💩33: Mendadak Bucin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sembari menyelupkan kedua kaki ke dalam kolam renang di rumahnya, Regan seketika teringat dengan bagaimana ia menolong Edel saat berada di kerumunan. Gadis itu tampak ketakutan, bahkan beberapa orang yang mengelilinginya pun tampak menghakimi.

Entah kenapa terbesit saja sebuah keinginan untuk menolong dan membawanya pergi. Ia sendiri pun bingung, bagaimana bisa ia merasa nyaman tiap kali bersebelahan dengan gadis lugu itu. Padahal tiap kali mengingat kejadian apa yang menyebabkan keduanya bertemu, rasa kesal masih sering menelusup ke dalam dada.

Apakah ia sudah terlalu jahat menjadikan gadis itu sebagai babu? Mungkinkah prinsipnya itu menjadi bumerang bagi dirinya sendiri? Sebenarnya ada satu hal yang membuat Regan bingung. Bagaimana bisa Daun sangat menyayangi manusia seperti Edel? Seistimewa apa gadis itu? Jika dilihat dari luar, ia sangat merepotkan. Terus menangis dan membuat orang-orang berpikir yang macam-macam.

Namun, memang tidak bisa dipungkiri bahwa ketika Edel menangis sekali pun, rasa nyaman untuk tetap bersanding pun masih ada.

Jika dibayangkan, gadis itu menggemaskan juga.

Regan seketika menepuk jidat. Astaga ... apa yang sudah ia pikirkan sedari tadi?

"Kenapa, ya, gue lebih merasa kehilangan waktu liat dia pergi? Apa gue suka sama dia? Ih, tapi masa gue suka sama si Manusia?"

Regan menggelengkan kepala cepat. "Udah, gue harus fokus buat balikin kepercayaan Pak Tayo lagi. Lo tuh harus ngejar cita-cita, Biskuit Regal. Eh, Regan."

Sebesar apa pun usaha Regan untuk mengalihkan pikiran, nyatanya bayang-bayang wajah Edel terus melintas. Seketika berpikir bagaimana nasib sang gadis di rumah. Apakah ia baik-baik saja?

Memar, merokok, dan juga luka batin. Tiga hal yang sangat menggambarkan Edel. Jujur, Regan masih tidak menyangka bahwa gadis lugu seperti Edel menyentuh batang rokok. Tapi apakah benar? Sebab yang disebut itu adalah nama Tata.

Ah, iya, bisa saja Tata itu adiknya, dan ... Edel berusaha membela, lalu ia sendiri pula terkena bogem dari sang ayah. Siap, itu adalah kesimpulan terbaik yang pernah ia buat.

"Gue jahat juga, ya, memperlakukan seorang pembela kebenaran kayak gitu."

Di sela keheningan yang tercipta dengan sendirinya, seorang pria paruh baya datang menghampiri sang putra tunggal. Duduk di samping dan menatapnya penuh heran. Sejak kapan Regan menjadi manusia super galau seperti ini? Apakah anaknya sedang terjebak dalam cinta?

Chowy menepuk bahu Regan dari samping. "Biskuit Regal kenapa?"

Regan melirik sinis. Bagaimana bisa ayah sendiri memanggil nama ejekan yang diberi oleh sahabatnya di sekolah? Tidak sadarkah bahwa namanya sendiri pun mirip seperti kata sapi jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, sedangkan sang ibu pun seperti merek biskuit—Mari. Jadi, apakah keluarganya ini memang diciptakan untuk menjadi keluarga biskuit yang dipadukan dengan segelas susu?

"Nggak kenapa-napa, Pa." Regan memang sedikit tertutup dengan keluarganya sendiri. Masih lebih sering bercerita kepada temannya atau pada sang sepupu yang sudah berhasil menaklukkan cinta sang gebetan dengan cara yang sedikit menggelikan.

"Selama 16 tahun Papa hidup sama kamu, emang Papa nggak bisa baca raut wajah anak sendiri?" Chowy ikut menatap kosong pergerakkan air kolam di hadapannya—mengikuti gerak-gerik sang anak—agar sama.

"Biasa kamu curhat sama sepupumu—Ziva. Anak itu kan suka kasih tau Papa kamu cerita apaan."

Regan membelalakkan mata lebar. Astaga ... bagaimana bisa gadis laknat itu membocorkan segala keluh kesahnya kepada Chowy? Apakah ia sudah salah mencari tempat 'tuk bercerita?

"Tau, ah!" Segera bangkit tanpa ekspresi dan kembali ke dalam rumah, Chowy kini mengendikkan bahu. Apakah ia  salah berkata tidak jujur terkait Ziva kepada Regan? Lagi pula, mana mungkin ia bisa memaksa gadis yang ditembak di hotel oleh pacarnya itu untuk membocorkan segalanya. Yang ada ... anak itu pasti mengalihkan tentang hubungannya bersama Nusa.

🧞‍♂️🧞‍♂️🧞‍♂️

Biasanya sekitar jam lima sore adalah waktu yang acap kali menjadi saksi teror dari Regan pada manusia tukang menangis. Sekarang ... tak ada lagi notifikasi pesan masuk dari manusia bodoh yang sudah menghiasi hari-harinya.

Secara perlahan tangan Regan menari di atas layar ponsel dan mencari nama Manusia di sana. Segera dibukanya ruang obrolan yang pernah mereka buat. Mengusap dari atas sampai bawah hingga mengembalikan kenangan tak indah yang pernah ia lukiskan di sana. Sungguh ... jahat.

Apa bedanya ia dengan tukang perundung? Selama 16 tahun ia hidup di bumi yang indah, tak pernah sekali pun ia memperlakukan orang yang memiliki masalah sampai seperti itu. Lantas ... apakah ternyata selama ini ia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama?

"Chat duluan nggak, ya?" Regan menggelengkan kepala kencang. Ingat ... apa yang sudah dikatakan Daun kemarin. Tak 'kan boleh terlihat lagi tentang hubungan mereka. Tunggu ... apa itu artinya bermain di belakang Daun adalah jalan?

"Astaghfirullah gue harus ngapain, dong? Masa gue tanya Josh sama Doxy. Bisa-bisa diledekkin dong! Ah, tapi gue nggak kuat buat nggak teror dia! Cukup ... udah sehari yang absen."

Seketika ia tersadar (lagi). Kok ia jadi seperti Ziva? Astaga ... apakah semua cowok yang sudah mengenal cinta akan seperti ini? Mungkinkah Kak Nusa—pacar Ziva pun menjadi budak cinta seperti ini setelah mengenal sepupunya lebih dalam? Haruskah ia berkonsultasi pada pasangan baru itu yang sudah lama tidak memberi kabar?

"Gan ... inget. Lo kemaren udah apain aja tuh si Manusia, masa sekarang lo jadi bucin gini? Please ini nggak masuk akal banget."

Cowok itu kemudian berjalan keluar dari ruang kamar dan bersender di balkon mini yang memang sengaja disediakan untuk menatap langit.

"Apa besok gue trial aja? Test masih nyaman apa enggak depan si Manusia?"

"Eh, kok gue jadi kayak Josh? Di mana wibawa sebagai laki-laki? Lo masih pengen jadi ketua, 'kan? Mana ada ketua eskul bucin!" Memang benar sepertinya kata pepatah. Dengan siapa kita bergaul, maka akan menular pula sikap orang yang berada di sekitar kita.

"Oh, ya, lupa," lirih Regan, "kata Pak Tayo, gue udah nggak bisa lagi. Tapi apa masih bisa buat gue berjuang ngembaliin semua kepercayaan dia?" Setelah berucap, cowok itu kembali tersenyum sinis.

Entahlah ... yang jelas Regan sangat bingung. Kedua pikirannya bercampur aduk menjadi satu hingga akhirnya menjadi manusia super plin-plan yang bingung harus memprioritaskan rasa atau impian.

"Tapi ... sumpah, ya. Sejak gue nggak ngeliat muka Edel lagi, hidup gue beneran berasa sepi banget. Kenapa dia mempesona banget, sih, walau ngerepotin?"

Laki-laki itu kembali mengacak rambutnya kasar. Sumpah, ia tak tahu lagi siapa yang menjelma menjadi dirinya sekarang. Kepergian Edel berhasil mengubah segalanya.

Eiya, qalyan kepo ga sih Ziva itu kayak gimana? Coba baca Drama Queen Life. Nah, di situ asal-usulnya Ziva-Nusa. Ceritana bakal berujung dark juga sih kayak cerita Bong-Bong yang lain walau depannya agak manis🤣.

Tapi beneran deh, Ziva itu anak kesayangan Bong-Bong. Jadi kalian harus mampir ya! Udah tamat juga, jadi kalian ga perlu nunggu lagi :3.

Oh, ya, tenang aja juga Ziva bakal muncul di sini walau nggak tau di bab berapa, lupa Bebsky Piranha🤣.

Btw, hari ini ngiklanin Mabeni punya PetogPingitan . Ceritana udah tamates, jadi kalian harus bacya. Genrena romance, nggak tau tentang apa KWKWKWKWKWKW. Silahkan PetogPingitan jelaskan sendiri di kolom komen. Terima gaji🤣

Happy reading yaw!

Love u,

Bong-Bong❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro