XVI. Tangis Dalam Bahagia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Saya terima nikah dan kawinnya Nindy Gitanie binti Hermawan dengan mahar yang disebutkan dibayar tunai."

Ucapan tersebut terdengar lantang keluar dari mulutnya dalam satu helaan napas. Semua yang mendengar lafaz tersebut terucap dengan baik, menghela napas lega dan merasakan kebahagiaan. Dan yang pasti mempelai perempuan yang mendengar ucapan tersebut dari belakang mempelai lelaki sangat bahagia hingga meneteskan air mata.

Gitan kini telah menjadi seorang istri dari lelaki yang sangat ia sayangi. Ia tidak menyangka akan menikah secepat ini. Dulu dirinya bercita-cita akan menikah setelah menyelesaikan gelar sarjananya. Tapi kini, gelar itu belum ia dapatkan, dan ia telah mendapat gelar sebagai seorang istri.

Gitan tidak menyesali keputusannya untuk menikah secepat ini walau ia masih berstatus sebagai mahasiswi. Karena ia tau, dirinya sudah lama menjalin hubungan hati dengan kekasihnya itu, dan jika hal itu terus berlanjut ia tidak tau apa yang akan dapat dilakukannya. Setan berada di mana-mana, dan ia juga tau tidak ada hubungan itu dalam agamanya.

Gitan ingin mensahkan hubungannya agar tidak ada pembicaraan dibelakangnya oleh orang-orang tentang hubungannya. Mulut manusia zaman sekarang lebih berbahaya dari bisanya ular. Mereka berbicara sesuka mereka tanpa mencari tau hal itu benar adanya atau gosip belaka. Kebanyakan dari mereka bangga melakukan hal itu.

Di balik pakaian adat yang membalut tubuhnya, Gitan berjalan perlahan menuju pelaminan, yang mana di sana telah ada sang suami yang menantinya. Ia didampingi sang sahabat dengan gaun biru mudanya. Tidak hanya sahabatnya itu yang mengenakan gaun biru muda, tetapi seluruh saudara dan keluarganya mengenakan pakaian senada. Hal yang sangat membuatnya bahagia adalah kedatangan saudaranya dari pulau Jawa. Ia tidak menyangka Dendy menyiapkan kejutan tersebut untuk dirinya di hari yang sangat berarti dalam hidupnya itu.

"Terima kasih Ayah, selama ini telah menjaga Gitan hingga Gitan tumbuh seperti ini. Dan sangat terima kasih Ayah menghadirkan mereka di hari yang sangat bahagia ini," ucapnya berderai air mata.

Dendy mengusap air matanya dan mencium keningnya.

"Berbaktilah kepada suamimu, melebihi baktimu terhadap Ayah. Karena ialah surgamu."

"Terima kasih, Ayah."

Gitan sungguh tidak dapat menahan rasa hatinya. Ia memeluk Dendy, seorang Ayah yang selama ini membuka semua kesempatan terhadap dirinya. Memberinya izin melakukan apa pun keinginannya, tanpa membatasi apa pun kemauannya, tanpa membedakannya dengan anak kandungnya. Ayah yang selalu ada untuknya di saat dia butuh. Ayah yang bersedia mendengar keluhannya, menolongnya. Saat awal mereka tinggal bersama, Gitan sempat berpikir bahwa ia akan dibedakan dari Dhea, ia tidak akan mendapatkan kasih sayang seperti yang didapatkan Dhea. Namun, ternyata ia salah. Dendy membuktikannya, ia bukanlah seorang Ayah yang demikian. Ia lelaki yang adil. Anak kandung dan anak angkat sama saja. Bahkan Dendy tidak pernah menyebutnya anak angkat, melainkan anak kandungnya. Kepada siapa pun, Dendy mengakui hal itu. Gitan bangga memiliki Ayah seperti Dendy. Ia sangat bersyukur.

"Pengantin perempuan nggak boleh nangis seperti itu, nanti make-upnya luntur. Kasihan tahu mbaknya capek-capek dandanin kamu tapi kamu menghancurkan usahanya mempercantikmu," kata Dhea membuatnya melepas pelukannya.

"Iya, aku nggak nangis lagi. Aku sayang kamu, Dhea," ucapnya memeluk Dhea.

Dhea pun tidak kuasa menahan hatinya. Ia ikut menangis.

"Kamu kenapa nangis?"

"Bang Bayu jahat."

"Kenapa aku yang jahat?" tanya Bayu tidak mengerti.

"Bang Bayu ngambil teman tidur aku." Tangisnya terus mengalir.

Semua tertawa mendengar jawabannya.

"Nanti juga kamu akan mendapat teman tidur," timpal Nashele.

"Ihh, Bunda apaan, sih? Bikin malu anaknya aja. Aku nyapa tamu dulu ya. Teman kita banyak yang udah datang."

Dhea pergi meninggalkan mereka di pelaminan. Resepsi itu tidaklah terlalu meriah, karena hanya dihadiri oleh teman-teman, kerabat serta saudara-saudara. Mereka sengaja mengundang teman-teman agar tidak ada omongan miring mengapa Gitan menikah secepat ini dan tidak ada kabar. Dhea tampak akrab berbincang dengan teman-temannya. Ia juga mengakrabkan diri dengan tamu-tamu yang tidak dikenalnya, yang ia yakin itu pasti teman dari mempelai lelaki. Sebagai tuan rumah ia harus berperilaku ramah terhadap siapa pun tamu yang menghadiri acara resepsi saudaranya itu.

"Seperti yang kita ketahui, Gitan adalah mempelai perempuan yang memiliki seorang saudari perempuan yang sangat dekat dengannya. Ke mana-mana mereka selalu berdua, berbagi keluh kesah. Waktu mereka sering dihabiskan berdua sejak mereka masih duduk di bangku SMP. Saya pikir, apa salahnya jika saudarinya itu mempersembahkan sebuah lagu untuk acara ini. Terlebih lagi beliau ini adalah penggemar musik Korea. Jadi, mari kita sambut Dhea dengan lagu Koreanya."

Dhea terkejut mendengar perkataan MC yang menyuruh dirinya untuk bernyanyi. Ia tidak tahu sama sekali hal itu. Jika ia tahu, ia akan berlatih bersama anak sanggar untuk mempersembahkan lagu. Karena anak sanggar semua diundang ke acara tersebut, dan sudah mempersembahkan sebuah tarian pada awal acara. Dhea melihat ke arah Gitan di pelaminan yang sedang duduk cekikikan. Jelas ia mengetahui ini adalah ulah Gitan.

Agar Dhea tidak dipermalukan di depan orang ramai, ia mengajak Miko—yang ia tahu ahli bermain gitar—untuk mengiringinya bernyanyi. Ia menarik tangan itu tanpa meminta persetujuan.

"Dhe, kamu gila? Aku nggak tahu nadanya, gimana aku bisa iringi kamu?"

"Asal petik aja," jawabnya singkat.

Miko gelagapan dibuat olehnya. Semua mata tamu tertuju pada mereka. Dengan kesal, Miko mengambil gitar yang sudah disediakan, dan mulai memetiknya satu persatu. Ia berharap bisa mengikuti nyanyian Dhea meski ia tidak tahu nyanyian apa yang akan dibawakan oleh Dhea.

Dhea menutup matanya sebelum membuka suaranya.


Neul ttokgateun haneure neul gateun haru

Geudaega eomneun geot malgoneun dallajin ge eomneunde

Nan utgoman sipeunde da ijeun deusi

Amuil aneun deut geureoke

Useumyeon salgopeunde

Geuriwo geuriwoseo geudaega geuriwoseo

Maeil nan honjaseoman geudaereul bureugo bulleobwayo

Bogopa bogopaseo geudaega bogopaseo

Ije nan seupgwancheoreom geudae ireumman bureuneyo

Oneuldo

Nan bonaenjul aratjyo da namgimeobsi

Anijyo anijyo nan ajik geudaereul mot bonaetjyo

Geuriwo geuriwoseo geudaega geuriwoseo

Maeil nan honjaseoman geudaereul bureugo bulleobwayo

Bogopa bogopaseo geudaega bogopaseo

Ije nan seupgwancheoreom geudae ireumman bureuneyo

Oneuldo


Dhea sangat menghayati lagu milik Yonghwa yang dibawakannya. Dhea seakan berada dalam situasi cerita lagu tersebut. Para tamu terpukau melihat penampilannya. Gitar terus dipetik oleh Miko. Miko melihat sesuatu yang beda dari diri perempuan yang berdiri di sampingnya. Gitan juga melihat hal yang sama. Gitan turun dari pelaminan dan mendatangi Dhea. Walau ia tidak tahu arti setiap kata yang dilantunkan sahabatnya itu, tapi ia tau sedikit-sedikit dan mengerti maksud nyanyiannya. Ia merangkul sahabatnya yang mencoba tersenyum, menutupi isi lagunya.


Haruharuga jugeul geotman gateunde eotteoke haeya haeyo

Saranghae saranghaeyo geudaereul saranghaeyo

Maljocha motagoseo geudaereul geureoke bonaenneyo

Mianhae mianhaeyo naemari deullinayo

Dwineuseun nae gobaegeul geudaen deureul su isseulkkayo

Saranghaeyo


Akhiran lirik itu disambut meriah oleh sajian tepuk tangan tamu. Mereka tampak puas dengan penampilannya. SedangkanDhea tidak sadar telah menitikkan air mata di pipinya. Ia tidak dapat membohongi apa yang ia rasakan, dan lagu tersebut telah mewakili perasaannya. Miko turut merangkul untuk menguatkannya, meski ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Yang ia tahu bahwa perempuan itu butuh kekuatan darinya sebagai sahabat.

Tamu memandang air matanya itu adalah bukti penghayatannya terhadap lagu yang dibawakannya, bukan sebagai perasaannya. Banyak yang merekam saat Dhea bernyanyi. Ia telah membuktikan bahwa ia tidak lagi gugup berada di hadapan orang ramai, dan ia bisa menyanyi dengan baik, tidak hanya menjadi pengikut bernyanyi saat idolanya bernyanyi di layar kaca.

---------------------

Malam ini langit sepi, tidak ada bintang maupun bulan, yang ada hanya kegelapan. Dhea terduduk sendiri memandang langit, berharap akan ada satu bintang yang akan muncul untuk menemani agar ia tidak sendiri seperti sekarang. Sesekali matanya melihat ke arah kolam, mereka sedang bahagia dan tertawa bersama, mereka sangat bahagia. Ia juga bahagia untuk hari ini, tapi ia tidak dapat menutupi kesedihan yang berasal dari dalam hatinya. Bukan dikarenakan ia kehilangan sahabatnya, karena ia yakin sahabatnya akan selalu ada untuknya walau ia sudah menikah. Mereka akan terus bersama. Dhea tidak akan membiarkan jika sahabatnya itu harus pergi jauh dari kota itu. Ia juga telah meminta kepada Bayu untuk mencari rumah di seputaran kompleks rumahnya, agar ia dapat selalu dekat dengan sahabatnya dan tidak perlu berlari jauh untuk mengadu segala macam kejadian. Dhea memegang janji Bayu.

"Kamu rindu dia?"

"Miko??" sapanya terkejut mendengar apa yang ditanyakan.

"Gitan bukan nggak jaga rahasia, tapi dia tahu aku juga sahabat kamu, dan aku juga perlu tahu apa yang terjadi dengan kamu."

"Banyak hal yang terjadi saat kamu pergi. Lelaki yang aku percaya hanya kamu."

"Lalu lelaki itu?"

"Aku nggak mau mempercayai hatiku padanya, tapi hatiku memintanya."

"Kamu mengizinkannya?"

"Sudah terjadi."

"Dhe, aku nggak tahu sebenarnya harus memberi saran apa padamu, karena aku nggak pernah melihatmu menjalin hubungan dengan lelaki. Sewaktu kita berteman di SMP sama sekali kamu nggak pacaran, jadi aku nggak tahu. Tapi, berdasarkan pengalaman aku sewaktu di SMA bersama teman-teman aku yang perempuan, lelaki yang menghilang begitu aja, berarti dia pengecut, dia nggak punya hati untuk kamu. Dia hanya membiarkan kamu terbang lalu menghempaskan kamu kembali ke bumi dengan menghilang. Aku nggak mau kamu tersakiti oleh lelaki seperti itu. Aku tahu kamu udah berubah, udah feminim, tapi jangan biarkan hati kamu ikut feminim dengan membiarkannya dihancurkan oleh seorang lelaki yang belum tentu akan berujung denganmu."

"Nggak semudah itu aku bisa melupakan dia. Kamu tau? Ini kedua kalinya aku jatuh cinta, dan aku terus gagal. Dulu aku diselingkuhi, dan kini? Ia menghilang entah ke mana. Aku ingin seperti Gitan yang mendapatkan cinta sejatinya dan hidup bersama."

"Mungkin kamu belum ditidakdirkan seperti aku, Dhe," sahut Gitan dari belakangnya.

"Kamu harus lebih fokus terhadap apa yang sedang kamu jalani. Kamu itu punya banyak kegiatan, baik di kampus maupun di luar kampus. Kamu itu berorganisasi, beda dengan aku. Kamu harus sukses dalam semua itu. Setelah itu, aku yakin Tuhan akan memberikanmu jodoh yang menurut-Nya terbaik untuk kamu."

"Mungkin aja jodoh kamu itu aku, Dhe. Kita nggak pernah tahu apa rencana Tuhan."

"Apaan sih kamu Mik, ngaco banget."

"Kamu nggak boleh gitu, Dhe. Benar apa kata Miko, kita nggak tahu apa yang telah direncanakan-Nya. Buktinya, kamu yang selama ini terpisah dengan Miko selama beberapa tahun dipertemukan kembali. Tuhan itu tahu apa yang terbaik untuk kita," ucap Gitan.

"Apa yang kita inginkan belum tentu itu yang terbaik menurut Tuhan. Apa yang Tuhan berikan nanti, itulah yang terbaik. Percayalah, Dhe," tambah Miko

Dhea membenarkan apa kata kedua sahabatnya, ia tidak boleh lemah apalagi terjatuh hanya karena lelaki yang belum tentu jodohnya. Atau bahkan lelaki itu memang tidak mencintainya, hanya ia saja yang memiliki hati untuknya. Dhea ingin memantapkan hatinya untuk tidak lagi berpikir tentang lelaki yang tidak pernah menempatkannya di dalam hatinya. Dhea tidak ingin menjadi perempuan yang terus seperti sekarang. Ia harus menjadi perempuan sekuat ia sebelum mengenal lelaki itu. Ia tidak boleh diperlemah dan diperbudak hatinya yang hanya terpikir akan lelaki itu. Mungkin sahabatnya benar, Tuhan telah mengatur sesuatu yang indah untuknya yang tidak pernah diketahuinya seperti apa. Dhea tidak perlu mengejar lelaki itu, karena bisa saja lelaki itu ada di dekatnya, di sampingnya, tetapi ia tidak mengetahui. Tuhan sudah mengatur sesuatu yang tidak ia ketahui, sesuatu yang tidak akan dia duga, dan ia percaya bahwa itu akan menjadi yang terbaik untuknya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro