#24 Kembali

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sohyun terbangun. Ia melirik arlojinya, menunjukkan pukul 3 sore.

'Hampir saja terlewat.'

Sesaat setelah kesadarannya pulih, keretanya berhenti. Ia sampai di Anyang tepat pada waktunya. Beruntung ia tidak tertidur lebih lama.

Namun, ia menyadari satu hal. Pria di sampingnya sudah menghilang. Dan hari ini, pertama kalinya Sohyun bermimpi indah setelah setiap malamnya ia selalu terjaga. Kalaupun matanya terpejam, pasti ingatan 'itu' muncul dan berakhir menjadi mimpi buruknya.

Ia bermimpi, seorang laki-laki datang menjemputnya. Memakaikan sebuah flower crown dari rangkaian bunga daisy di atas kepalanya. Rambutnya sendiri terurai panjang tertiup angin. Sementara, tangan lelaki itu menggenggam erat jemarinya. Seakan tak memberi ruang untuk Sohyun pergi lebih jauh.

Pria tersebut merangkul pinggangnya erat. Mereka berjalan di tengah ladang bunga. Harum musim semi menyediakan ketenangan yang luar biasa. Suasana pegunungan disertai langit yang cerah memanjakan mata. Untuk sesaat, Sohyun merasa seperti berada di surga dengan pria idamannya.

Bibirnya pun mengulas senyum.

Ia menyeret kopernya dan menuruni kereta. Baru pukul 3 sore, tapi stasiun di Anyang tampak jauh dari rimbunan orang yang berlalu-lalang.

Sohyun mengedarkan pengelihatannya. Setelah menemukan papan 'exit', ia bergerak menuju ke arahnya. Tepatnya sebuah pintu keluar yang sedang ia buru.

Ini dia, Anyang. Tempat yang pernah ia singgahi bersama sang kakak ketika masih kanak-kanak. Tempat dimana ia menghabiskan kurang lebih sepertiga hidupnya. Menjalani aktivitas yang biasa dilakukan anak-anak seusianya. Bermain, bersuka cita menghabiskan waktu seharian sampai matahari benar-benar tenggelam di ufuk barat.

Sohyun mengambil ponsel dari dalam tasnya. Ia ingin menelpon pamannya agar segera menjemput. Namun, sepertinya pamannya terlalu sibuk. Teleponnya sama sekali tak mendapat jawaban.

Terpaksa ia harus naik bus sampai ke rumah paman-bibinya.

"Permisi, Nona. Apa saya boleh duduk di sebelah Nona?"

Sohyun sedikit tercekat ketika seorang laki-laki mendadak muncul di sebelahnya. Masih dalam posisi berdiri.

Sopan. Pikir Sohyun.

"B-boleh. Silakan.."

Sohyun mengamati secara detail pria tersebut. Sepertinya familiar.

Lelaki tersebut semakin merapatkan snapback-nya hingga betul-betul menutup sebagian besar mukanya.

'Bukannya dia yang di kereta tadi?'

Sohyun mengerti. Pria itu, pria yang sama dengan yang duduk di kereta sebelumnya. Sohyun merasa agak takut. Pria itu terus bermunculan di sekitarnya. Aneh dan menyeramkan. Apa dia orang jahat yang ingin menyakiti Sohyun?

Pikiran negatif pun tak dapat Sohyun tolak.

Sohyun mengalihkan pandangannya ke jendela. Menikmati pemandangan di luar sana. Agaknya dia menemukan sedikit kesibukan dengan aktivitas kecil tersebut.

Sohyun terperanjat. Sebuah kehangatan menjalar dari sela-sela jarinya. Seseorang jelas menelusupkan jemarinya ke sela-sela jari Sohyun. Sohyun merasakan sebuah debaran yang telah lama hilang. Kehangatan yang sama dengan yang pernah ia dapatkan dari seseorang yang selalu ia nantikan.

"Kau menungguku?"

"Aku tau kau merindukanku."

Sohyun ingin menoleh saja, tetapi ia tidak sanggup menatap wajah orang yang menghadirkan sensasi hangat tersebut.

"Aku juga merindukanmu.."




















"Kim Sohyun."





















Sohyun pun menoleh, melawan rasa takut yang merasuki jantungnya. Ia melihat pria itu. Pria yang perlahan menggerakkan kepalanya berhadapan dengan wajah Sohyun. Ia mendongak, dan perlahan melepaskan topi hitam yang menjadi bayang-bayang penutup wajahnya sejak tadi.

Pelan.. dan pelan..

Sohyun mulai bisa melihat sisi bibir tipis yang dimiliki sang pria.

Semakin ke atas lagi.

Hidung mancung yang kecil..

Semakin ke atas lagi hingga topi itu benar-benar terlepas.

Sohyun membelalakkan kedua manik matanya.

"Sekarang aku tau, perasaan apa yang selalu melanda jiwaku ketika kau berada di sampingku."



















"Aku..."















Pria itu mendekatkan wajahnya. Sampai kini, tak ada jarak yang memisahkan keduanya. Mata mereka saling bertatapan. Begitu dalam. Bus yang sepi penumpang menghadirkan atmosfer yang menghangat.

Pria itu memiringkan wajahnya. Matanya kini terfokus pada bibir mungil Kim Sohyun. Sementara, Kim Sohyun membisu dengan matanya yang berkaca-kaca.

'Apakah aku bermimpi lagi?'


Sohyun memejamkan mata. Menahan suara tangis meletup dari bibirnya. Sang pria pun datang dan membungkam bibir tersebut.

Mengecup mesra, penuh kelembutan dan penuh perasaan.

Air mata Sohyun menetes mengalir ke pipi. Ia harap, Tuhan sedang tidak memainkan takdirnya menjadi semakin rumit.

Sohyun memeluk pria tersebut kuat-kuat. Tangannya mencengkeram punggung yang dilapisi jaket berwarna hitam tersebut. Terlihat Sohyun memukul-mukulkan tangannya di sana. Menyiratkan sebuah kerinduan yang diiringi perasaan marah.

Pria tersebut masih belum melepas ciumannya. Ia malah semakin memperdalam ciuman tersebut. Membiarkan air asin dari bola matanya bercampur baur dengan air mata milik Sohyun. Kedua tangan pria itu pun menangkup pipi Sohyun, dan bibirnya kini beralih ke kening. Tertempel disana cukup lama sampai tangis keduanya mereda.

"Jahat! Kenapa kau menjauhiku? Apa kau muak melihat wajahku? Atau kau kecewa karena aku-"

"Sst..  sst."

Telunjuk pria itu menahan bibir Sohyun untuk berkicau lebih jauh. Pria itu pun kembali memeluk tubuh Sohyun. Seraya membisikkan sesuatu ke telinganya..

"Maafkan aku telah membuatmu takut.."

"Aku mencintaimu, Kim Sohyun."

"Jangan lupakan aku...."



"Aku tak akan bisa melupakanmu. Meski telah kucoba ribuan bahkan jutaan kali.. Karena-- kau tak pernah terlupakan.."

"Min Yoongi.."





...............................





"Minumlah tehnya. Itu teh hijau alami. Daunnya dipetik langsung dari Boseong, tempat nenekku tinggal. Paman yang membawakannya kemarin malam sepulang menjenguk nenekku disana."

"Apa ini enak?"

"Minuman itu sehat. Banyak khasiat. Meskipun rasanya sedikit pahit.."

"Dengan menatap wajahmu saja, rasa teh ini akan tersamarkan."

"Huh?"

"Tersenyumlah. Kau sangat manis kalau tersenyum.."

Sohyun tertawa renyah. Menyadari Yoongi semakin pandai menggombal setelah keluar dari masa perawatannya.

"Jadi, katakan padaku. Kau belajar menggombal darimana?"

Tanya Sohyun sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sedangkan Yoongi, tiba-tiba mengeluarkan kembali cairan hijau itu dari dalam mulutnya.

"Ewh...! Kenapa rasanya pahit sekali??"

"Kau sendiri yang bilang, rasanya akan tersamarkan dengan menatap wajahku.."

Sohyun terkekeh.

"Kalau begitu, sebagai ganti.. kau harus... menciumku."

"Apa? Kenapa bisa begitu??"

"Tentu saja bisa. Kau harus ikut merasakan rasa pahit yang lidahku rasakan."

"Hah?"

"Kau juga pernah mengatakan padaku, bahwa aku harus membagi apapun yang aku rasakan denganmu. Jadi, aku akan membagikan rasa pahit di bibirku ini."

Sohyun buru-buru bangkit dari kursinya. Menghindari Yoongi yang juga ikut berdiri mendekatinya.

"Berhenti! Jangan mendekat!"

"Ayolah.. sekali saja.."

Rengek Yoongi.

"Kau sudah mendapatkannya di bus tadi sore? Apa masih kurang?"

"Tadi yang di bus rasanya asin. Sekarang, aku mau yang manis...."

Kata Yoongi manja sambil tidak menyerah berlari mendekat ke arah Sohyun.

"Ya! Yoongi! Ini di rumah Bibiku, bisa gawat kalau kepergok!"

"Aku tidak peduli.. aku hanya mau ini.."

Ucap Yoongi sembari menunjuk bibirnya dan bibir Sohyun bergantian.

"Ada keributan apa ini, Sohyun??"

Sahut sang bibi yang entah sejak kapan sudah berada di ambang pintu. Menyaksikan kedua remaja yang saling berkejaran itu di depan terasnya.

"Bibi?!"

"Apa yang kalian lakukan?"

"Bi, tolong katakan pada Sohyun, aku mau yang manis-manis.."

"Hah?! Diam kau Yoon!!"

Teriak Sohyun diiringi lemparan sendalnya ke wajah Yoongi.

"Astaga! Sohyun! Kenapa kau melempar tepat di wajahnya??"

Sohyun ikut terkejut. Apalagi Yoongi menutup kedua wajahnya yang terkena lemparan sendal. Pasti sakit. Ia pun mendekat dan memastikan kalau wajah Yoongi baik-baik saja.

"Yoon? Ap-apa kau baik-baik saja??"

"Maaf.."

"Maafkan aku.. aku tidak bermaksud.."


"Tunggu! Kau masih tampan kan?"




















Cuppp.






















"Kena kau!"




"MIN YOONGII!!!!!"











Bibi Sohyun terkikik geli menyaksikan perdebatan dua remaja di hadapannya.

'Kalian mengingatkan Bibi pada masa muda Bibi dulu..'

Gumamnya sendirian.

..........................

Sohyun, paman dan bibinya serta Yoongi sedang duduk di meja makan. Mereka sarapan bersama.

"Jadi, katakan Yoon. Bagaimana kau bisa sampai Anyang sendirian?"

Tanya Paman Sohyun to the point. Pertanyaan yang sebenarnya mengundang banyak keingintahuan, termasuk dari Sohyun sendiri.

"Setelah keluar dari rumah sakit, Papa dan Mama membawaku ke Swiss untuk pengobatan mental yang lebih baik."

"Disana, keadaanku semakin pulih. Aku mulai dapat mengontrol diriku, serta emosi yang selalu menguasai ketidak berdayaan mentalku."

"Aku pun sembuh dan meminta dikirim kembali ke Seoul."

"Awalnya, Mama tidak setuju karena tidak akan ada yang merawatku jika aku kembali ke Seoul nanti."

"Selain itu, orangtuaku memiliki banyak proyek di Swiss yang tidak bisa mereka tinggalkan."

"Aku tidak menyangka, kalau akhirnya mereka memenuhi permintaanku. Kami pun pulang bersama ke Seoul. Papa dan Mama mengurus bisnis mereka yang ada di Swiss dan me-manage-nya dari Korea."

"Dan pagi itu, aku bertamu ke kontrakan Sohyun. Sudah lama aku merindukannya.."

Pipi Sohyun memerah.

"Tetapi, yang aku temukan, dia dan Daniel saling berbicara."

"Aku cemburu pada awalnya. Namun, setelah tau apa yang Sohyun bicarakan, aku sedih dan kecewa."

"Aku datang dari Swiss untuk menemuinya dan mengatakan padanya tentang perasaanku, tetapi yang ada malah dia hendak meninggalkan Seoul dan ingin melupakan semua tentangku."

Sohyun menyesal. Menyesal mengatakan kalimat 'ia ingin memulai kehidupannya dan melupakan segalanya'.

"Tanpa sepengetahuan Sohyun, aku mengikutinya."

"Apa orangtuamu tau tentang ini?"

Sela sang paman.

"Mereka mendukungku, Paman. Mereka mengklaim, bahwa Sohyun akan banyak membawa perubahan dalam diriku. Aku pun percaya akan hal itu."

Yoongi melihat ke arah Sohyun. Sohyun tertunduk malu.

Dok. Dok. Dok.

"Oh? Apa ada tau sepagi ini?"

"Bisa kau buka pintunya, Sayang?"

Pinta paman kepada istrinya.

Bibi pun meninggalkan meja makan dan membuka pintu depan. Penasaran dengan siapa tamu yang datang pagi itu.

Ceklek...
















"Eh, Nak Daniel?"

















'Daniel?'

Batin Sohyun.




























To be Continued.

Next Chapt, ending ya guys..

💕💕💕 gomawo..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro