🔆𝕲𝖆𝖌𝖆𝖑🔆

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

𝓜𝓮𝓷𝓰𝓪𝓰𝓾𝓶𝓲 𝓽𝓪𝓷𝓹𝓪 𝓭𝓲𝓬𝓲𝓷𝓽𝓪𝓲. 𝓜𝓮𝓷𝓬𝓲𝓷𝓽𝓪𝓲 𝓽𝓪𝓷𝓹𝓪 𝓶𝓮𝓶𝓲𝓵𝓲𝓴𝓲 𝓭𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓻𝓲𝓷𝓭𝓾 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓽𝓪𝓴 𝓪𝓭𝓪 𝓾𝓳𝓾𝓷𝓰 𝓽𝓮𝓶𝓾

Seorang laki-laki berdiri menghadap jendela kaca yang terbentang lebar di depannya. Panorama ibu kota Jakarta terpampang jelas di matanya. Gedung-gedung pencakar langit mewarnai birunya langit. Irsyad termenung menikmati kesendirian. Beberapa hari ini, hatinya sangat kosong, tak bersemangat seperti biasanya. Janji untuk menyelesaikan suatu proyek belum terlaksana. Berkas yang diserahkan Ray, masih ada di atas meja dan sama sekali belum tersentuh.

Celana panjang yang dipakai Irsyad sedikit longgar. Dari kemarin, terasa sangat sulit menelan satu suap nasi. Nafsu makan melesap entah ke mana. Hari-harinya hanya diwarnai kopi hitam dan rokok. Sampai-sampai kemeja yang dikenakan bau rokok sehingga memancing keributan dengan Kayla saat tiba di rumah.

‘Apa kabar perempuan itu? Apakah cukup tersinggung saat pemberian darinya terpaksa aku kembalikan? Padahal aku sendiri menyukai masakannya,’ jerit Irsyad menyadari kesalahannya. Tidak ada yang bisa menandingi kelezatan masakan perempuan itu. Resto dan chef terkenal tak akan bisa mengalahkan masakan perempuan itu.

“Bodoh, kenapa saat itu dikembalikan?” Lagi-lagi Irsyad merutuki kebodohannya. Imbasnya kena dirinya sendiri karena ia merindukan paketan itu. Jika ia penasaran dengan siapa yang mengirim, kenapa tidak datang ke rumahnya saja? Bukankah ia sudah tahu di mana perempuan itu tinggal?

“Aku mau cari makan saja, daripada pikiran kacau,” gerutu Irsyad sambil melangkah keluar dari ruangannya. Langkah kaki menapaki anak tangga menuju lantai dasar. Mata bersinar ketika melihat karyawannya tengah menerima sesuatu dari tukang ojek online. Orang yang sama seperti beberapa hari yang lalu.

“Apa aku mimpi?” bisik Irsyad sambil mencubit lengannya. Sakit. Ini bukan mimpi. Irsyad bersemangat mendekati mereka berdua. Sayang, pria tua itu bergegas pergi melihat laki-laki berjas hitam datang ke arah mereka.

“Sudah saya tolak, tapi orang tadi memaksa, Pak,” ujar Novita membela diri. Perasaan gadis itu sedikit takut dengan orang nomor dua di perusahaan ini.

Irsyad meraih paper bag. “Tidak apa-apa.”

Perasaan lega menghampiri Novita. Padahal hal-hal buruk sudah berseliweran di depannya. Gadis itu terus mengamati laki-laki jangkung  yang tengah memeriksa isi paper bag. “Dari penggemar Bapak?”

Irsyad terkekeh membuat Novita terpana. Ini pertama kali melihat laki-laki dingin itu tersenyum kembali setelah tunangannya menikah dengan laki-laki lain. Resepsionis itu merasa risi karena sekarang Irsyad tengah memperhatikan dirinya dengan lekat. “Jangan memandangi saya seperti itu, Pak. Takut nanti jatuh cinta. Saya sudah punya pacar, Mas Satpam depan.”

“Apaan sih kamu,” kilah Irsyad. Keduanya kembali tertawa seakan dekat seperti teman. Irsyad sebenarnya membutuhkan seseorang untuk berbagi cerita. Entah mengapa sulit menjalin pertemanan, setelah pengkhianatan yang dilakukan Ray kepadanya.

“Kamu percaya secret admirer?” tanya Irsyad pada karyawannya. Baru kali ini berbicara bukan masalah pekerjaan, tetapi menyangkut masalah pribadi.

“Percaya, Pak. Saya pernah mengalami itu.”

“Sebelum  tahu siapa pengagum rahasia, apakah kamu pernah diam-diam pernah  menaruh perasaan lebih padahal kalian belum pernah ketemu?” tanya Irsyad penasaran dan bersemangat karena  bertanya pada orang yang tepat.

“Awalnya risi tetapi lama-lama terbiasa. Bahkan menyukai apa yang diberikan laki-laki itu. Pernah merasa kehilangan dan hampa saat dia tidak lagi perhatian dan tidak memberikan kejutan,” balas Novita sambil membayangkan kekasihnya di luar sana yang terhalang tembok besar ini.

Irsyad sendiri meresapi apa yang dikatakan resepsionis. Benar apa yang dikatakan gadis itu, hidupnya tak tenang setelah kejadian pengembalian barang itu.

“Terus apa yang harus saya lakukan?” tanya Irsyad bingung karena baru  menghadapi kasus seperti ini.

“Ketemu sama orang itu agar tidak terus menerus penasaran,” saran Novita. Gadis ini sudah bisa menebak jika atasan ini sedang jatuh cinta pada secret admirer yang terus mengirim paket ke kantor.

“Jika dia jelek atau tidak sesuai harapan kita?” balas Irsyad masih membayangkan jika perempuan yang akan nanti ditemui tak sesuai ekspektasi.

“Semua kembali pada diri masing-masing. Terserah Bapak mau menerima dia atau tidak. Namun, satu yang harus diingat yaitu ketika orang-orang yang di dekat kita tak peduli dan acuh, ada seseorang yang perhatian  bahkan mendoakan kita, Pak?” ucap Novita bersemangat.

“Pengalaman pribadi?” sindir Irsyad.

Novita tersenyum malu sambil berkata, “Iya, Pak.”

“Kenapa kalian tidak segera menikah saja?” tanya Irsyad curiga. Bukankah jika hubungan sudah serius, tinggal melangkah sekali lagi ke jenjang pernikahan. Agar kisah tidak miris seperti hidupnya.

“Cinta kita terhalang cuti, Pak. Dari perusahaan cuma dikasih waktu dua hari saja,” balas Novita dengan raut muka sedih.

“Tanggal 31 bulan besok segera ambil cuti saja,” sahut Irsyad sambil meraih paper bag. Hari ini bisa makan dengan lahap.

Novita girang bukan main, untung saja lobi dalam keadaan sepi. Namun, kegembiraan itu berlangsung sesaat ketika mata melirik kalender di atas mejanya. “Bulan besok kan sampai tanggal 28 saja,” dengkusnya dengan kesal.

•┈┈•••○○❁❁𝕯𝖗𝖊𝖆𝖒𝖘 𝕮𝖔𝖒𝖊 𝕿𝖗𝖚𝖊❁❁○○•••┈┈•

Sore ini terasa sangat berbeda, walaupun senja akan berangsur pergi tetapi tidak akan menyurutkan langkah Irsyad untuk segera menemui seseorang yang menjadi secret admirer. Tanpa membuang waktu sama seperti kemarin, mobil Irsyad sudah terparkir di depan rumah tingkat dengan gerbang yang lumayan tinggi.

Jantungnya berdegup kencang ketika angin sore menerpa wajahnya, membuat bulu kuduk berdiri efek gugup. Ia kembali merasakan canggung berhadapan dengan perempuan. Padahal dengan resepsionis terasa biasa saja.

Kedatangan Irsyad disambut seorang laki-laki berseragam hitam, badan tinggi, dan kumis hitam tebal. Siapa yang melihat pasti akan memilih kabur. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya pria itu dengan sopan.

“Mau ketemu seseorang,” balas Irsyad mulai panik dan keringat bercucuran.

“Ketemu siapa?” tanya pria jangkung itu dengan nada tidak bersahabat karena orang yang dihadapinya seperti mencurigakan.

“Sama perempuan.”

Security tadi langsung menautkan kedua alis hitamnya yang sangat tebal. “Namanya?”

Gantian Irsyad bingung karena tidak tahu namanya yang selalu memberikan paketan. Perempuan itu hanya memberikan nama insial saja.

“Huruf depannya A.”

Pria itu semakin geregetan karena sudah tidak sabar. “Mas di sini itu kost-kostan. Penghuni sini banyak yang namanya menggunakan huruf depan A. Ada Mbak Ama, Mbak Asih, Mbak Anisa, Mbak Andini, Mbak Aisyah, Mbak Azizah dan masih banyak lagi. Yang dimaksud Mas itu siapa?”

Irsyad mematung, tempat yang disangka rumah ternyata  kost. Ia tak mungkin menggedor pintu satu per satu untuk mencari tahu siapa yang menjadi secret admirer. “Mungkin saya salah orang. Permisi,” pamit laki-laki itu langsung kabur menuju mobil.

Baru juga mau memasuki mobil, tiba-tiba dari arah belakang ada seseorang yang memanggil namanya  dan Irsyad pun segera  menoleh pada orang tersebut. Ia sangat bahagia karena akan bertemu dengan pengagum rahasianya.

“Kenapa Bapak datang ke kost-an saya?” tanya gadis itu dengan cempreng.

Irsyad menelan ludah karena orang yang berdiri di depannya bukanlah orang yang ia maksud. Laki-laki itu masuk ke mobil, kemudian membanting pintu dengan keras karena merasa seperti dipermainkan. Mobil memelesat dengan kecepatan tinggi.

“Loh kenapa dia yang marah? Harusnya yang marah aku dong karena tidak ada tanggal 31 bulan besok?” gerutu Novita masih menyimpan kekesalan.

Tampak seorang perempuan masih memakai mukena biru tosca menahan senyum di wajahnya yang menyimpan kebahagiaan. Niat hati mau menunggu azan Magrib di balkon ini malah mendapatkan pemandangan laki-laki tampan yang tengah mencarinya.

“Sabar Tuan Irsyad Al Farizi. Kita secepatnya pasti bertemu.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro