II

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Ran. Mereka berjalan ke sekolah, seakan kembali pada waktu dua tahun yang lalu. Sosok pemuda di sebelahnya yang selalu dia tatap dengan penuh kagum, menemani langkahnya menuju sekolah.

Shinichi tidak memberikan jawab, malah memikirkan apa akan berterus terang atau tidak. Apa dia mengatakan sekarang atau nanti di suasana yang tepat. Namun, jika terus ditunda Shinichi takut Ran semakin menumbuhkan harapan dan saat ia mengatakan kebenaran, gadis ini malah akan berbalik membencinya.

Shinichi beberapa kali mempertimbangkan untuk memberitahu kebenaran yang sesungguhnya kepada Ran. Matanya melirik gadis berambut panjang yang telah menemaninya selama dua tahun saat dirinya berubah. Tidak dapat ia pungkiri selama hampir dua tahun tinggal bersama Ran dan ayahnya. Benih cinta yang selama ini dia simpan di dalam hatinya perlahan ikut berubah. Entah sejak kapan rasa cinta itu telah menjadi kekaguman semata. Ada yang bilang cinda tang dari terbiasa. Apa kekaguman juga berlaku. Masa bodoh, pokoknya dia akan jujur mengatakan hatinya.

Shinichi mulai nyaman menganggap Ran sebagai sosok kakak untuknya yang adalah seorang anak tunggal. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat untuk membuatnya terbiasa bertindak sebagai anak kecil. Seakan-akan peran itu telah merasuk ke dalam pikirannya. Bertingkah kekanakan dan manja di depan Ran karena takut ketahuan, sekarang malah membuatnya canggung karena ia mulai merindukan sosok kakak dalam diri Ran. Balik jadi Conan lagi gak ya, tapi Ai-chan sangat mengerikan. Tidak terima kasih.

“Shinichi-kun, ada apa? Kamu melamun lagi,” kata Ran, dia menarik lengan baju Shinichi karena lelaki itu seakan tenggelam dalam dunianya, pertanyaan sebelumnya juga belum dijawab. Tarikan tiba-tiba itu membuat lelaki yang sedang melamun ini menoleh kepadanya dan membalasnya dengan senyuman. 

“Tidak apa-apa. Ehm, Ran … Apa kamu mau minggu depan setelah ujianku yang terakhir, kamu makan malam denganku?” tanya Shinichi tatapannya lurus ke depan. Aduh cinat itu ribet, aku gugup untuk hal lain. Matanya tidak melihat bagaimana reaksi gadis yang berjalan di sebelahnya. Shinichi akhirnya menoleh saat merasa tidak ada yang mengikuti langkah kakinya.

Ran langsung terdiam, tatapannya jatuh pada punggung tegap lelaki yang sampai saat ini masih ia harapkan, matanya berkaca-kaca saat menatap balik mata Shinichi. Ran sama sekali tidak menyangka kalau penantiannya yang sangat sabar kepada pemuda di depannya ini akan berbalas. Namun, benarkah Shinichi hanya mengajaknya makan malam sebagai orang spesial ataukah ada maksud lain. Ran mencoba tidak terlalu berharap. Ni anak tukang pemberi harapan palsu, jangan langsung percaya dengan ucapan bernada menggoda miliknya, Ran.

“Jadi?” tanya Shinichi saat ia belum juga mendapatkan jawaban dari bibir gadis ini.

“Ya, aku mau,” jawab Ran cepat. Tentu saja dia mau, apa Shinichi tidak tahu kalau sampai detik ini ia masih menunggu kejelasan hubungan mereka. Yang paling utama tentu saja adalah menanyakan kemana saja lelaki ini pergi, kenapa butuh waktu lama untuk kembali? Kasus seperti apa yang begitu menyita waktu lelaki di depannya ini, masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang berputar di dalam pikiran Ran. Dia akan menahannya, semoga saja ada kesempatan untuk menanyakan hal tersebut. Kali ini tidak akan lolos seperti makan malam kita yang sebelumnya. Tekad Ran tidak takut kalah perang.

“Baiklah, kita simpan hal ini untuk nanti. Sebaiknya kita bergegas ke sekolah,” ucap Shinichi. Mereka melanjut kembali langkah yang sempat terhenti. 

***

“Shinichi mengajakmu makan malam! Sungguh?” seru Sonoko. Ia mencengkeram tangan Ran, tidak menduga si maniak Holmes itu bakalan mengajak duluan tanpa ia mendesak kedua pasangan ini untuk bertindak. Anak itu habis minum apa, gerak cepat sekali, belum juga dua bulan sejak dia sungguhan kembali. Oke, kita pantau saja.

“Ihh, pelankan suaramu Sonoko,” kata Ran. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri takut ada yang mendengar. Suatu kesenangan tersendiri bagi Ran melihat temannya begitu bersemangat. Sekarang keduanya duduk di kantin sekolah. Ran menyeret Sonoko ke sini setelah mengantar Shinichi ke ruang ujian. Sebenarnya kelas tiga sudah tidak lagi harus masuk sekolah. Hanya tinggal menunggu upacara kelulusan yang akan digelar pihak sekolah sebelum mereka benar-benar dinyatakan lulus dari SMU Teitan.

"Iya, aku juga tidak begitu tahu kenapa dia langsung mengajak makan malam," ucap Ran. Dia meminum jus jeruknya dan menghindar dari mata berbinar milik Sonoko. Kalau tahu juga gak bakal cerita, kalau tidak aku bakal di ... yah kita tahu bagaimana tabiatmu. Ran menyeruput jusnya.

Suasana ribut di kantin tidak akan menghalangi Sonoko untuk mendesak Ran bercerita lebih jauh. Namun, gadis itu tidak tahu apa yang harus ia katakan karena Shinichi juga tidak jelas mengatakan kenapa dia tiba-tiba mengajak minggu depan makan malam dengannya.

"Baik, kita kesampingkan alasan si maniak itu mengajakmu. Yang pasti kamu harus tampil berbeda malam itu, semua harus dipersiapkan dengan baik. Serahkan saja pada Nono Sonoko, kita akan membuat Maniak Holmes itu tidak akan berpaling darimu," ucap Sonoko menggebu.

"Kamu tidak akan membuatku seperti putri kan?" kata Ran, ia seketika merinding membayangkan akan mendapat make-over dari sahabatnya ini. Ok, Sonoko terkadang berlebihan saat menggunakan hartanya dan membuat sesuatu yang seharusnya bisa sederhana jadi ... yah, tolong jangan dibayangkan seberapa gila temannya yang satu ini.

***

“Semua ujiannya berjalan lancar?” tanya Ran pelan. Sungguh saat ini suasananya begitu canggung. Tidak tahu ia harus bagaimana dan apa yang mesti ia katakan. Padahal seminggu yang dipersiapkan dengan hati-hati oleh Sonoko seakan tidak berlaku saat eksekusinya.

“Yah, bisa di katakan lancar,” ucap Shinichi. Ia menatap Ran, bibirnya tanpa sadar ia gigit. Ragu apa akan jujur sekarang ataukah dia mengalihkan pembicaraan pada hal yang lain. Tidak bisakah kau membayangkan gimana perasaan Shinichi yang akan jujur pada gadis yang hampir dua tahun ia bohong. Ia merasa duduk di bongkahan es. Oh, atau serasa duduk di kursi panas. Panas yang berasal dari neraka terdalam. Keringat dingin mengalir di punggungnya, untung saja bukan di wajahnya. Bisa kelihatan banget betapa gugupnya dia sekarang.

Makan malam yang mereka berdua bayangkan sangat jauh berbeda dari kenyataan. Shinichi walau bisa mengatakan apa pun saat sedang berhadapan dengan kasus, tetapi jika ia berhadapan dengan seorang gadis, terutama Ran. Entah mengapa ia jadi merasa seperti orang bodoh, tidak ada satu pun bahan yang bisa dia jadikan obrolan. 

Di saat Shinichi sudah memutuskan untuk menceritakan segalanya pada gadis manis di depannya ini. Teriakan tiba-tiba seseorang tidak jauh dari mereka menghancurkan segalanya. Keduanya refleks menghela napas pelan, tidak tahu kenapa Shinichi seperti magnet yang menarik segala macam kejahatan. Tidak pernah ada hari tanpa kejadian pembunuhan yang menarik detektif ini. Atau memang semua detektif jenius akan menarik bahaya ke dekatnya untuk di pecahkan.

Ran memijat keningnya pelan dan hanya tersenyum maklum saat Shinichi dengan tatapan memelas penuh permintaan maaf menatapnya. Ran menggerutu di dalam hati saat pemuda itu sudah melesat pergi dari hadapannya setelah ia mengangguk menyetujui, makan malam mereka kembali terganggu. Bisa dikatakan ini kedua kalinya mereka makan malam serius dan sebelum lelaki itu mengatakan apa tujuannya mengajak makan malam, ada kasus yang mengacaukan segalanya.

***

Ran menutup seluruh badannya dengan selimut, ucapan lelaki pujaan hatinya terus saja berputar di kepalanya. Suara ketukan pintu kamar dari sang ayah sedari tadi ia abaikan.

Tidak tahukah betapa hancurnya hati Ran, ayahnya harus mengerti jika saat ini dia sama sekali tidak mau diganggu.

"Ayah, tolong biarkan aku sendiri, jangan ganggu!" ucapan pelan disertai air mata yang jatuh dari kedua matanya membuat ayahnya yang tengah asik bergoyang mengikuti idoal kesayangannya, langsung berhenti dan tersadar sesuatu telah terjadi pada putri tercintanya. Nona Yoko bisa menunggu sedangkan putrinya lebih penting dan tidak bisa menunggu.

Teriakan ayahnya di telpon membuatnya membuka pintu dam merebut handphone ayahnya. Nama detektif sialan yang terpampang di layar mengkonfirmasi siapa yang ayahnya telah teriaki. Sesakit apa pun saat ini, Ran lebih memilih untuk menata hatinya terlebih dahulu sebelum bertemu kembali dengan detektif dari timur itu. Maka, ketukan permintaan maaf ayahnya hanya diabaikan saja.

Saat ketukan telah lama berhenti, Ran mulai menata pikirannya. Lelaki yang menjadi cinta pertamanya itu menceritakan sesuatu yang membuat perutnya terasa melilit sakit dan keinginan untuk muntah disertai dengan sakit kepala yang menghantamnya.

Satu kalimat pembuka setelah lelaki itu menyelesaikan kasus, terus menghantui pikirannya, 'Edogawa Conan dan Shinichi Kudo adalah orang yang sama.'

Setelah itu cerita yang seakan tidak masuk akal mengalir dari bibir pemuda yang telah meruntuhkan dunianya. Hatinya hancur berkeping-keping, tidak tahu apa dia masih bisa dikatakan memiliki hati saat dengan kepala sakit dan badan menggigil seakan mati rasa di depan lelaki itu, satu persatu ia menerima kebenaran.

Seakan semua yang lelaki itu katakan adalah dongeng pengantar tidur. Ketidaksengajaan saat malam itu ia berkunjung dan bertemu dengan Conan. Edogawa Conan yang mati-matian bertahan hidup dan menyembunyikan kebenaran bahwa ia adalah Shinichi Kudo yang mengecil karena meminum racun yang diberikan oleh sekelompok organisasi berbaju hitam. Tubuhnya mengecil adalah hasil efek samping obat karena ia lengah bisa disergap oleh komplotan itu dan mereka mencoba membunuhnya. Kenyataan bahwa Profesor Agasa yang juga tahu dan berusaha menyembunyikan keberadaannya serta meyakinkan Conan untuk tinggal bersamanya. Hingga sampai pada penjelasan singkat bahwa yang menemukan penawar racun itu adalah Ai-chan. Gadis kecil yang juga sudah ia anggap sebagai adik perempuannya. Ternyata juga bagian dari komplotan itu tetapi Ai-chan berhasil mengembalikan Conan menjadi Shinichi.

Penjelasan itu membuat ia mengerti kenapa Shinichi bisa buat sarapan sendiri, sekarang paham siapa yang sudah membuatkan lelaki pemalas ini sarapan. Ran semakin menggigil, berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. Bagaimanakah cara menghilangkan perasaan mengerikan di hatinya ini.

Ran tidak bisa membayangkan semua yang telah dia lakukan bersama Conan, anak kecil yang telah dia anggap sebagai adik sendiri ternyata adalah pria yang ia cintai. Semua keluh kesah yang ia curahkan pada bocah itu yang ternyata langsung ia katakan pada lelaki cinta pertamanya itu.

Rasanya sangat mengerikan, ia tidak tahu seperti apa yang harus ia tujukan saat bertemu kembali dengan Shinichi.  Haruskah ia menganggap semua telah berlalu dan sekarang mereka bisa menjalani hidup yang baru, haruskah ia memaafkan lelaki itu, terutama setelah lelaki itu menyakitinya. Tidak bisakah Ran berteriak dan membenci lelaki itu?

Dengan pemikiran yang bagaikan badai topang menerjang isi pikirannya. Ran jatuh tertidur lelap. Suara pintu terbuka dan memperlihatkan ayahnya yang menatap dirinya sedih. Namun, Kogoro kalah dengan permintaan anaknya. Jika bukan karena larangan anaknya, ingin sekali Kogoro ke rumah anak sialan itu dan memaksanya untuk meminta maaf, akan tetapi anaknya lebih memilih untuk menghindar.

Suara pelan pintu tertutup berbarengan dengan tertutupnya kisah cinta terpendam Ran Mouri untuk Shinichi Kudo.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro