Chapter 11 Fajri

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Note : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Nama pemeran kuambil dari para member boygroup Indonesia yaitu UN1TY. Maaf jika ada kesamaan latar, tokoh maupun cerita ini. Cerita berjudul Eight 3 adalah murni milik saya!
.
.
.
.

Fajri terlihat gusar. Ia harus mencari cara agar Ricky tidak terlibat lagi dengan masalah menyangkut hantu dan horor. Sudah cukup bagi Fajri melihat sosok Ricky bersimpah darah di lantai, lalu berjuang melawan takdir dan Fajri pun hampir kehilangan.

"Aji, harus bagaimana ini?" tanya Fajri resah.

Jika Fajri resah atau gugup ia akan menggigiti jari-jarinya. Berjalan mondar mandir tak tentu arah bagai  setrikaan panas.

"Ah! Aji punya ide dan hal ini tidak boleh diketahui siapapun!" seru Fajri.

Klik!

"Ji, kok lama banget sih di kamar mandi ya," ucap Ricky yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar milik Fajri.

Fajri terkejut bukan main. Ia langsung menyalakan air keran.

"Iya Kak. Aji habis buang air besar makanya lama." Fajri berteriak keras di dalam.

Tak lama Fajri keluar. Ia mengubah ekspresi wajah secepat mungkin.

"Ada apa Bang Iky memang?" tanya Fajri penasaran.

"Ini loh makan malam sudah siap. Bi Inah sudah masak makanan kesukaanmu." Ricky menjawab.

"Oke, Bang. Ayo kita ke ruang makan sekarang. Aji sudah lapar nih hehehe...," ucap Fajri sambil mengelus perutnya.

Fajri tersenyum menunjukkan gigi kelincinya. Ricky mengelus pelan surai rambut hitam Fajri yang sudah ia anggap sebagai Adik sendiri.

Ricky pun keluar duluan disusul Fajri di belakang. Fajri menghela napas lega walau hatinya ia tak tega harus berbohong.

"Ini demi kebaikan Bang Iky," gumam Fajri.

Setelah sampai di ruang makan, suasana menjadi cukup hening, hanya ada suara sendok dan garpu yang mendominasi. Ricky sudah selesai makan, kali ini menu untuknya adalah sop bakso dan sosis.

"Alhamdulillah," ucap Ricky bersyukur. Ia membersihkan noda bekas makanan di mulut menggunakan tisu.

"Ji, abang mau ke kamar dulu ya ambil obat ketinggalan di sana," lanjut Ricky.

Fajri juga selesai makan. Ia meraih segelas air putih, lalu meneguk hingga tersisa setengah.

"Biar Aji yang ambil Bang. Oke, Bang Iky duduk manis di sini saja," balas Fajri.

Sebelum Ricky mengeluarkan satu kata, Fajri sudah dulu berjalan menuju kamar miliknya. Ricky menatap Fajri dengan serius.

"Apa yang kamu sembunyikan dari Abang, Ji?" tanya Ricky pelan. Ia khawatir jika Fajri terjadi apa-apa. Ricky telah berjanji kepada Umi dan Abi bahwa akan melindungi Fajri. Ia tak mau terulang kembali pertengkaran sebulan lalu dengan Fajri.

Tak lama Fajri datang membawa bungkusan obat milik Ricky. "Ini Bang obatnya. Langsung di minum terus istirahat ya," ucap Fajri.

"Iya, Adikku sayang. Terima kasih ya sudah mau menjaga Abang yang nggak bisa apa-apa ini," balas Ricky tersenyum tipis.

Fajri hanya menganggukan kepala kecil. Ia bersyukur bahwa sampai detik ini Ricky baik-baik saja tanpa ada gangguan hantu apalagi sahabat hantu kecil Ricky bernama Key yang tak kunjung menampakkan diri kembali.
.
.
.
.

Fenly telah menyelesaikan makan malam. Ia memilih untuk bersantai di luar balkon kamar.

Cahaya rembulan semakin menyinari kulit putih Fenly. Bulan purnama menjadi temannya di malam ini.

"Kenapa jadi seperti ini sih?"

Fenly bertanya-tanya. Semenjak kejadian dengan Mbak Kunti Jenny, bukannya saling menyatu malah menjadi meregang. Seakan tali takdir tak memihak pada mereka.

"Gue kangen sama kalian terutama sahabat pertama gue... Ricky dan Fajri," ucap Fenly sendu.

Kedua nerta sudah berlinang air mata. Dalam kedipan sekali saja air mata tumpah. Fenly menggelengkan kepala kuat menghilangkan rasa sedih ini. Ia tak mau sampai berlarut-larut dalam kesedihan.

Fenly merenung diam dengan tubuh bersandar pada dinding pembatas antara kamar dan balkon. Saat ini Fenly butuh ketenangan dan kesendirian.

Bukti demi bukti penglihatannya terus bermuncullan dan hal itu menjadi nyata. Kabar Zweitson yang kecelakaan di jalan pada malam hari serta kejadian saat dirinya dan Fajri berada di gedung sekolah lama. Mereka di serang oleh sosok hantu Wanita Belanda membawa bucket mawar biru, memakai pakaian ala bangsawan dulu.

"Gue nggak boleh tinggal diam diri saja, tapi... semenjak ada Kak Kezia di sini gue jadi agak terkekang."

Lagi dan lagi Fenly menjadi seorang pesimis. Ia tak tahu harus berbuat apalagi setelah ini. Ia hanya bisa berdoa kepada Tuhan akan keselamatan Zweitson, sahabat-sahabat lainnya serta sosok Fiki yang menghilang entah kemana.

"Tuhan... saya hanya ingin berkumpul kembali dengan mereka. Akankah restu waktu ini akan terus menghalanginya?"

Tok!

Tok!

Tok!

Suara ketukan pintu membuat atensi Fenly teralihkan. Kezia, Wanita yang merupakan Kakak Ipar Fenly masuk setelah mendapatkan izin dari sang pemilik kamar.

"Fen," panggil Kezia berjalan mendekati Fenly yang masih setia di luar balkon kamar.

"Iya Kak, ada apa?" tanya Fenly menatap ke arah Kezia.

Kezia menghembuskan napas kasar. Ia tahu bahwa Fenly akhir-akhir ini lebih banyak menyendiri dan diam karena suatu sebab yaitu dirinya sendiri.

"Maafin Kakak ya," ucap Kezia langsung mendekap tubuh Fenly.

Fenly sedikit terkejut. Ia pun membalaskan pelukan sang Kakak Ipar.

"Kakak tahu kamu jadi berbeda karena perkataan Kakak. Sebenarnya Kakak melarang kamu untuk bertemu dan kembali bersama mereka,-"

Perkataan Kezia terpotong. Ia sempat melihat sosok bayangan hitam di luar dekat kolam renang.

"Kak Kezia," tegur Fenly yang tak kunjung mendapatkan lanjutan.

"Ah iya. Maafin Kakak tadi kelilipan matanya," ucap Kezia berbohong.

Kezia melepaskan pelukan tubuh Fenly. Ia memegang kedua bahu Fenly, lalu menepuk pelan.

"Kakak akan izinkan kamu untuk bersama mereka lagi dan kamu janji harus utamakan keselamatan."

Satu kalimat panjang itu membuat senyum Fenly terukir tanpa sadar. Air mata yang ia tahan sejak tadi akhirnya tumpah.

"Kak Kezia, terima kasih banyak. Fenly janji nggak akan buat Mama sama Kakak khawatir lagi. Fenly akan utamakan keselamatan mulai sekarang!" seru Fenly tegas.

Kezia tersenyum tipis. Ia mencium pipi kanan Fenly sekilas, sambil menghapus jejak air mata di pipi.

"Yasudah kamu tidur sana sekarang sudah malam. Kakak juga mau balik ke kamar," ujar Kezia berpamitan. Ia menutup pintu kamar Fenly hingga rapat.

"Tuhan... terima kasih engkau telah mendengarkan doa Fenly," ucap Fenly berdoa. Ia pun bersiap-siap untuk tidur.
.
.
.
.

Fajri sudah tertidur lelap di kamar. Setelah memastikan Ricky berada di kamar, ia pun sudah mulai mengantuk.

"Hoam... semoga besok menjadi hari yang lebih baik," ucap Fajri.

Sebelum tidur Fajri tak lupa untuk berdoa. Lampu di kamar Fajri sengaja dimatikan karena itu sudah menjadi kebiasaan dirinya sejak kecil di Cimahi kota kelahiran.

Tiba-tiba tubuh Fajri seakan tak bisa digerakan, untuk berbicara pun tak bisa. Ia merasakan ada sosok asing yang menindih tubuhnya.

Rasa sesak di dada membuat Fajri kesulitan bernapas. Ia terus berusaha agar dapat bergerak. Di dalam hati selalu berdoa kepada Allah SWT.

"Kak Iky... tolongin Fajri."
.
.
.
.
.

{04/03/2022}

Update bonus buat hadiah karena tidak update lama sekali hehe...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro