XLI. | Simfoni Air, bagian kedua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka kembali ke Rumah Pohon, menemui Celia yang masih lemas, tapi kurang lebih air mukanya sudah kembali normal. Dia kehilangan cukup banyak darah, namun sepertinya dia tetap ingin mengetahui kemana gerangan Sharon pergi dan apa yang mereka temukan di 'danau' yang ditunjuk oleh Celia.

Mereka semua kini sudah masuk dalam Rumah Pohon, memastikan pintu depan dijaga selalu, sementara mereka menggunakan ruang tengah itu untuk tempat sementara. Mereka bisa saja ke ruangan Avalon, tapi Karen bilang akan sulit kalau mereka berpencar di tempat tanpa jalan keluar, jadi mereka memilih memakai ruang tengah.

Celia diminta untuk duduk oleh Fiore, Karen dan Selen memastikan Celia berada di posisi nyaman, bersandar pada dinding, dan tidak menutup luka di perutnya. Dia sekedar memerhatikan, tidak berbicara terlalu banyak, tapi sepertinya dia masih ingin terjaga.

Fiore pun menceritakan soal memori yang dia dan Nadia sempat akses, sembari Selen bergantian berjaga dengan Karen. Selen meminjam dapur di Rumah Pohon untuk menyajikan minuman hangat dan ramuan penyembuh.

"Apa tidak masalah meminum ramuan ini?" tanya Fiore pada Selen yang memberikan secangkir teh pada Nadia dan Fiore juga. Dia juga membuatkan sesuatu untuk Karen.

"Mungkin akan sedikit membantu, tapi kalau kamu tidak yakin ini akan bekerja baik untuk sisa luka terkena racun, tidak apa-apa."

Fiore mengetesnya di bagian kulit Celia, tidak menemukan reaksi berarti. Fiore pun mencampurkannya dengan teh untuk Celia minum.

Selen mendengarkan cerita Fiore dengan saksama, sementara Nadia lebih banyak diam. Nadia seperti butuh waktu untuk memproses informasi barusan, utamanya karena menurut Nadia, sosok itu bukan seperti Freya Nadir Romania yang dia kenal.

Selen turut tertegun ketika mengetahui bahwa Alisha Rudra ada di memori itu, bersama Freya Nadir Romania, pula. Mereka tampak seperti teman baik, menurut bagaimana Fiore mengungkap dan bagaimana Fiore melihat.

"Aku masih terlalu muda saat itu untuk kenal teman-teman Guru, tapi kalau itu yang kamu lihat di garis ley, aku anggap itu adalah kebenaran." ucapnya. "Memori pada garis ley tidak pernah bohong."

"Guru, katamu?" Nadia menanggapi ucapan Selen. "Wanita itu, err, maaf, aku tidak tahu namanya, tapi kalian berdua sepertinya kenal dengan beliau. Dia adalah gurumu?"

Selen menurunkan nampan yang digunakannya untuk menaruh cangkir-cangkir teh mereka. Kelakuannya professional dan apik, seperti dia sudah sering melakukan ini sebelumnya, dan dia mengambil alih kedai itu adalah sebuah hal yang lumrah.

"Alisha Rudra adalah pemilik panti ... bukan panti juga sih, jadi dia menjadikan kafenya itu sekaligus penampungan anak-anak terlantar," tukasnya. "Kami menyebutnya sebagai Guru karena Alisha mengajarkan kami membaca dan cara memakai sihir, padahal beliau bukan penyihir."

"Bukan penyihir?" Nadia menelengkan kepalanya tanda bertanya. "Gurumu bukan penyihir tapi mengajari sihir?"

"Beliau adalah kepala kaum Ialdabaoth, alkemis yang dulu eksis di Aira," Selen bercerita. "Suami beliau adalah penyihir biasa yang menjadikan kafe miliknya itu tempat persinggahan anak-anak yang butuh makan dan kucing-kucing jalanan."

Fiore tak kuasa turut menaikkan alisnya. Dia mengingat Selen dan bagaimana mereka yang bertarung melawan Messenger dan Rook, mendapati Messenger yang sihirnya kuat, mendampingi Rook yang benar-benar kuat dalam bertarung pedang. Messenger kala itu menurut mereka adalah sosok yang bengis, lagi Karen berpendapat lain, menjelaskan bahwa Messenger adalah orang yang ingin tahu kebenaran dan tidak segan untuk melakukan sesuatu demi mencari jawaban, maka dari itu dia dan Karen 'membelot' dari Putih untuk mencari apa yang tengah Ratu lakukan ketika dua bidaknya itu sudah 'dibuang'.

Mendengar cerita mengenai sosok Guru yang membesarkan Selen, rasanya Fiore dapat menggambarkan seorang yang penuh kasih, lagi Messenger tidak segan menggunakan kekuatannya untuk melawan dan melakukan kekerasan.

Yah, tidak boleh menakar buku dari sampulnya.

Karen datang mendekati mereka, sekedar berdiri di dekat pintu utama mendengarkan bagaimana Selen mulai bercerita tentang Ialdabaoth pada Nadia dan Celia yang mendengarkan.

"Alkemis? Apa itu? Cabang dari sihir, kah?"

Selen terdiam sejenak, "Separah itukah Cosmo Ostina hingga dua puluh tahun kemudian, tidak ada lagi yang tahu tentang alkimia?"

Fiore sekedar mengangguk pelan, "Aku tidak tahu sejarah kalian, tapi kamu bisa menilai sendiri, Selen."

Selen tampak tidak bermaksud untuk meremehkan Nadia atau membuat Nadia merasa mempertanyakan apa yang sudah selama ini diketahuinya, apalagi dengan institusi yang sudah bertahun-tahun menjadi tempatnya belajar, Selen pun menghela napas, "Alkemis adalah mereka yang mampu mengubah struktur benda tanpa merusak. Mungkin kalau melihat kalian yang kenal dekat dengan sang Dirigen, alkimia di Aira berkembang dari situ, dari ilmu Dirigen itu. Melihat partitur kehidupan dan mengubah nada."

Karen mengernyit, "Siapa sangka ternyata apa yang kita ketahui sebagai Dirigen adalah bentuk alkimia itu sendiri ..." dia lalu melihat kepada Nadia dan Celia. "Pantas tekniknya bisa diajarkan, tapi ... kalian penyihir, bukan alkemis. Mungkin Freya Nadir Romania sudah menggunakan kuasa Kitab untuk membantu kalian bisa 'belajar' alkemis."

"Kamu bisa menyimpulkan sampai di sana, Non?" Selen berujar.

"Ini cuma observasiku, dan pendekatan saja. Kurasa itu sudah mendekati kebenaran, kalau konsep alkimia di mana-mana sama," Karen melipat lengannya. "Aku tahu ini dari Chevalier."

"Pengaruh teman sekamar memang cukup besar, ya," Fiore menggeleng kepala.

Nadia kembali bertanya, "Lalu wanita itu, gurumu, seperti apa beliau? Dan apa sebenarnya yang dilakukan Ialdabaoth?"

Selen menerawang sejenak, "Sesungguhnya aku masih terlalu muda saat itu untuk paham. Aku cuma tahu beliau sangat sibuk, dan tadi Marcus Undine itu menjelaskan kalau mereka bekerja untuk Nymph," Selen menunjuk Fiore. "Ayo, teruskan ceritamu tadi sambil aku menambahkan soal Alisha."

Fiore menjelaskan bagaimana Freya Nadir Romania dan Alisha Rudra mengetahui kondisi terkini Nymph, setetes air di danau yang kering. Freya Nadir Romania bilang dia sengaja tidak memberitahukan kondisi ini pada pihak Undine karena takut adanya kontra. Sang Profesor tampak percaya sekali dengan kredibilitas Ialdabaoth—atau pada Alisha Rudra secara umum. Memori mereka lalu terhenti sesaat mereka berdua memutuskan kembali ke Cosmo Ostina.

Sementara, sosok 'Alisha Rudra' yang diceritakan oleh Selen membawa mereka kepada nuansa kafe kecil—kafe Kandela—dan bagaimana di sana ada dua sejoli yang sangat bahagia. Alisha dan suaminya, Ezra Rudra, adalah pasangan yang selalu dilihat oleh kawan-kawan mereka sebagai pasangan harmonis. Ezra adalah pemilik kafe Kandela, seorang penyihir dermawan yang kerap kali menjadi sponsor untuk mereka yang kesulitan dana. Sementara, Alisha adalah ketua dari kaum alkemis Ialdabaoth. Perbedaan antara status mereka yang tampak seperti langit dan bumi itu tidak menghalangi kisah kasih mereka.

Fiore mengerti bagaimana Alicia merasa tidak memiliki keluarga dan orang yang sudah melahirkannya itu seperti telah meninggalkannya di dunia sebatang kara. Mendengar cuplikan kisah ini membuatnya merasa pilu.

Kenyataan pahit ini tidak seharusnya terjadi.

"Kalau menyambung dari cerita kalian berdua yang datang ke danau, mungkin jawabannya terekam dalam garis ley."

Fiore terkesiap, "Kamu ingin mencoba mengekstraksi memori yang ada di garis ley?"

"Kalau itu bisa membuat kita mengerti apa yang sudah terjadi, kenapa tidak?" ungkap Selen. "Aku tahu, tidak semudah itu kalau cuma aku atau nona di sana yang melakukannya, tapi ada kamu—anak Sylph."

"Butuh waktu untuk menyortir informasi sebanyak itu, dan belum tentu kita punya cukup waktu untuk mengejar Nymph," sanggah Fiore.

Selen menjentikkan jarinya, memunculkan sebuah buku di tangannya. "Itu nanti bisa jadi urusanku."

Nadia tampak terkesima, "Biblica! Kamu pengguna sihir tipe buku, toh!"

"Tipe buku?" tanya Karen.

"Mereka adalah otak di Perpustakaan Utama, kalau kalian bisa lihat bagaimana sortir banyak sekali buku itu dilakukan. Mereka utamanya menggunakan buku sebagai senjatanya."

"Ini bukan hal yang menghebohkan, aku cuma jarang sekali menggunakan buku ini untuk hal yang harus menggunakan buku," sahut Selen. "Aku bisa membantu memilah memori untuk nanti kalian lihat, sambil kita menunggu wanita pirang di sana pulih, menanti informasi dari pihak seberang, dan menyiasati lokasi Nymph."

Fiore menghela napas panjang, "Aku butuh semalam untuk mengekstraksi memori di garis ley. Apa kalian bisa menjaga tempat ini?"

Nadia segera mengiyakan, "Tenang saja, serahkan pada kami," dia lalu menunduk. "Aku ingin tahu apa yang sebenarnya sudah aku lewatkan. Aku ingin tahu kebenarannya."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro