๐Ÿ”†๐•ธ๐–š๐–˜๐–š๐– ๐–‰๐–†๐–‘๐–†๐–’ ๐–˜๐–Š๐–‘๐–Ž๐–’๐–š๐–™๐Ÿ”†

Mร u nแปn
Font chแปฏ
Font size
Chiแปu cao dรฒng

๐”๐”ฆ๐”จ๐”ž ๐” ๐”ฆ๐”ซ๐”ฑ๐”ž ๐”Ÿ๐”ฒ๐”จ๐”ž๐”ซ ๐”ฒ๐”ซ๐”ฑ๐”ฒ๐”จ๐”จ๐”ฒ, ๐”ง๐”ž๐”ซ๐”ค๐”ž๐”ซ ๐”ง๐”ž๐”ก๐”ฆ๐”จ๐”ž๐”ซ ๐”ฐ๐”ข๐”Ÿ๐”ฒ๐”ž๐”ฅ ๐”ฉ๐”ฆ๐”ฐ๐”ž๐”ซ ๐”ฒ๐”ซ๐”ฑ๐”ฒ๐”จ ๐”Ÿ๐”ข๐”ฏ๐”ฒ๐” ๐”ž๐”ญ ๐”ช๐”ž๐”ซ๐”ฆ๐”ฐ ๐”ฅ๐”ž๐”ซ๐”ถ๐”ž ๐”ฒ๐”ซ๐”ฑ๐”ฒ๐”จ ๐”ช๐”ข๐”ซ๐”ข๐”ซ๐”ž๐”ซ๐”ค๐”จ๐”ž๐”ซ. ๐”„๐”จ๐”ฒ ๐”ฉ๐”ข๐”Ÿ๐”ฆ๐”ฅ ๐”Ÿ๐”ž๐”ฆ๐”จ ๐”จ๐”ข๐”ฅ๐”ฆ๐”ฉ๐”ž๐”ซ๐”ค๐”ž๐”ซ ๐”ก๐”ž๐”ฏ๐”ฆ๐”ญ๐”ž๐”ก๐”ž ๐”ฏ๐”ž๐”ค๐”ž๐”ช๐”ฒ ๐”ก๐”ฆ ๐”ฐ๐”ž๐”ช๐”ญ๐”ฆ๐”ซ๐”ค๐”จ๐”ฒ ๐”ฑ๐”ข๐”ฑ๐”ž๐”ญ๐”ฆ ๐”ฅ๐”ž๐”ฑ๐”ฆ๐”ช๐”ฒ ๐”ช๐”ข๐”ซ๐”ถ๐”ฆ๐”ช๐”ญ๐”ž๐”ซ ๐”ซ๐”ž๐”ช๐”ž ๐”ฉ๐”ž๐”ฆ๐”ซ

Rintik hujan mulai membasahi tanah menimbulkan aroma petrichor menyatu di penciuman. Irsyad sangat merindukan aroma itu, mengingat musim salju di Jerman sedang berlangsung. Hujan tak terlalu deras, tapi cukup membasahi dedaunan dan menjadikan suasana sejuk dan dingin.

Walaupun suasana kurang mendukung acara pertemuan, tetapi tak menyurutkan niat Irsyad untuk bertatap muka dengan Almira. Setelah perdebatan alot semalam lewat telepon, itu pun memakai nomor adiknya, akhirnya Almira dengan terpaksa mengangkat panggilan darinya.

Walaupun kejadian semalam sangat menyakitkan karena perempuan itu menolak bahkan sering mematikan telepon darinya. Akhirnya luluh juga dan memberikan waktu satu jam untuk bertemu. Irsyad tak akan melewatkan kesempatan ini, ia ingin mendengar dari bibir Almira langsung alasan perpisahan itu tetap terjadi.

Irsyad sebenarnya bukanlah tipe laki-laki cengeng yang tak mau menerima keputusan itu, tapi ia tetap kekeh memegang janjinya saat perjumpaan terakhir di bandara.

Hari ini Irsyad memakai kaus abu-abu dengan celana jeans serta sepatu hitam. Ia berdiri di depan cermin, menyisir rambutnya yang baru, setelah pagi-pagi buta mencari barber shop yang buka. Setelah memastikan penampilan terbaiknya, Irsyad tersenyum mengamati wajah tampannya.

Kayla yang sedari tadi berdiri dekat pintu kamar, memperhatikan dengan tatapan sangat miris. Kakaknya menjemput perpisahan dengan berpenampilan layaknya orang akan kencan.

"Jadi ketemu Nenek Lampir?" sindir Kayla agar Irsyad membatalkan pertemuan dengan Almira.

Irsyad hanya tersenyum sekilas pada Kayla kemudian tatapan beralih pada cermin kembali. Hatinya terluka karena panggilan adiknya pada Almira. Dulu Kayla menyebut Almira dengan calon kakak ipar. Ya, karena kedekatan perempuan itu dengan keluarganya. Bahkan, kedua orang tuanya juga merasa tak terima jika hubungan mereka putus begitu saja. Untung saja Ayah dan Mamah sedang berada di Surabaya.

"Aku kira kakak adalah orang pintar, jauh-jauh ke Jerman tetapi masih terlihat bodoh di depan mantan," sindir telak Kayla agar Irsyad marah membuat otaknya terbuka tentang kenyataan jika Almira sudah menjadi milik orang lain.

Kayla menantikan emosi dari bibir Irsyad, tapi selang beberapa menit tak ada amarah atau kata kasar yang terdengar. Hanya detik jarum jam yang mewarnai ruangan yang mendadak hening. Pelan-pelan mata Kayla terangkat menatap sosok yang masih di depan cermin. Laki-laki itu hanya diam, tetapi melihat patahan sisir yang tergeletak di atas lantai mengisyaratkan emosi yang hanya dipendam di dalam dada Irsyad.

"Kak, maaf," ucap Kayla secara halus menyadari kesalahannya. Irsyad masih belum sepenuhnya sadar dari emosi tetapi ia teringat kedua orang tua mereka selalu mengajarkan kata maaf untuk salah dan terima kasih untuk segala pemberian.

Bibir Irsyad terangkat ke atas membentuk sebuah simpul senyuman. Ia paham kenapa adiknya berkata seperti walaupun tadi sempat dadanya panas karena menerima kata-kata yang sangat menyakitkan.

"Kakak pergi dulu."

Tangan menyambar paper bag yang berisi cokelat dan parfum sebagai oleh-oleh dari Jerman untuk Almira. Irsyad berjalan cepat untuk menghindari protes dari adiknya yang terlewat sayang kepadanya.

โ€ขโ”ˆโ”ˆโ€ขโ€ขโ€ขโ—‹โ—‹โโ๐•ฏ๐–—๐–Š๐–†๐–’๐–˜ ๐•ฎ๐–”๐–’๐–Š ๐•ฟ๐–—๐–š๐–Šโโโ—‹โ—‹โ€ขโ€ขโ€ขโ”ˆโ”ˆโ€ข

Embusan angin yang datang silih berganti berhasil membuat tatanan rambut menjadi berantakan setelah menuruni mobil. Tampilan tak serapi apa pun tak akan membuat pesona tampan dan karismatik laki-laki itu hilang.

Deru jantung berpacu cepat sama seperti langkahnya menapaki tanah di taman kota. Irsyad sendiri tak habis pikir kenapa Almira menyuruhnya bertemu di sini. Kenapa tidak di rumah Almira agar bisa ketemu dengan ayahnya. Irsyad kangen bermain catur bersama Ayah Almira.

Bumi seakan berhenti berputar pada detik ini juga. Irsyad cukup menatap lama pada sosok yang tengah membuang tatapan agar tak melihat kedatangannya. Padahal dari jauh pun terlihat jelas jika Almira dari tadi menatap pintu masuk taman dengan tatapan waswas.

Irsyad semakin mendekat sambil memberikan senyuman seolah tak terjadi apa-apa. Laki-laki itu lantas spontan mengecap kening Almira, alhasil membuat tubuh di sana berjingkat karena kaget.

"Ada apa mengajak aku ke mari?" tanya Almira to the point sambil menggeser duduknya agar tak berdekatan dengan mantannya.

Irsyad membalas dengan kekehan kecil. Ia berharap ini adalah canda semata yang tak lain penyambutan dirinya dari Jerman walaupun agak melenceng dan terkesan aneh. Irsyad tidak akan melepaskan perempuan yang pernah menjadi bintang di kampus. Siapa yang tak kenal dengan perempuan yang berperawakan tinggi kurus, berkulit putih, berambut lurus sebahu. Penampilan yang selalu mendukung karena pakaian yang modis dan sangat stylish.

Irsyad menaruh paper bag persis di samping Almira. Ia berjongkok meraih kedua tangan Almira yang putih dihiasi kuteks warna pink. "Aku tahu kenapa kamu bersikap seperti ini. Pasti kerinduan yang luar biasa membuat kamu menjauh. Tenang saja, setelah ini aku tidak akan pergi lagi. Pastinya selalu di samping kamu dalam suka atau duka. Masih ingat janji kita di bandara?"

"Aku pergi kuliah juga untuk kepentingan masa depan kita," lanjut Irsyad menggenggam tangan Almira dengan erat. Meyakinkan perempuan itu jika keputusan sepihak yang diambil kemarin adalah salah besar.

Dalam hitungan detik, Almira langsung menarik tangannya. Ia susah payah mengalihkan kedua netra terhadap tatapan Irsyad yang terus mengunci ke arahnya. Tubuh Almira banyak bergerak tak jelas menandakan gelisah yang luar biasa.

"Apa kamu tak cukup jelas membaca pesan yang aku kirimkan?" tanya Almira dengan nada ketus. Mau tak mau ia melirik ke arah Irsyad. Hatinya berdesir hebat karena tatapan mereka bertemu dan lagi-lagi Almira memilih melihat pintu taman.

Lagi-lagi Irsyad tertawa kemudian menggeleng membuat Almira geregetan dan menyesali pertemuan detik ini.

"Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Please, mulai saat ini jauhi aku," pinta Almira memelas.

Wajah Irsyad yang sedari tadi santai akhirnya terpaksa berubah menjadi tegang. Antara kecewa dan marah bercampur jadi satu. "Apa alasan utama kamu menginginkan perpisahan ini? Katakan sejelasnya agar aku percaya. Dari mata kamu saja sudah bisa menangkap ada sesuatu yang kamu sembunyikan."

Almira menunduk sambil memainkan ujung baju yang dikenakan. Keputusan sudah bulat, ia sudah memikirkan masak-masak. "Karena aku sudah tidak mencintai kamu."

Irsyad kembali lagi tertawa, bahkan tawanya lebih keras dibandingkan tadi. Ia menatap ke arah samping, merapikan rambut Almira yang berantakan tertiup angin. "Alasan klasik dan tak masuk akal."

Almira hanya bisa menggigit bibirnya karena ia belum berani mengatakan alasan utamanya. Ia paham betul Irsyad seperti apa, laki-laki yang bisa berubah menjadi manusia yang dingin jika ada yang berani mengusik hatinya.

"Aku sudah mempunyai kekasih lain," bisik Almira lirih membuat Irsyad terperanjat kaget. Tangan yang sedari tadi menyisir rambut Almira mendadak kaku seperti tak bisa digerakkan karena kenyataan yang mencengangkan.

'Tidak. Ini tak boleh terjadi,' protes Irsyad dalam hati. Deru jantung kembali berpacu cepat, aliran darah berjalan sangat cepat menuju otak membuat kepala mendadak langsung panas seperti hatinya.

"Siapa laki-laki yang beruntung mendapatkan kamu?" tanya Irsyad dengan tatapan kosong karena tidak tahu berbuat apa.

"Dia," tunjuk Almira pada sosok yang tengah berjalan ke arah mereka berdua. Sontak Irsyad langsung mengikuti telunjuk Almira yang ditujukan pada seseorang. Dada kembali sesak karena emosi yang sangat hebat. Bagaimana tidak laki-laki yang menjadi pendamping Almira adalah sosok yang sangat ia kenal. Tanpa pikir panjang, Irsyad langsung berlari menghampiri orang yang baru datang dan memukul bagian wajah dengan sangat keras.

Pekikan dari Almira tak menghentikan Irsyad yang terus memukul secara brutal dan tak kenal ampun.

โ€ขโ”ˆโ”ˆโ€ขโ€ขโ€ขโ—‹โ—‹โโTbcโโโ—‹โ—‹โ€ขโ€ขโ€ขโ”ˆโ”ˆโ€ข

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: Truyen2U.Pro