6. Jalan-Jalan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Mau jalan-jalan? Ke taman." 

Shinichiro menopang kedua dagunya sembari tersenyum tepat di hadapanmu yang semula tengah menonton serial televisi. 

Kau berpikir sejenak, menimbang-nimbang apa yang biasa kau lakukan. Karena seluruh pekerjaan rumah sudah diselesaikan dan kau bingung dan bosan jika hanya menatap televisi saja, akhirnya kau iyakan ajakan Shinichiro. 

"Aku ganti baju dulu.  Tunggu, ya ..."

Cuaca sore ini cukup dingin, ditambah angin berhembusan menerpa kalian berdua di atas motor yang dikendarai Shinichiro. Kau masukan kedua tanganmu ke dalam saku jaket Shinichiro, berkali-kali menghembuskan nafas dari mulut karena hidungmu hampir saja membeku. 

"Dingin, ya?" ujarmu sedikit menggigil. 

Shinichiro memincingkan sebelah alisnya, dan segera dia memahami situasi dan keadaan istrinya. 

"Maju lagi, paluk aku," titah Shinichiro sembari menarik tangan kirimu yang berada di sakunya. 

Kau sedikit terkejut, lalu menurut untuk memeluknya erat dan berinisiatif menyandarkan dagumu di bahunya. 

Sementara itu Shinichiro melirik mu dari sudut matanya, memperhatikanmu yang sedang menghembuskan nafas dingin di leher. 

"Hangat?" 

"Lumayan." 

Lama-kelamaan Shinichiro merasa lelah menilikmu dari sudut matanya. Dia kemudian beralih, menggerakan kaca spion searah dengan pandangannya yang bisa mencerminkan wajahmu. 

"Haha ..." tawa Shinichiro, saat ia lebih jelas memperhatikan wajahmu yang kedinginan dan memerah di pangkal hidung. 

Kau keheranan, "Kenapa?" tanyamu merasa tak ada yang lucu untuk ditertawakan. 

"Cantik, ya ...."

"Apanya?" 

"Wanita yang kubonceng dan memelukku karena kedinginan, cantik," ucap Shinichiro. Motornya kian melambat ke pinggir kiri disela kekehan kecilnya saat melihat pipi kau memerah. "Dia sedang malu-malu sekarang." 

Kau hanya bisa diam, mematung dengan rasa yang begitu berat untuk mengangkat kepalamu dari bahunya. 

"Dasar, kenapa sih, aku bisa menikah dengan buaya ini?" ujarmu seraya menggembungkan pipi. 

Shinichiro kembali terkekeh. "Itu karena kamu pawang buayanya," tukas Shinichiro. Tangan kiri pria itu kemudian melepas kemudi, meraih wajahmu dan meraupinya dengan telapak yang dingin--sedikit membuatmu kesal-- "Bagaimana?" 

"Apanya yang bagaimana?" 

"Kamu yang menjinakan buaya buas sepertiku hanya dengan sifat luar biasamu. Tentangmu juga yang mau menerima semua kekuranganku."

Kekesalanmu karena tangan Shinichiro yang meraupi wajahmu berubah hanya dengan kalimat yang dia ucapkan, mampu membuat hatimu berdegup kencang. 

"Shi-Shinichiro ...."

"Kenapa?" 

"Aku--"

"Aku juga mencintaimu!" 

(^///^)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro