#7 Murid Pindahan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Pagi-pagi sekali, sekolah Yoongi sudah dihebohkan dengan kedatangan murid pindahan dari Kanada. Yoongi saat itu tengah duduk seorang diri di dalam kelasnya. Ketika hampir tiga menit lagi bel masuk di jam pertama akan berbunyi, hanya Yoongi lah satu-satunya murid yang siap menyambut gurunya di dalam kelas.

"Hai! Yoon!!"

Yoongi yang meletakkan kepalanya di atas meja, sontak terbangun ketika mendengar suara gadis penggetar jiwanya sudah hadir di depan mata. Sekarang, ia bingung harus berbuat apa. Gadis itu membuatnya menjadi gagu meskipun hanya dengan senyuman kecil yang diukirnya di bibir.

"Kau sendirian??"

"Kemana yang lain??"

Yoongi menggeleng.

"Kau tidak tahu?? Astaga. Mereka teman sekelasmu Yoon. Tidak masalah jika satu atau dua orang saja yang pergi. Tapi ini mereka pergi semuanya. Seharusnya kan kau penasaran. Lagipula, kenapa kau tidak ikut mereka saja??"

"Ikut?"

"Ya.. biar kau nggak sendirian."

"Kan sekarang sudah ada kau."

Gadis itu tertawa renyah. Tidak diketahuinya bahwa Yoongi bisa menggombal.

"Kau bisa menggombal juga ya? Aku jadi heran, kenapa mereka memanggilmu sakit jiwa."

Yoongi terdiam. Iya, sudah tak asing lagi baginya mendengar kata 'sakit jiwa'. Seakan, kata tersebut adalah sahabat karib baginya. Namun, satu hal yang tak Yoongi mengerti.

"Menggombal? Apalagi itu?"

"Haish~~

Cukup. Sepertinya aku harus berhenti memberikan kosakata semacam itu padamu. Aku jadi kapok."

"Lupakan. Sebenarnya tujuanku datang kemari bukan untuk membahas masalah tidak penting seperti 'menggombal'. Aku ingin memperkenalkanmu pada teman baruku. Kau pasti akan menyukainya. Dia sangat ramah dan baik hati."

"Nanti istirahat, kita ketemu di lapangan basket kesukaanmu ya. Kau harus datang."

"Tanpa kau minta, aku pasti selalu disana setiap saat."

"Terserah. Daa"

Bersamaan dengan bunyi bel masuk, Sohyun bergegas meninggalkan kelas Yoongi dan kembali ke kelasnya.

.............................

Waktu terus berjalan. Matahari pun mulai bergeser dari timur menuju pertengahan hari. Sinarnya yang terik tak mengurangi keasyikan lelaki yang berbaring di atas bangku. Kini ia sedang bermain-main dengan alam bawah sadarnya. Sungguh kebiasaan yang tak pernah bisa diubah.

"Yoon!"



"Hmm.. pergilah. Kenapa kau selalu mengusikku!!"

Teriak Yoongi ketika mendengar suara orang yang memanggil namanya. Ia yakin betul, pikirannya mulai berfantasi aneh. Buruknya lagi, ia lupa membawa pil penenang yang ada di dalam tas sekolahnya.

"Yoonie.."


















"Yoonie..."













Yoongi berhenti marah. Matanya yang masih tertutup oleh salah satu tangannya akhirnya terbuka. Setelah ia menyingkirkan tangan pucatnya itu, pandangannya masih belum beralih. Ia justru terbengong menatap langit. Hingga, sebuah wajah yang muncul menggantikan langit cerah itu membuatnya terbangun untuk mengingat masa lalu.




Flashback..


"Yoonie. Apa yang kau lakukan??"

Yoongi kecil yang masih berusia tujuh tahun sedang termenung di teras belakang memperhatikan kupu-kupu yang beterbangan dan hinggap di bunga-bunga untuk menghisap madu.

"Yoonie?"

"Yoonie?"

Yoongi mengalihkan perhatiannya. Seorang gadis kecil seumurannya berdiri dari balik pagar yang membatasi rumah.

Tanpa sedikit pun bicara, Yoongi mendekatinya. Gadis itu tak hentinya menebar senyum. Sudah beberapa hari sejak Yoongi terpaksa berhenti dari sekolah dasarnya karena tervonis kelainan mental. Bukankah cukup belia baginya mendapatkan diagnosa tersebut? Namun, takdir Tuhan siapa yang tahu??

Yoongi cenderung menarik diri dari pergaulan sosialnya. Suatu keanehan memang, karena sebelum itu Yoongi adalah anak yang ceria dan mudah berteman.

Terkadang, perilakunya mulai kacau. Ia selalu berkata bahwa beberapa orang mengerikan mengelilinginya di sekolah. Yoongi juga selalu menjawab dengan jawaban yang sama ketika guru menanyakan pertanyaan yang berbeda.

"Yoonie? Apa kau butuh teman?"

Yoongi menggelengkan kepalanya.

"Baiklah. Sekarang kita berteman."

Gadis kecil itu masih tak mengerti, apakah arti gelengan kepala yang diisyaratkan Yoongi.

Hingga, datanglah seorang wanita dewasa yang menarik lengan gadis itu. Gadis tersebut menangis, karena wanita yang dipanggilnya 'eomma' terus memukulinya. Dan ini hampir terjadi setiap hari di saat yang sama. Saat Yoongi berdiri di depan pagar yang membatasinya dengan si gadis.

Pagi itu, pagi ke-9 semenjak kejadian monoton yang terus terulang antara Yoongi dan si gadis. Yoongi mengikuti arah pikirannya. Gadis tersebut tak ada. Yoongi merasa sedikit kecewa, padahal ia telah merasa nyaman akan kehadiran gadis yang telah menyebutnya teman.

Suatu kabar duka pun terdengar. Rupanya, hari itu, ibu si gadis meninggal dunia karena kecelakaan. Yoongi ingin menangis, tapi ia tidak bisa mengekspresikan emosinya akibat penyakit yang di deritanya. Ketika paman Yoongi mengajaknya pergi ke rumah duka, ia menyaksikan air mata yang terus mengucur dari gadis yang ditunggunya tadi.

Kemudian, mata mereka bertemu. Yoongi masih menyuguhkan ekspresi datarnya. Sementara, si gadis yang maniknya terlihat berkaca-kaca itu tersenyum. Tersenyum dalam duka seolah mengatakan ia baik-baik saja.

Dan itulah saat terakhir Yoongi menemui gadis tersebut. Sebelum pindah bersama appanya, si gadis menitipkan sesuatu kepada Yoongi. Sesuatu yang akan membuat tidur malamnya tak pernah terganggu. Sesuatu yang menjaganya dari gangguan mimpi buruk yang menyeramkan. Sebuah dreamcatcher indah yang ia pajang di jendela kamarnya setiap malam.


Flashback off.































"Son..Seung...Wan."

Yoongi tampak mengeja tiga silabel kata yang apabila terangkai membentuk sebuah nama.

Son Seungwan.

"Yoon, kau mengenalnya??"

Pertanyaan Sohyun tak digubris. Yoongi tak ada lelahnya menyambut ratapan sayu yang gadis itu lemparkan. Ia bahkan tak menyangka, gadis dari masa kecilnya hari ini kembali mememuinya dengan senyum yang sama.

"Yoonie... kau mengingatku?"

Sohyun tak paham apapun. Ia memandangi Yoongi dan seseorang yang disebut 'Seungwan' itu bergantian.

"Kenapa kau memangggilnya Son Seungwan?? Dia lebih akrab dipanggil Wendy."

Sela Sohyun yang tetap terabaikan oleh kedua temannya.

Ia berdecak kesal. Apakah Yoongi tertarik pada Wendy??  Pikir Sohyun.

Tak tahu kenapa ia merasa marah. Selama ini Yoongi cukup cuek dengan memandangnya dingin. Tetapi kenapa tatapannya berbeda saat bertemu Wendy??

























"Senang bertemu denganmu kembali, Yoonie. Sekarang kita teman."




































To be Continued.

Kita sambut cast pendatang kita.

Son Seungwan aka Wendy


Seorang gadis seumuran Yoongi yang dulu pernah menjadi teman masa kecilnya. Sebenarnya, Wendy lah orang yang pertama kali mengajaknya berteman, dan bukan Sohyun. Tentu saja, Yoongi tak akan pernah melupakan itu seumur hidupnya.

Yoongi selalu murung dan merasa kesepian sejak kepergian Wendy. Hingga Sohyun datang dan membawanya kembali hidup.




Next (?)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro