Chapter 25 Celaka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Note : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Nama pemeran kuambil dari para member boygroup Indonesia yaitu UN1TY. Maaf jika ada kesamaan latar, tokoh maupun cerita ini. Cerita berjudul Eight 3 adalah murni milik saya!
.
.
.
.
.

Fajri pertama kali tersadar. Ia meringis kesakitan saat memegang keningnya, terdapat banyak darah yang terus mengalir.

"Awh!" Ringis Fajri.

Pemuda asal Cimahi ini melihat kondisi di sekitarnya. Ia masih berada di dalam mobil dalam keadaan terluka.

"Bang Gilang!" Fajri berseru.

Terlihat Gilang masih tak sadar. Fajri mencoba menggerakan tubuh Gilang, namun tak ada respon apapun.

"Bang Lang! Bangun Bang!"

Fajri terus berusaha sebisanya membangunkan Gilang. Ia sampai harus mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuh akibat kecelakaan mobil yang menimpa mereka.

Kepulan asap putih dari depan mesin mobil mencuat. Fajri semakin dilanda panik.

Fajri membuka seatbelt mobil beberapa kali dan akhirnya berhasil terlepas. Ia mencoba untuk melepaskan seatbelt di tubuh Gilang secepatnya.

"Ya Allah .... selamatkanlah kami," ujar Fajri berdoa. Fajri terisak. Ia tak mau nyawanya dan Gilang harus berakhir di sini.

Ceklek!

Fajri berhasil membuka seatbelt milik Gilang, dengan kekuatan doa dan usaha pasti akan dipermudah. Itulah ajaran dari Abi dan Umi serta Bang Iky yang selalu mengingatkannya.

Beberapa warga sekitar di lokasi kejadian berhamburan datang. Fajri berteriak keras meminta tolong di bukakan pintu mobil.

Braakk!!

Pyaarr!!

Kaca mobil di sebelah Fajri terbuka. Salah satu warga berhasil menghancurkan kaca menggunakan batu yang dilapisi kain. Warga itu membersihkan sisa-sisa pecahan kaca, lalu ia mulai membuka kenop pintu mobil.

"Ayo cepat keluar!" serunya.

Fajri pertama keluar dibantu oleh para warga, disusul Gilang yang masih belum sadar. Keduanya di bawa ke tempat agak jauh dari lokasi mobil mereka tertabrak pohon.

Bruukk!!

Terjadi sebuah tabrakan dua kendaraan dari arah jalan raya, jarak sekitar 1-2 km lokasi kejadian mobil Fajri dan Gilang. Taksi dan truk besar saling adu hingga menyebabkan kecelakaan.

Fajri melihat ke arah jalan raya. Tiba-tiba denyut jantungnya berdetak kencang, ia merasa gelisah tanpa mengalihkan pandangan pada dua kendaaran yang tabrakan.

"Perasaan Aji nggak enak," gumam Fajri resah.

__08__

Fenly sudah berpindah tempat ke ruang jenazah. Ia menemani perawat dan kedua orang tua Lia, yang datang setelah tak lama Lia dinyatakan meninggal dunia.

Orang tua sangat sedih dan kehilangan anak semata wayangnya. Ibu Lia sampai pingsan karena tak kuat melihat tubuh kaku Lia yang telah ditutupi selimut putih. Setidaknya Lia sudah tenang di sana tidak merasakan sakit lagi.

"Saya turut berduka citanya Om dan Tante," ujar Fenly menundukkan setengah badan di hadapan orang tua Lia.

"Terima kasih Nak Fenly. Saya banyak berhutang budi atas kebaikanmu dan Fajri yang mau menolong Lia sampai dia sudah tiada," balas Papa Lia menepuk pundak Fenly pelan.

Fenly pun berpamitan kepada orang tua Lia. Setidaknya beban pikul dan tanggung jawabnya kini telah selesai. Ia harus bertemu dengan sahabat-sahabat lainnya.

Bughh!!

Langkah Fenly terhenti. Ia melihat seorang Pria dewasa berpenampilan unik memukul wajah Farhan di depan kedua matanya sendiri. Ia cukup syok atas kejadian tersebut.

"Ada apa ini sebenarnya?" Fenly bergumam.

Terjadi keributan di dalam ruang jenazah. Fenly memilih untuk berdiam diri sejenak sampai kondisinya cukup aman.

Pria dewasa itu pergi setelah berdebat dengan Bang Tian, saudara sepupu Farhan kalau tak salah dalam ingatan Fenly. Bang Tian tertunduk lemas tak berdaya seakan ia telah melakukan kesalahan fatal.

"Awh!" Fenly meringis kesakitan di bagian kepala.

Tiba-tiba sebuah beberapa potong bayangan terlintas di otak Fenly. Ia dapat melihat empat gambaran berupa jalanan, truk, tabrakan dan Fiki.

"Fiki," ujar Fenly lirih. Ia seakan merasakan sesak di dada.

Gambaran masa depan pun menghilang di dalam pikiran Fenly. Ia harus mengatur napas sejenak, lalu setelah tenang ia akan menghampiri Shandy serta Farhan. Fenly juga ingin melihat wajah Zweitson untuk terakhir kalinya sebelum di makamkan dengan layak.

"Loh! Fenly!" Shandy berseru. "Loe kenapa?"

"Gue gapapa Bang," jawab Fenly mulai tenang.

"Bang, kenapa sama Farhan? Tadi gue lihat Farhan dipukul sama Pria dewasa berpenampilan unik."

Itulah yang terpikirkan dalam otak Fenly. Ia bisa melihat Shandy menghela napas kasar.

"Itu tadi Pamannya Soni dan dia pukul Farhan karena nggak terima keponakannya meninggal." Shandy menjelaskan.

"Lah gila! Malahan Farhan yang selama ini menemani Zweitson saat kondisi kritis sampai udah nggak ada." Nada Fenly yang awalnya marah langsung berubah sendu. Tak terasa ia menitihkan airmata kesedihan.

Fenly masih tak terima adik kelas sekaligus sahabatnya harus merenggang nyawa secepat itu meninggalkan mereka. Ia bertekad dalam diri ini untuk menyelesaikan kasus teror hantu Noni Belanda sampai tuntas.

"Han, lebih baik luka loe diobatin dulu," ujar Shandy tak tega.

"Gausah Bang Shan. Gue gapapa kok," jawab Farhan yang daritadi hanya diam.

Farhan agak meringis kesakitan di bagian pipi kiri. Pukulan dari Paman Soni sangat kuat membuat gigi Farhan seakan mau copot.

"Awh!" Farhan meringis.

"Itu yang dibilang gapapa," sindir Shandy.

"Hehe ... aww!" Tertawa sedikit pun terasa nyeri.

"Hahaha ..." Shandy tertawas puas.

Plak!!

Fenly memukul pundak Shandy keras. Ia menatap tajam kedua sahabatnya seakan ingin menerkam mangsa.

"Ingat ini ruang jenazah bukan pasar. Loe mau mayat-mayat di sini pada bangun." Fenly berkata pelan namun tajam.

Braakk!!

"Huahh! Hantu!"

Ketiga remaja tampan itu berteriak histeris, lalu berlari kencang keluar kamar jenazah. Bang Tian yang masih tertunduk lemas menatap mereka penuh tanda tanya.

__08__

Gilang terbangun. Ia melihat di sekeliling ruangan yang serba berwarna putih.

"Gue dimana?" tanya Gilang bingung.

"Awwh!" Gilang meringis saat memegangi kepalanya. Ada balutan perban putih yang menutupi sebagian kening.

Terlihat jarum infus di tangan kiri tersambung ke selang infusan yang berwarna merah. Setelah terjadi kecelakaan mobil menabrak pohon, Gilang lah yang mengalami perdarahan hebat. Ia harus merasakan bagaimana kantong darah milik orang lain mengalir melalui intravena bercampur dengan darahnya sendiri.

"Alhamdulillah ... kamu sudah sadar Lang," ujar Pak Devin, sang Paman dari Gilang dan sekaligus Guru BK di tempat Gilang serta sahabat-sahabatnya bersekolah.

"Iya Bang. Gilang kenapa bisa ada di sini ya?" tanya Gilang masih bingung.

"Kamu habis kecelakaan menghindari mobil berlawanan arah dan mobil kamu menabrak pohon besar di pinggir jalan." Devin menjelaskan.

"Oh gitu. Gimana Fajri Bang?" tanya Gilang mengingat sedikit kejadiannya yang menimpanya.

"Alhamdulillah Fajri juga selamat. Saat ini ia lagi diperiksa dokter Arka," jawab Devin kembali.

Gilang menghela napas lega. Ia merasa bersalah karena membuat mereka celaka.

Tiba-tiba Gilang teringat sosok hantu Noni Belanda membawa sebuket bunga mawar putih pucat sebelum mengalami insiden ini. Ia meremas selimut rumah sakit kuat saking emosi.

"Kamu kenapa Lang? Untuk saat ini pikirkan kesehatan kamu dulu sampai diperbolehkan pulang. Abang gamau kamu mengalami celaka seperi ini lagi. Cukup Abang saja yang menanggung semua ini seperti di masa lalu. Oke, kamu paham maksud Abang kan?" Devin menatap mata Gilang tegas.

"Iya, Bang Devin," jawab Gilang pelan.

Gilang tak tahu harus bagaimana. Di saat salah satu sahabatnya mengalami hal sama dengan dirinya. Ia hanya bisa berdoa diberikan keselamatan dan jalan keluar dari masalah ini semua kepada sang Tuhan.

Devin sebenarnya tak tega berbicara seperti itu, namun ini semua demi keselamatan Adik sepupunya. Orang tua Gilang menitipkannya kepada dia dan ia harus tanggung jawab sepenuhnya.

"Maafin Devin ya Lang." Devin membatin.
.


.
.
.
.

{22/07/2024}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro