#21 Terungkap

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Masuk!!"

Sohyun yang kalang kabut didorong masuk ke sebuah ruangan gelap gulita. Dimana cahaya matahari minim hanya mengalir melalui ventilasi udara di atasnya. Berdebu. Tempat yang terkesan berantakan dengan barang-barang berserakan disetiap sudut. Sohyun sampai terbatuk-batuk saking kesusahan mencari oksigen segar di dalamnya.

Hal yang menyita lebih perhatiannya adalah, sekitar sepuluh langkah di depannya, tergeletak seonggok tubuh manusia. Tetes darah menjadi bercak hias di lantai yang kini ia pijaki. Mata Sohyun tak beralih kemana pun, ia tetap tertarik pada sosok yang telungkup merintih kesakitan.

"Nikmati saat terakhirmu bersama anak tak berguna itu, Sohyun."

Brak.

Pintu secara tiba-tiba tertutup dengan keras diikuti suara tawa di luar sana. Bunyi putaran kunci terdengar sangat jelas. Sohyun dikurung!!

"Buka pintunya!!"

Dok. Dok. Dok. Dok.

"Paman?!!"















"Sohyun..."

Sohyun membalikkan tubuhnya mengahadap ke belakang. Mata bulatnya menelisik ke seluruh ruangan, mencari desah suara yang menyerukan namanya dengan lemas.

'Itu suara Yoongi!!'

Tatapannya pun ia tajamkan pada tubuh yang terbaring di depannya tadi.

Artinya seseorang yang terbaring itu adalah Min Yoongi!

"Yoongi?!"

Sohyun berlari, menghampiri wajah samar-samar yang mengulurkan tangannya dalam kegelapan.

"Astaga, Yoongi!!"

Sohyun berhasil meraih tangan Yoongi. Yoongi pun merapat ke arahnya sigap, walau sebenarnya sudah tak ada daya yang ia miliki untuk dapat bergerak dan berbicara, apalagi untuk berteriak. Kalaupun ada, itu karena ia memaksakan diri setelah mendengar suara Sohyun memanggil-manggil pamannya dari luar sana.

Keadaan lengan dan kakinya membiru. Memar dan bengkak. Sohyun tidak sampai hati menyaksikan kondisi Yoongi saat itu. Tubuh lemasnya kini bersandar pada lengan Sohyun. Dengan kecemasan, Sohyun menantikan kejelasan yang muncul dari bibir Min Yoongi. Pernyataan yang mungkin akan membuatnya pusing tujuh keliling. Atau bahkan, pernyataan yang akan menyebutkan sebuah fakta mencengangkan yang sebelumnya ia cari-cari.

"S-sohyun.."

Yoongi melirih, menyebut nama Sohyun. Nada panggilannya menyiratkan seolah dia butuh pertolongan. Bukan hanya secara fisik, namun mentalnya juga.

"Yoongi... kau kenapa?"

"Kenapa begini? Kenapa bibirmu berdarah??"

"Kenapa lengan dan kakimu membiru?"

"Kenapa kau lemah seperti ini??"

"Tolong jawab aku! Jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi?!"

"Aku percaya pada-"










Cup..













Yoongi mencium bibir Sohyun yang tidak berhenti mengoceh mengkhawatirkan keadaannya.

Sesuatu yang Sohyun tak pernah rasakan sebelumnya, ciuman Yoongi berbeda dari kali pertama Yoongi melakukannya. Sohyun dapat menghayati ribuan rasa takut yang menghujam batin Min Yoongi.

Setiap kali sesapan, Sohyun dapat larut dalam rasa sakit yang Yoongi temukan dalam dirinya. Semacam perasaan kecewa yang luar biasa.

Sesapan berikutnya, Sohyun mendeteksi aliran gelombang yang jauh lebih tenang. Saat itulah, Min Yoongi berhenti bermain dengan bibirnya.

"Apa-"

Dug!

Dug!

Sohyun terperanjat mendengar bunyi berisik yang ada di sekitarnya. Membuat niatnya untuk menginterogasi Yoongi lebih lanjut terhenti sementara. Ia mengeratkan bagian atas tubuh Yoongi ke dalam dekapannya ketika suara yang tak diketahui darimana asalnya itu bergema semakin keras.

"Siapa itu?"

Teriak Sohyun.

Sementara Yoongi entah sejak kapan sudah setengah terkapar di pelukannya.

Dug!

Dug!

Dug!



Brak!

Sohyun membungkam mulutnya dengan tangan kirinya. Ventilasi yang berukuran sebesar jendela satu pintu itu terbuka. Kayu yang tadinya terpaku menyegel renggang bagian dalamnya, terjatuh.. menjadi serpihan-serpihan setengah bentuk awal yang begitu tebal.

"Sst.."

"Jangan teriak.."

Sohyun membulatkan matanya.

"Daniel?"

Daniel. Laki-laki itu ternyata mengikuti Sohyun sejak Sohyun yang marah dan kesal meninggalkan rumahnya pagi itu. Ia gelisah tentunya. Karena, dalam keadaan yang seperti itu, Sohyun sering melakukan hal-hal tak terduga.

Daniel dengan gentle melompat dari ventilasi yang tingginya kira-kira satu setengah meter dari lantai dasar. Ia melompat dengan sempurna, tanpa cedera sedikit pun.

"Kau baik-baik saja??"

Sohyun mengangguk.

"Bagaimana kau bisa sampai sini?"

"Aku mengikutimu."

"I-itu..."

"Y-yoon-gi?"

"Iya. Ini Yoongi. Dia terluka. Apa yang harus kita lakukan sekarang??"

"Kita harus keluar!"

"Caranya?"

Daniel menyusun tinggi benda-benda yang ada di dalam ruangan itu seadanya. Entah bagaimana pun, benda itu harus berhasil dan muat menampung beban tubuh Sohyun sampai Sohyun berhasil mencapai lubang ventilasi yang terbuka.

"Kau keluar duluan dan cari bantuan."

"Bagaimana denganmu?? Bagaimana kalau terjadi apa-apa?"

"Tenang. Aku akan baik-baik saja. Apa kau lupa, aku ahli taekwondo?"

"Bodoh! Kau masih bisa bergurau disaat genting seperti ini? Di latihan pertama taekwondo kau sudah kabur ke toilet dan tak balik-balik!"

"Ck.. iya-iya. Aku payah dalam hal itu. Setidaknya ikuti ideku dan jangan banyak protes. Ayo naik ke atas!"

"Aku takut jatuh."

"Sekarang ini, takut jatuh bukanlah hal terpenting yang harus dikhawatirkan. Kita harus menyelamatkan Yoongi dan dirimu.. ini demi keselamatan kalian. Kau harus berani terluka. Dan sebenarnya, ini demi keselamatanku juga. Jika kau tak berhasil kembali dengan bala bantuan, entah apa yang akan menimpaku saat itu juga."

"B-baiklah. Baik. Akan kucoba. Tapi kumohon, jaga dirimu baik-baik."

"Pasti."

Daniel membantu menopang pinggang Sohyun saat gadis itu menaiki susunan bangku dan meja satu per satu.

"Kau yakin ini aman?"

Tanya Sohyun ragu.

"Aman. Asalkan kau hati-hati.."

"Kau malah menakutiku, Niel."

"Percayalah, kalau kau jatuh, ada aku disini yang akan menjadi bantalanmu. Naiklah lebih tinggi lagi!"

Terhipnotis dengan kalimat Daniel yang menenangkan, tanpa memedulikan rasa takutnya, Sohyun pantang menyerah menapaki satu per satu pijakan yang ia lewati.

Hingga, tinggal selangkah lagi dan Sohyun akan berhasil mencapai ventilasi.

Namun, pintu ruangan mendadak terbuka. Menampilkan sosok yang menjadi momok bagi Sohyun ketika ia hendak meninggalkan kedua sahabatnya di bawah sana. Sohyun yang panik secara tanpa sengaja menyenggol keras bagian atas susunan bangku yang ia tanjaki hingga hancurlah susunan bangku tersebut, rata dengan lantai. Seketika, hal tersebut menyita perhatian orang yang baru datang.

Matanya mulai memerah. Menyeramkan. Di tangannya, sebuah pisau tajam siap mengintai dan mengenai sasaran.

"Berhenti! Jangan keluar atau teman-temanmu akan mati, Kim Sohyun?!"

Daniel hampir-hampir tidak percaya. Bagaimana 'paman' yang terlihat ramah dan bijaksana bisa melakukan hal sekeji ini??

"Jangan hiraukan dia, Sohyun! Kau hampir berhasil! Cepat lompat dan cari bantuan!"

"Arghh!"

Paman Yoongi telah memotong jarak antara dirinya dan Daniel. Kakinya pun menendang betis Kang Daniel sampai ia tak dapat berdiri lagi.

Dengan mahir dan profesional, tangan Paman Yoongi mengunci tubuh Daniel dari belakang. Ia sukses mengancam Sohyun dengan pisau tajamnya yang mengayun tipis hampir mengenai urat leher Kang Daniel.

"Lihat. Aku tidak main-main, Kim Sohyun... Kalau kau berani kabur, maka...

Sahabatmu ini akan aku habisi dengan cara yang sama seperti yang aku lakukan pada kakakmu malam itu.."

Sohyun tidak berhenti dibuat terkejut. Apalagi ini?! Apa hubungannya sang kakak dengan Paman Yoongi sampai beliau tega menghabisi nyawa kakak tercintanya itu?

"Ap-apa kata Paman?"

"Maksudnya, Paman yang membunuh kakakku??"

"Kau pintar. Sekarang pilih mana? Temanmu mati atau kau melompat kembali masuk ke dalam sini?"

"Pergi.. pergi, Sohyun. C-cepat.."

"DIAM KAU!"

"Jangan memprovokasinya. Pentingkan keselamatan dirimu sendiri, dasar anak bodoh! Dia mengabaikan perasaanmu dan kau masih membelanya?? Cinta macam apa itu?!"

"Cinta adalah pengorbanan, Paman! Aku lebih tenang melihatnya bahagia bersama orang lain, daripada harus melihatnya menderita setiap hari karena memaksakan perasaannya padaku."

"DIAMMMM!! KAU TIDAK TAU SAMA SEKALI SOAL CINTA DAN PENGORBANAN!"

Daniel dan Sohyun tercengang. Baru saja Paman Yoongi lepas kendali dengan berteriak menyangkal pernyataan Daniel. Atmosfer di sekeliling mereka, langsung saja berubah drastis. Ketegangan menyelimuti sisa-sisa kepanikan yang Sohyun alami.

"Kau tidak tau apa-apa soal cinta! Kalau kau mencintainya, seharusnya kau sudah menyingkirkan Yoongi sejak dulu! Dia penghalang terbesarmu!"

"Kenapa Paman bicara begitu? Dia keponakan Paman sendiri! Sadarlah Paman!"

Sohyun menyahut dengan posisinya yang masih bersandar di atas jendela ventilasi.

"Keponakanku?? Seharusnya dia tidak terlahir dari hubungan laki-laki dengan wanita yang kucintai!"

Sohyun dua kali terkejut. Rasa penasarannya semakin besar, seiring potongan-potongan fakta yang diungkapkan paman tersebut.

"P-paman mencintai ibu Min Yoongi?"

"Dia wanita yang sangat kucintai! Sangat berarti dalam hidupku! Kami bersama selama tiga tahun, kami hendak menikah sebelum kakak brengsekku itu merebutnya dariku!"

"La-lalu.. k-kenapa selama ini Paman merawat Yoongi yang seharusnya Paman benci??"

Daniel yang masih bernafas di ujung maut, menyimak kedua orang yang saling berinteraksi tersebut. Diam-diam, ia juga ikut penasaran.

"Si brengsek itu harus merasakan akibat dibenci oleh anaknya sendiri! Aku berusaha menciptakan kerenggangan di antara kedua anak dan ayah itu! Aku ingin menghancurkan keluarga mereka dengan terus memanipulasi kelemahan mental Yoongi dan keberadaannya yang jauh dari sini!"

"Dia harus menderita!"

"Kedua pasangan itu.. harus merasakan penderitaan yang aku rasakan."

Sohyun tak habis pikir. Sebegitu dendamnya Paman Yoongi sampai ia harus melakukan tindakan hina dan tidak manusiawi ini.

"Apa Paman juga yang membunuh Wendy??"

Pertanyaan bagus mencuat begitu saja dari pikiran Sohyun. Entah bagaimana, tetapi firasat Sohyun menyatakan demikian.

"Wendy?"

"Anak kurang ajar yang berani mengambil alih posisiku dalam memanipulasi pikiran Yoongi?"

"A-apa maksudnya?"

"Anak sok pintar itu meneror Yoongi setiap waktu. Aku tahu.. tapi tetap diam sampai rencananya memuncak."

"Wendy yang melakukannya?? Tapi ada masalah apa?"

"Dia pasti terbakar ambisi untuk membalas kematian ibunya."

"Aku juga yang sudah membunuhnya di halaman kebunnya malam itu."

"APA?!"

"Apa kau ingat tetangga ramah tamah yang tinggal di lingkungan rumahmu saat kau berusia enam tahunan?"

"Itu adalah aku dan Yoongi."

Sohyun menutup mulutnya, efek shock yang baru saja menyerangnya. Bagaimana ia baru menyadari hal itu??

"Dan sialnya, kakakmu yang masih remaja memergokiku bermain dengan tongkat pemukul kesayanganku."

"Dan maafkan aku pula.. orangtuamu harus menanggung semua perbuatan kakakmu malam itu.."

"P-Paman.."

Seringaian muncul di wajah Paman Yoongi. Sohyun yang mendengar pengungkapannya nyaris kehabisan nafas. Dadanya terasa sesak. Ini sudah sangat keterlaluan. Kelewatan. Keluarganya harus menanggung kejahatan yang ia lakukan! Sungguh tidak punya akal! Tidak berperasaan! Tidak punya hati!

Manusia macam apa Paman Yoongi itu??

"Paman biadab! Kenapa Paman harus menghabisi banyak orang hah? Kakakku, orangtuaku dan juga Ibu Wendy! Paman sungguh tidak punya hati nurani!"

"Anak kecil! Jaga bicaramu! Kau tidak paham urusan orang dewasa! Jika kau menjadi diriku.. kau pun akan melakukan hal yang sama!"

"Merasakan penolakan untuk yang kedua kalinya, apa menurutmu aku akan baik-baik saja??"

"Apalagi aku tertolak dengan kata-kata hinaan! Ibu Wendy?! Si jalang itu sudah mencoreng harga diriku sebagai lelaki!"

"Dia pun harus merasakan akibatnya!"

"Paman sungguh sakit jiwa!! Gelar dokter kejiwaan tak pernah cocok Paman dapatkan! Paman itu iblis!!"

"Terserah apa katamu, Sohyun. Kau cepat turun kemari ATAU TEMANMU INI AKAN AKU HABSII?!"

Daniel tercekik oleh lengan Paman Yoongi. Pisau tajam itu masih menempel di kulit lehernya. Sedikit goresan saja, darah akan mengucur deras di area tersebut. Apalagi kalau sampai tersayat dalam.. Sohyun tidak mau sahabatnya meninggal gara-garanya.

"Sohyun.. keluar! Cari bantuan! Jangan hiraukan dia! Dia hanya mengancammu!"

Teriak Daniel menginterupsi.

Sohyun terlihat linglung. Ia ingin sekali melaporkan Paman Yoongi ke polisi. Ia sangat ingin memanggil polisi, namun jika ia melakukannya maka Daniel akan menjadi korban pembunuhan selanjutnya. Sohyun tidak mau hal itu terjadi!

"Aku tidak pernah main-main!! Kau turun atau anak ini aku bunuh!!"

"Tidak sohyun! Pergi! Dia tidak akan membunuhku!"

"TURUN!!"

"PERGIII!!!"

Sohyun frustasi. Tetapi Daniel lebih ahli menguasai pikirannya. Tanpa ragu, Sohyun akan melompat keluar.

"KIM SOHYUNNNN!"

Paman Yoongi mengerang. Ia berdiri dan sudah bersiap melayangkan pisaunya pada Kang Daniel. Sohyun sempat terhenti dan menyaksikan dengan kaku ekspresi wajah menakutkan yang Paman Yoongi tampilkan. Daniel menghalangi pandangannya dengan menutup mata, serta telapak tangan yang menghadang di depan wajahnya.

"PAMAN!!"


BUGH!!





"ARGHHH!!!"












"Yoongi!"










To be Continued.

Baiklah, satu part lagi dan cerita ini akan selesai. Plus part penutup nantinya..

Aneh.. ya.

Next ?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro