๐Ÿ”†๐•ฏ๐–”๐–† ๐–˜๐–†๐–“๐–Œ ๐–’๐–†๐–“๐–™๐–†๐–“ ๐Ÿ”†

Mร u nแปn
Font chแปฏ
Font size
Chiแปu cao dรฒng

๐“ฝ๐“ฎ๐“ป๐“ด๐“ช๐“ญ๐“ช๐“ท๐“ฐ,๐“ด๐“ฒ๐“ฝ๐“ช ๐“ถ๐“ฎ๐“ป๐“ช๐“ผ๐“ช ๐“ด๐“ฎ๐“ฑ๐“ฒ๐“ต๐“ช๐“ท๐“ฐ๐“ช๐“ท ๐“ช๐“ญ๐“ช ๐“ผ๐“ฎ๐“ผ๐“พ๐“ช๐“ฝ๐“พ ๐”‚๐“ช๐“ท๐“ฐ ๐“ซ๐“พ๐“ด๐“ช๐“ท ๐“ถ๐“ฒ๐“ต๐“ฒ๐“ด ๐“ด๐“ฒ๐“ฝ๐“ช


Pakaian serba hitam yang dikenakan Irsyad dan Kayla berbaur dengan pelayat lain yang sudah lebih dulu datang. Puluhan pasang mata tertuju pada mereka tepat saat keluar dari dalam mobil. Sebagian dari warga adalah orang-orang yang dulu menghadiri acara pertunangannya dengan Almira. Mendapatkan pandangan seperti itu, tentu saja menimbulkan perasaan harap-harap cemas pada keduanya.

โ€œYakin kita akan masuk?โ€ tanya Kayla dengan ragu. Entah kenapa ia merasa gelisah, seperti akan terjadi sesuatu yang buruk di dalam sana.

โ€œYa,โ€ jawab Irsyad dengan singkat. Pikirannya hanya tertuju pada Almira yang pasti sangat terpuruk karena kehilangan kembali orang tua satu-satunya. Irsyad sendiri kembali teringat bagaimana saat dulu, Almira kehilangan mamahnya. Untung saja, ada dirinya menemani saat terpuruk.

Gadis kecil berlari dengan terisak sambil merentangkan kedua tangan ke arah Irsyad. Laki-laki itu menyambutnya dengan sebuah pelukan hangat, tak lupa menghapus air mata di pipi mungilnya.

โ€œJangan nangis, ada Kakak,โ€ ucap Irsyad sambil membawa ke pelukannya kembali. Ah, saking terburu-buru, laki-laki itu melupakan boneka Teddy bearย  warna cokelat yang sempat ia belikan untuk bidadari kecil ini.

Mereka bertiga menuju pintu masuk rumah yang tinggal beberapa langkah lagi. Namun, langkah Irsyad semakin berat ketika mendengarkan suara Ray yang tengah melafalkan janji suci.

Kayla tak kalah sama terkejutnya, segera menoleh dan tahu apa yang tengah dirasakan sang kakak. Gadis ituย  mengambil Adeera dari pelukan Irsyad seketika, takut terjadi sesuatu yang buruk melihat kondisi seseorang di sampingnya.

Irsyad menggeser kursi plastik untuk tempat ia duduk. Rasa-rasanya tulang sudah tak kuat menyangga tubuh yang mendadak lemas. Mata menatap depan, bukan pada sosok laki-laki yang merebut Almira darinya tetapi pada tubuh kaku yang sudah tak bernyawa.

โ€˜Di mana Almira?โ€™ tanya Irsyad dalam hati. Ia tak mendapati sosok cantik yang sudah mengisi hatinya selama lima tahun lalu sampai detik ini, karena untuk selanjutnya ia tak berhak mencintai perempuan yang sudah sah menjadi milik laki-laki lain. Sahabatnya sendiri.

Doa pernikahan diucapkan pria paruh baya tersebut. Di saat semua mengaminkan, tidak untuk Irsyad. Ia boleh saja melepaskan Almira begitu saja tetapi tidak mendoakan mereka hidup bahagia.

Pengkhianatan dari mereka tak bisa dimaafkan begitu saja. Ini terlalu menyakitkan, penantiannya selama dua tahun lebih berakhir sia-sia. Kenapa tidak dirinya saja yang berselingkuh dengan perempuan cantik asal Jerman atau perempuan asal Indonesia yang belajar di sana? Sayangnya, Irsyad bukan laki-laki seperti itu.

Ray yang tengah mengaminkan doa, seketika langsung panik. Bagaimana tidak, Irsyadโ€”rekan kerjanya turut hadir di sini. Ikut menghadiri acara pemakaman sekaligus akad barusan. Keringat dingin membasahi luka lebam yang sedari tadi menyita perhatian para tamu yang datang.

Irsyad berjalan lunglai mendekati Ray, musuh yang sedari tadi dipukulnya habis-habisan. Jika tidak ada acara duka seperti ini , mungkin saja ada jotos masih bisa dilanjutkan lagi. Apalagi pernikahan secara tiba-tiba seperti ini ingin rasanya menghabisi nyawa Ray. Tak peduli jika dirinya berakhir di jeruji besi, setidaknya tidak ada yang berani memiliki atau menyentuh Almira.

โ€œDi mana Almira? Gue ingin ketemu,โ€ paksa Irsyad pada Ray tetapi mata laki-laki itu enggan menatap Ray.

Mata Ray membulat karena terkejut. Bukankah ikrar janji suci tadi cukup didengar oleh sahabatnya ini. Kenapa setelah Almira menjadi istri sah dirinya, Irsyad masih saja mencari dan ingin bertemu. Ada rasa tak rela jika perempuan yang dicintai bertemu kembali dengan masa lalunya. โ€œUntuk apa?โ€

Irsyad tersenyum sinis, ingin sekali tangan yang sudah bersiaga hendak menampar mulut yang barusan bertanya. Hati Irsyad semakin panas, belum ditambah kemeja hitam yang dikenakan membuat gerah, menyebabkan peluh bercucuran mengingat matahari bersinar sangat terik.

โ€œYang pasti bukan merebutnya dari lo. Maaf saja, gue bukan laki-laki seperti lo,โ€ sindir telak dari Irsyad cukup membungkam mulut Ray. Membuat laki-laki berkemeja putih panjang yang masih lengkap dengan peci hitam itu hanya bisa tertunduk dengan tangan mengepal di atas paha. Tak dapat menampik apa yang baru saja dikatakan sahabatnya.

โ€œTenang saja, gue tak bawa dia kabur. Cuma mau ucapkan selamat semoga kalian tidak berbahagia,โ€ imbuh Irsyad membuat Ray ternganga.

โ€œTunggu sebentar,โ€ balas Ray lirih. Ia membalikkan badannya menuju kamar di samping tempat berdiri. Langsung masuk karena pintu kamar tak terkunci.

Dugaan Ray benar, Almira berdiri di dekat pintu dengan wajah pucat pasi. Pasti ia mendengarkan percakapan barusan dengan Irsyad.

โ€œKamu tidak apa-apa?โ€ tanya Ray sambil memegang lembut dagu Almira. Bekas air mata masih ada di pipi.

Perempuan yang sudah menjadi istri Ray hanya menggeleng, pura-pura bersikap tenang walaupun dua masalah bertubi-tubi memenuhi otaknya. โ€œAda apa dia kemari? Apa tak cukup puas dengan yang diperbuat sama kita tadi pagi?โ€

โ€œDia ingin ketemu kamu,โ€ jawab Ray.

โ€œAku tidak ingin ketemu sama dia.โ€ Bagi Almira terasa sangat berat menyebutkan nama Irsyad.

โ€œTemui dia sebentar saja. Anggap saja dia sebagai pelayat sama seperti yang lain, bukan sebagai orang di masa lalu kamu. Semakin mengelak enggan bertemu yang ada dia berpikiran jika kamu masih memikirkan dia. Semoga saja kamu benar-benar sudah melupakannya.โ€

Ucapan Ray barusan membuat Almira terkejut. Jangan sampai Ray tahu, jika di lubuk hatinya masih menyimpan perasaan, meskipun itu sedikit.

Irsyad semakin cemas menunggu kehadiran Almira. Hampir sepuluh menit, Almira tak kunjung juga menampakkan batang hidungnya. Apalagi jenazah siap hendak diberangkatkan ke tempat pemakaman umum. Ia melirik Kayla yang sedang menghibur Adeera dengan sebuah es krim agar tak kembali bersedih.

Pintu yang sedari ditunggu-tunggu akhirnya terbuka juga, menampakkan dua orang yang berpakaian sama warna putih. Sayangnya setelah Irsyad berhadapan dengan Almira, perempuan itu memilih bersalaman dengan orang tua Ray dan beberapa tamu yang datang.

Hati Irsyad semakin panas, padahal ia sudah berdiri menyambut istri Ray. Lima menit kemudian, perjumpaan itu tiba. Entah mengapa Irsyad tertarik dengan penampilan Almira saat ini, kemeja panjang dan kerudung hitam melekat di kepalanya. Walaupun wajahnya tampak biasa, tak memakai riasan, tetap saja perempuan itu terlihat cantik.

โ€œSelamat atas pernikahan kalian,โ€ ucap Irsyad sebagai pembuka percakapan mereka berdua karena Ray tengah berbincang dengan orang tuanya.

โ€œTerima kasih,โ€ jawab Almira dengan malas, sama sekali tak melihat yang mengajaknya bicara.

โ€œJika bersamaku hanya kesedihan semata, jemputlah dia yang membawamu pada bahagia,โ€ tutur Irsyad sambil melirik Ray yang kebetulan tengah menatapnya. Almira juga menatap sosok yang ditunjukkan Irsyad.

Tanpa sepatah kata lagi, Irsyad langsung pergi karena dirinya memang sudah tidak diharapkan lagi. Ia sengaja pulang sendiri dan menyuruh Kayla untuk pulang naik taksi. Laki-laku itu ingin menyendiri karena cuma dirinya yang bisa keluar dari masalah serumit apa pun, apalagi masalah yang menyangkut hati dan perasaan.

โ€ขโ”ˆโ”ˆโ€ขโ€ขโ€ขโ—‹โ—‹โโ๐•ฏ๐–—๐–Š๐–†๐–’๐–˜ ๐•ฎ๐–”๐–’๐–Š ๐•ฟ๐–—๐–š๐–Šโโโ—‹โ—‹โ€ขโ€ขโ€ขโ”ˆโ”ˆโ€ข

Irsyad memilih duduk di tepi kolam taman kota, tempat yang sama saat pertemuan tadi pagi dengan Ray dan Almira. Pikiran masih tertuju pada sosok tadi, mungkin butuh waktu tak sebentar untuk melupakan tetapi ia harus bisa. Berharap lebih jika bukan takdirnya pasti akan berakhir sia-sia.

Tangan Irsyad meraih pada botol minum miliknya, sedikit mengangkat lebih tinggi kemudian mengamatinya. Ia tersenyum tipis, entah ide gila dari mana tiba-tiba terlintas di benaknya. Ia mengambil kertas kecil kemudian menuliskan sesuatu dan memasukkan kembali ke dalam botol. Irsyad berdiri dan meninggalkan botol itu di bangku taman. Dengan langkah lebih baik tak seperti tadi, laki-laki itu bersiap menjemput hidupnya yang baru walaupun pelan-pelan.

Tak berlangsung lama setelah Irsyad pergi, datanglah seorang perempuan itu dan duduk di bangku taman. Tatapan tertuju pada kertas tergulung di dalam botol. Perlahan dibuka dan dibaca isinya. Senyum mengembang di bibir perempuan itu karena isi tulisan itu cukup menarik.

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: Truyen2U.Pro