#19 Teka-Teki

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sohyun terduduk lemas di halaman depan sebuah rumah mewah yang telah dikelilingi garis kuning yang haram untuk dilintasi. Matanya tak berhenti mengeluarkan air asin dikala otaknya sudah tak mampu lagi mencerna kenyataan pahit yang kini ia hadapi. Dua orang pria dewasa tampak mengobrol serius di dalam sana, membahas kejadian yang membuat panik seluruh orang. Warga kompleks pun tak jarang bercuit membicarakan hal yang menambah sakit perasaan Sohyun. Daniel pun tak menyerah menenangkan punggung Sohyun yang terus berguncang.

"Kita sebaiknya pulang.."

Ucap Daniel yang tak sanggup menatap kepedihan Sohyun.

Bagaimana gadis itu tetap memaksakan dirinya ikut terlibat dalam situasi kacau begini?

"Tidak. Kita harus menemukan Yoongi. Aku yakin dia tidak bersalah.."

Sohyun kekeuh mempertahankan opininya setelah semua bukti jelas tertuju kepada Yoongi.

"Kenapa kau terus mengelak dari bukti-bukti yang ada, Sohyun? Sudah jelas. Dia punya penyakit mental yang mampu mendorongnya untuk membunuh orang lain!"

"Tidak! Yoongi bisa mengontrol dirinya! Aku yakin semua bukan ulahnya!!"

Daniel membuang muka. Merasa kesal tentunya. Pengelakan Sohyun seakan-akan membuktikan bahwa kecurigaan Daniel selama ini benar.

Sohyun menyukai pria itu!

Tangannya mengepal dengan raut muka pasrah. Lelah rasanya jika harus bersembunyi di balik wajah 'baik-baik saja'. Semenjak kedatangan Yoongi, keberadaannya terusik. Terutama hubungannya dengan Sohyun yang kian merenggang. Belum lagi, beberapa hari lalu Sohyun menghindari bertemu tatap dengannya perkara Daniel yang menyatakan rasa cintanya pada Sohyun.

Daniel sungguh sudah muak!

"Ayo Sohyun, kita pulang!"

Ajak Daniel dengan paksaan, karena cara lembut pun tak akan mempan menerobos kekerasan hati Sohyun.

Daniel mencengkeram lengan gadis itu kuat, lalu dengan gerakan sedikit menyeret, Sohyun merasa kesakitan.

"Aa.. Daniel.. sakiitt.. lepas!"

"Aku tidak mau melepaskanmu sebelum kita sampai rumah!"

Adegan seret menyeret mereka pada akhirnya ter-notice. Karena Daniel tidak mau dipandang sebagai seorang penculik, ia terpaksa melepas lengan Sohyun dan membiarkannya bersembunyi di balik tubuh kekar seorang pria.

"Paman.. tolong aku. Aku tidak mau pulang.."

Pinta Sohyun padanya.

Dengan sentuhan tangan yang membelai di kepala Sohyun, orang tersebut tampak meng-iya-kan untuk membantu. Melalui sebuah ketenangan di wajahnya, pria tersebut berhasil membujuk Daniel sehingga bertahanlah mereka, terutama Daniel, di dalam sebuah rumah yang sempat menjadi lokasi pembunuhan Son Seungwan alias Wendy tersebut.

....................

"Paman, ini tidak benar kan?"

Tanya Sohyun harap-harap cemas.

"Aku tau Yoongi, Paman. Dia anak baik-baik.."

Lanjutnya.

"Paman juga tahu Yoongi anak baik-baik, Paman juga tidak percaya kalau keponakan Paman melakukan ini semua. Paman harap bersabarlah, Sohyun. Polisi masih menyelidiki kasus ini lebih lanjut. Hanya saja.."

"Hanya saja Paman bingung, kenapa Yoongi memilih menyembunyikan dirinya saat ini."

Ruangan yang sebelumnya panas, kini bertambah panas dengan pembicaraan mereka yang mulai terarah.

Ceritanya jelas, Yoongi dituduh sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan di rumah pamannya sendiri. Korbannya adalah Son Seungwan. Sahabat kecilnya. Memang tidak masuk akal, terlebih motif pembunuhan belum diketahui. Sedangkan, baru tadi sore sang paman pulang dari Gangneung karena mendapat pengalihan tugas di salah satu rumah sakit jiwa selama sehari.

"Yoongi sempat menelpon Paman. Dia tampak ketakutan.. Paman rasa, saat Paman meninggalkannya, halusinasinya berada pada puncak tertinggi. Dia terus menyebut pria berpakaian serba hitam dengan pisau berlumuran darah di genggamannya. Paman menyesal mengabaikan teleponnya, Paman justru memutus sambungan dan melanjutkan pekerjaan Paman disana."

"Maksud Paman, Paman menuduh Yoongi?!"

"Kenapa kau berbicara seperti itu??"

Daniel menahan kedua bahu Sohyun ketika emosinya tiba-tiba meluap. Keadaan Sohyun masih sangat sensitif terkait hal-hal yang bersangkutan dengan Yoongi. Dia tetap membela Yoongi apapun yang terjadi.

"Paman berbicara seolah-olah Yoongi yang melakukan kejahatan itu karena ia begitu stress!"

"Sohyun, tenangkan dirimu!"

Kata Daniel agak membentak, menyaingi suara Sohyun yang meninggi tak terkendali.

"Ini sudah larut, sebaiknya kalian pulang."

Daniel segera membawa Sohyun keluar dari rumah tersebut, meninggalkan paman Yoongi yang melihat miris kepada Sohyun.

"Jaga temanmu baik-baik, Nak."

Pesan paman Yoongi ke Daniel.

...........................

Berita kematian Wendy telah tumpah ruah sampai ke sudut-sudut sekolah. Ketika melewati lorong, kamar mandi, taman, bahkan di dalam perpustakaan yang umumnya tenang pun Sohyun terus menutup telinga.

Mereka tak ada lelahnya menggunjingkan Yoongi. Menuduhnya sebagai seorang pembunuh. Beberapa ada yang menyumpahi agar Yoongi 'mati' saja karena sudah bertindak keji.

Dan seharian itu pun, Sohyun terus melamun. Tak memperhatikan gurunya ketika mengajar. Tak memperhatikan Daniel ketika ia berbicara. Tak memperhatikan panggilan atau sapaan teman-temannya yang lain. Kehilangan jejak Yoongi membuat Sohyun kehilangan gairah hidup dan kepercayaan dirinya.

"Kau dimana Yoon..."

"Kenapa kau harus menghilang?"

"Aku ingin mendengar semua ceritamu.."

"Aku tak peduli saat orang-orang menuduhmu. Aku percaya padamu.."

Sohyun menelusupkan wajahnya di antara kedua tangannya di atas meja. Kelas begitu sepi.. karena hari mulai sore. Semua murid kembali ke rumahnya masing-masing. Tetapi Sohyun masih disana. Duduk termenung di atas bangku yang selama ini menjadi tempat Yoongi di asingkan.

Lagi-lagi tubuhnya berguncang karena air mata. Sementara di balik pintu kelas tersebut, Daniel berdiri dan menatap nanar gadis yang disukainya.

"Kau tampak sangat mengkhawatirkannya Sohyun.."

Dan detik berikutnya, Daniel membiarkan Sohyun sendirian. Sepertinya ia mulai sadar kalau Sohyun membutuhkan waktu untuk berkecimpung menenangkan dirinya sendiri.

.

.

.

Tak terasa hampir satu setengah jam terlewati. Langit mulai gelap dan Sohyun terbangun dari tidur singkatnya di bangku milik Yoongi. Paras kalutnya menunjukkan bahwa ia baru saja bermimpi buruk.

Sohyun merapikan rambut dan seragamnya, kemudian ia beranjak dari sana.

Secara tak sengaja, Sohyun menyenggol meja tersebut hingga hampir saja jatuh.

Ia melenguh, membuang nafas gusarnya. Setelah mulai tenang, matanya menangkap sebuah kertas putih berbercak merah. Terdapat sebuah tulisan disana.

"Keluarga pembunuh!"

Sohyun melotot. Kenapa ada tulisan seperti itu di laci meja Min Yoongi?

Diperhatikan ulang tulisan tangan tersebut oleh Sohyun, tampaknya ada sebuah keganjilan. Karakter huruf yang ditorehkan di atas lembar kertas tersebut seperti tidak asing di ingatannya.

Sohyun mengerjapkan mata, ia ingat pernah melihat tulisan setipe itu di suatu tempat.

Bergegas, Sohyun mengambil tas dan pergi bersama kertas misterius itu di dalam ranselnya.

...................

"Kalau tidak salah, aku menyimpannya disini."

Hari mulai larut, tetapi salah satu ruangan dari kontrakan sederhana itu terlihat terang benderang. Lampu berwarna kekuningan maaih menyala, pertanda bahwa sang pemilik masih belum terbawa ke alam mimpi.

Sohyun mengobrak-abrik meja belajarnya. Berusaha menemukan lembar fotocopy-an dari sebuah buku yang dipinjamnya sekitar sebulan yang lalu.

"Kemana lembaran itu??"

Ia menggaruk kepalanya berulang kali ketika tak menjumpai kesibukan. Isi kepalanya benar-benar luruh. Sohyun berpikir keras begitu sebuah kebenaran perlahan mulai terkuak.

Sohyun tak akan pernah menyerah sebelum membuktikan bahwa Yoongi tidak bersalah!



























"Ketemu!"



















Gadis itu menyunggingkan senyum keberhasilan. Tangannya bergerak tangkas membolak-balik lembar kertas yang mulai tampak kusam. Saat apa yang ia cari ketemu, tanpa menunggu lama, Sohyun mencocokkan tulisan tangan tersebut dengan tulisan yang ada pada lembar fotocopy.





"Astaga??! Kenapa tulisan tangannya sama?? Apa mungkin--"






















To be Continued.

Apa mungkin 'apa'?

Hari in double up. Silakan di lanjoett➡➡➡

(Lama tak jumpa☺)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro