, Pak. Ini semua salah saya," ucap Evan tiba-tiba. Di sampingnya, Hana hanya dapat mengulas senyum sinisnya.

"Lo nggak usah ngebela gue, Pak Rio nggak bakal percaya."

Hana kemudian menyenderkan tubuhnya ke sofa yang dia duduki. Tangannya kemudian melipat di atas dada dan kakinya menyilang. Sepertinya Hana tengah dalam posisi santainya.

Evan menatap ke arah Hana dan wanita itu enggan untuk menatapnya balik.

"Buruan, Pak. Hukumannya apa?" tanya Hana dengan cepat. Dia tau bahwa Pak Rio memanggilnya karena ingin menghukumnya.

"Hana, Bapak itu sebenarnya enggak mau hukum kamu. Tapi, ya sudah. Saya hukum kamu bersihin toilet."

"Saya gimana, Pak? " tanya Evan sembari menunjuk dirinya sendiri.

"Ya, kamu juga. Pergi sana, pokoknya pulangan nanti kalian kerjain tuh hukuman dari saya. Jangan pulang sebelum hukuman kalian selesai," oceh Pak Rio yang kemudian ditanggapi santai oleh Hana.

Wanita itu kemudian keluar dari ruangan Pak Rio dan diikuti oleh Evan di belakangnya. Sebelum keluar, pria itu pamit dulu pada guru BKnya. "Saya balik dulu ya, Pak. Permisi."

Tentu sikap Hana dan Evan sangat berbeda. Namun, entah kenapa mereka masih tahan untuk bersama. Walau sekesal apapun Evan pada Hana. Ada saja hal yang membuatnya hatinya luluh seperti saat Hana menangis waktu itu.

"Lo mau kemana?" tanya Evan sembari menarik tangan Hana untuk berhenti berjalan.

Wanita itu menatap tangan Evan yang tengah menggenggam tangannya, Evan yang menyadari bahwa teman belajarnya itu tidak suka dengan pegangannya. Akhirnya, dia melepaskan pegangan tersebut.

"Lo mau ke kantin?" tebak Evan karena sekarang masih jam istirahat.

"Nggak. Gue mau ke toilet. Lo mau ikut?" tanya Hana menantang, kemudian wanita itu kembali berjalan.

Evan tidak mengikutinya lagi dan pria itu memutuskan untuk kembali ke kelasnya. Dia tentu tau bahwa Hana kini ingin untuk sendiri karena setelah kejadian waktu itu. Hana tidak mau berbicara padanya lagi. Mungkin nanti, saat waktunya tiba, wanita itu akan bercerita.

Benar saja, Hana pergi ke toilet dan masuk ke salah satu bilik. Dia kemudian buang air kecil dan setelahnya keluar untuk mencuci tangan.

Saat Hana mencuci tangan, tiba-tiba saja Omy dan teman-temannya masuk ke dalam toilet tersebut. Hana hanya melirik sekilas karena dia mengira Omy ingin masuk ke salah satu bilik. Namun ternyata, perkiraannya salah. Omy dan teman-temannya datang untuk menemui Hana.

"Ketemu juga akhirnya," ucap Omy sembari melipat tangannya di depan dada.

Tatapan sinisnya berhasil mengganggu Hana, wanita itu kemudian menghentikan kegiatannya cuci tangan dan menatap balik ke arah Omy dengan tatapan tak kalah mengerikan.

Tidak ada sapaan dari keduanya dan kemudian suasana di dalam toilet pun menjadi sangat tegang. Beberapa siswi yang mau masuk ke dalam toilet pun dicegat dan disuruh untuk mencari toilet lain bahkan teman-teman Omy sekarang sudah menutup pintu toilet tersebut agar tidak ada yang masuk.

Omy berjalan mendekat ke arah Hana yang tengah mendudukan dirinya di atas tempat cuci tangan. Gaya santai Hana berhasil membuat Omy muak.

"Ada masalah apa?" tanya Hana dengan salah satu alis yang naik. Senyuman sinisnya kemudian terlukis dan hal itu membuat Omy marah.

Omy langsung menarik kerah kemeja Hana agar wajah wanita itu berdekatan dengannya, "Gue nggak suka ya, lo deket sama Evan."

Hana tertawa kecil saat mendengar ucapan Omy, ternyata masalahnya ada di Evan.

"Hahaha, kenapa emangnya? Lo cemburu?"

"Iya, gue cemburu!"

Hana kemudian turun dari tempat cuci tangan tersebut dan berjalan mendekat ke arah Omy, "Kalau cemburu, dapetin dong. Tapi sayangnya, Evan malah suka gue."

Ucapan Hana itu membuat emosi Omy meningkat, sehingga wanita itu kemudian mendorong Hana dengan kencang ke dinding toilet. Hal itu berhasil membuat Hana merasakan sakit yang luar biasa di belakang kepalanya. Tubuh Hana kemudian merosot jatuh ke lantai. Namun, saat melihat hal itu Omy tidak diam, wanita itu kemudian menendang Hana berkali-kali hingga akhirnya wanita itu pingsan.

***

Hana terbangun dari pingsannya dan menemukan dirinya tengah berada di rumah sakit. Di sampingnya kini, ada Evan yang tengah tertidur. Ingatannya tentang pertengkarannya dengan Omy tiba-tiba saja muncul dan hal itu membuat kepala Hana sakit.

Hana memegangi kepalanya dan membuat kasur yang dia gunakan bergerak kecil. Namun, hal itu berhasil membuat Evan bangun.

"Han, lo kenapa, Han," ucapnya khawatir. Namun untungnya, dia masih bisa berpikir jernih sehingga pria itu langsung menekan tombol darurat yang tepat berada di belakang kasur Hana.

Tak lama kemudian beberapa suster pun datang bersama dengan seorang dokter pria, Evan disuruh untuk keluar dari ruang rawat Hana dan pria itu akhirnya keluar.

Di luar, Evan berkali-kali berdoa agar Hana tidak kenapa-kenapa. Setelah menemukan wanita itu pingsan di toilet sekolah, perasaan Evan tidak karuan hingga sekarang bahkan sebenarnya pria itu tidak ingin tidur. Namun ternyata, tubuhnya sangat lelah dan tak sengaja tertidur.

Nyaris 10 menit, Hana diperiksa dan akhirnya dokter juga suster yang tadi masuk, keluar. Evan segera mendatangi dokter pria itu dan bertanya tentang keadaan Hana.

"Gimana keadaan Hana, Dok?" tanya Evan dengan wajah penuh khawatir.

Dokter pria tersebut menatap Evan dari atas hingga bawah, "Kamu temannya Hana?" tebak dokter tersebut.

Evan mengangguk pelan, "Iya, Dok, saya temannya. Jadi, gimana keadaan Hana?" tanyanya lagi.

Dokter itu tersenyum kecil sembari menepuk bahu Evan, "Hana, enggak papa kok. Dia tadi sakit kepala dan saya sudah ngasih obat ke dia. Sambil nunggu hasil rontgennya keluar, tolong hubungi keluarga dia ya."

"Baik, Dok. Makasih."

Evan kemudian kembali masuk ke dalam ruang rawat Hana. Pria itu menatap sedih ke arah teman belajarnya itu. Di samping kasur Hana, ada ponsel yang jelas Evan tau pemiliknya. Evan pun mengambil ponsel tersebut dan mencari nomor telepon Ibu atau Ayah Hana. Namun, tak satupun dia temui nomor tersebut sehingga akhirnya pria itu memutuskan untuk menelepon sopir pribadi Hana yang bernama Pak Jaka.

"Halo, Pak," sapa Evan setelah panggilan telepon tersebut tersambung.

"Halo. Ini siapa ya? Kenapa pakai nomor telepon anak bos saya?" tanya Sopir pribadi Hana itu. Mungkin pria tua itu bingung karena suara Evan yang jelas berbeda dengan suara Hana.

"Saya temennya Hana, Pak. Sekarang Hana lagi di Rumah Sakit Pelita...."

"Apa! Non Hana lagi di rumah sakit?"

Jelas terdengar suara panik dari sopir Hana itu. Namun, Evan segera menjelaskan situasinya saat ini agar pria tua itu tidak kepikiran.

"Tenang, Pak. Hana sudah baikan kok. Tapi, apa bapak bisa hubungin orang tua Hana?"

Agak lama Evan menunggu jawaban dari Pak Jaka tersebut, hal itu berhasil membuat Evan bingung. Kenapa sesusah itu untuk menjawab 'ia'?

"Hmm, maaf, Dek. Kamu pasti belum tau, kalau orang tua Hana udah pisah dan Hana tinggal dengan ibunya. Tapi, sekarang ibunya lagi di luar negeri. Nanti saya hubungin beliau ya. Tolong jaga Hana sebentar, saya langsung pergi menuju ke sana."

Evan mendengar dengan jelas, semua yang diucapkan sopir pribadi Hana itu. Tanpa sadar, Evan menatap Hana dengan tatapan penuh kesedihan. Dia akhirnya tau, alasan Hana begitu menyukai saat bersama keluarga Evan waktu itu. Kebersamaan dan kehangatan itulah yang Hana cari. Namun, dia tak dapatkan di rumahnya.

"Iya, Pak. Saya tunggu."

***

Alhamdulillah udah tanggal 14. Semoga bisa sampai selesai yaa. Amiiinn.

***

Jangan lupa tinggalin jejaknya ya.

***

Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro