#2 Teman

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Yoongi? Kau sudah minum obatmu?"

"Hmm."

"Baiklah. Setelah ini paman akan melakukan terapi padamu seperti biasa," ucap Yongpil selagi mempersiapkan ruangan untuk melakukan terapi kognitifnya.

Min Yongpil adalah seorang paman sekaligus seorang psikiater pribadi Yoongi. Tidak tahu bagaimana kebetulan ini terjadi. Semenjak ditinggal orangtuanya hidup di Swiss, Yoongi dirawat sendiri oleh pamannya yang membesarkannya dengan penuh kesabaran.

Setiap hari, Yoongi diberi antipsikotik. Setiap minggu, ia rutin melakukakan terapi agar laki-laki berkulit pucat itu dapat membaur dengan lingkungan sosialnya. Walaupun Yongpil tahu bahwa penyakit Yoongi tak bisa disembuhkan, salahkah jika Yoongi hidup layaknya manusia pada normalnya? Beliau hanya tidak ingin membuat Yoongi terasingkan dan dianggap lemah karena penyakitnya itu.

Kembali lagi pada kenyataan. Semua terjadi berkebalikan. Apa yang diharapkan Yongpil justru tidak tercapai. Bukannya mendapat kehidupan normal, Yoongi malah semakin tercap buruk dan terkucilkan.

"Yoongi, bagaimana sekolahmu?"

"Aku sudah dewasa Paman. Berhenti menanyaiku seperti anak kecil," jawab Yoongi setelah bersusah payah menyingkirkan suara-suara yang menyuruhnya untuk pergi dari rumah. Serta suara-suara yang mengatakan bahwa pamannya adalah pengancam jiwanya.

"Pengendalian dirimu semakin bagus Yoon. Paman rasa, kau mulai bisa beradaptasi dengan penyakitmu. Dan mungkin, kau bisa hidup normal seperti yang lain," kata Paman Yoongi setelah terapi terselesaikan.

Yoongi hanya diam saja mendengarkan pamannya. Jujur, ia tak mampu mendengar cukup baik karena suara pamannya seakan-akan menggema dan memberikan output lain pada otaknya.

Penipu! Pria tua itu penipu! Dia hanya pura-pura baik padamu.

Shhh ... pergilah dari rumah. Jangan biarkan pria tua itu mengekangmu di sini. Dia akan segera membunuhmu!

"Arghh!!"

Yoongi tiba-tiba berteriak.

"Yoongi! Kau kenapa?"

"Ah, tidak apa Paman! Aku hanya butuh tidur sekarang."

"Baiklah. Mungkin kau sedang lelah. Istirahatlah yang cukup. Paman harus kembali ke rumah sakit."

Yongpil bekerja di sebuah rumah sakit jiwa. Sebenarnya, pernah sekali Yoongi direhabilitasi dan diberikan perawatan intensif di sana. Namun, ia tak suka melihat keponakannya sendiri masuk rumah sakit jiwa. Yoongi masih waras. Tidak gila. Pikirnya.

***

Ini adalah kelanjutan hari di mana Yoongi menghabiskan waktu di sekolah. Ia tidak mengerti, kenapa pamannya mengirimnya untuk bersekolah dengan keterbatasan mentalnya itu. Jika disuruh mengaku, sebenarnya suasana di sekolah selalu membuatnya tertekan. Olokan teman dan sikap menyebalkan mereka semakin membuat Yoongi merasa stres. Untunglah, kontrol dirinya cukup baik dan obat-obatan yang diberikan pamannya bekerja secara efektif.

Saat ini, pelajaran di kelas sedang berlangsung. Yoongi terlihat antusias menyimak penjelasan gurunya dari sudut paling belakang.

Tidak. Sebenarnya ia tidak sedang menyimak. Terlebih lagi ia sedang melamun. Bagaimana ia bisa berkonsentrasi kalau pikirannya terus saja menyuarakan kalau gurunya adalah seorang psikopat?

Bahkan di pandangannya kini Yoongi melihat gurunya tengah menulis di papan dengan memegang pisau berlumur cairan merah seperti darah. Yoongi menggeleng-gelengkan kepala.


Ah, tidak!! Pikiranku mulai kacau!

Yoongi mengangkat tangan. Ketika gurunya melihat ke arahnya, ia segera meminta izin ke toilet, hendak membasuh muka.


Sudah sejak 15 menit lalu Yoongi meninggalkan kelas. Setelah melihat apa yang pikirannya rencanakan, Yoongi langsung kabur dan memilih tempat sepi itu lagi. Di tepi lapangan basket.

Yoongi merebahkan dirinya pada tempat duduk panjang, lalu tidur dengan salah satu tangan menumpu tengkuknya dan tangan yang lain ia gunakan untuk menutupi matanya dari terik sinar matahari.

"Hai."

Baru saja Yoongi memejamkan mata, otaknya sudah mulai tidak beres lagi.

"Bisakah kau diam? Aku sudah meminum obatku tapi kenapa kau masih terus meronta-ronta? Aku pusing!" Ucap Yoongi pada teman imajinernya. Bukan teman, melainkan musuhnya. Karena suara itu muncul tanpa Yoongi pernah inginkan sedikit pun.


"Yoongi, apakah kau Min Yoongi?"

Yoongi menyadari sesuatu. Suara kali ini muncul tak seperti biasanya. Ini suara baru dan asing. Yoongi bergegas membuka matanya dan mengambil posisi duduk.

Ketika sepenuhnya sadar, dilihatnya berdiri seorang gadis yang cukup cantik di hadapannya. Hampir saja ia menabrakkan mukanya pada sisi bagian depan wajah gadis tersebut. Rambutnya panjang hitam terurai. Ia tersenyum manis ke arah Yoongi dan Yoongi baru kali ini mendapat tatapan yang benar-benar meneduhkan pikirannya.

Tidak mungkin! Ini pasti halusinasiku saja. Tidak ada yang pernah menyapaku seperti ini. Kontrol diri yang bagus Yoon, yakin Yoongi dalam hati.


"Namaku Kim Sohyun."

Gadis itu mengulurkan tangannya tepat ke arah Yoongi. Yoongi mengucek matanya berkali-kali.


Apa ini nyata? Apa gadis ini benar-benar mengajakku berkenalan?

Yoongi terbengong. Gadis bernama Sohyun itu menatapnya penuh heran. Karena tak mendapat tanggapan selama beberapa menit, pada akhirnya Sohyun mengambil tangan Yoongi dan menjabatnya dengan ramah.

"Namaku Kim Sohyun. Aku berada di tahun ketiga, sama sepertimu. Walaupun kita tidak satu kelas. Aku harap ... kita bisa menjadi teman."


Yoongi terkejut. Perasaan hatinya tiba-tiba membuncah. Teman? Makanan macam apa itu? Selama ini tak pernah ada orang yang menawarinya makanan berupa pertemanan. Yoongi pikir dirinya sudah sangat gila. Pikirannya benar-benar mempermainkan dirinya sendiri.


"Halo?? Apa kau mendengarku?"

Sohyun melambai-lambaikan tangan kiriya tepat di depan wajah Yoongi dengan posisi tangan kanan mereka yang masih berjabatan.

Ada beberapa siswa yang memperhatikan. Mereka tampak bergidik ngeri karena merasa bahwa Sohyun telah mengantarkan nyawanya sendiri pada Yoongi.

"Bagaimana gadis seperti Sohyun itu bisa sangat berani?" Gumam para siswa.


"Ekhem, mungkin kau masih merasa asing akan keberadaanku. Tak apa. Yang jelas, senang bisa bicara denganmu, Yoongi."

Astaga! Gadis ini bahkan memanggil namaku. Biasanya hanya paman yang melakukan itu. Siapa dia sebenarnya? Apa dia tidak takut padaku? Apa dia tidak tahu rumor tentangku? Kenapa dia mau menjadi teman orang sakit jiwa sepertiku??





























To be Continued.

Pertemuan pertama mereka..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro