28

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Watson menenangkan diri. Dia tidak boleh gegabah. Mereka masih punya waktu dua jam lagi. Jika dugaannya benar, jika perhitungannya akurat, kasus ini akan berakhir sebelum festival kembang api dimulai. Dia mengusap-usap kedua telapak tangan yang mendingin karena udara malam.

[Itu boneka, Watson.]

"Eh, apa?" Antusiasme Watson lenyap.

[Benda terakhir yang dibeli Kak Anlow adalah boneka marionette. Hadiah itu diserahkan ke Momo. Asumsimu salah.]

Sialan! Aku benci detektif! Watson membanting hapenya. Nasib baik yang menjadi bantalannya pasir lembut, bukan tanah kasar. Bisa-bisa ponsel Watson berkeretak dan bertinta.

Watson mengembuskan napas panjang. Harus sabar, jangan dongkol. Nanti yang ada buntu berkepanjangan. Malah bikin otak Watson semakin panas.

Ketika Watson hendak mengambil kembali ponselnya, dia tersentak kaget menyadari kakinya sedikit tenggelam ke dalam tanah, mengerjap bingung. "Ini kan masih pukul tujuh malam. Apa yang?"

Tunggu sebentar. Watson menyentuh permukaan pasir, berdeham kalem.

"Watson Dan!" Grim berseru pelan. "Kami menemukan rekaman Kotak Hitam. Aku rasa kamu perlu melihatnya. Percayalah, masalahnya makin kompleks."

Dengan langkah malas, Watson menyusul Aiden dan yang lain. Kamera cctv mini yang mereka temukan tersembunyi di kotak telepon, menyorot langsung seluruh TKP.

"Lihat! Ini mereka berlima, kan?" Aiden menunjuk layar. "Sepertinya mereka memegang sebuah surat. Bukan boneka? Eh lho, di denah korban kan mereka sudah melingkari benda yang dicari. Mereka berhasil menemukannya."

Tidak ada yang menanggapi. Masing-masing sibuk memelototi rekaman video. Aiden juga tak mempermasalahkannya.

Begitu jam besar di tepi pantai berbunyi, para korban menoleh serempak, disitulah rekaman digantikan layar semut. Grim menaikkan satu alis ke atas. Kenapa tiba-tiba rekamannya rusak?

"Kok begini?" Erika mendengus jengkel, menepuk-nepuk mesin pemutar—dia mengira ada yang salah dengam cakram kaset. "Eh, hei, kenapa rekamannya menghilang! Ada yang memanipulasi?"

Naas! Rekaman kembali muncul selang tujuh belas menit kemudian. Aiden berseru melihat kelima korban sudah menghilang tak berjejak.

"Apa yang terjadi sih?" Grim menggaruk kepala bingung. Tidak mungkin lima manusia menghilang dalam kurun waktu setipis itu.

"Di dalam jam itu ada sirkulasi listrik yang kuat," kata Watson sudah terdengar lemas dan malas. "Begitu berbunyi, lantunan suaranya menciptakan gelombang listrik di udara dan mengganggu benda-benda elektronik. Salah satunya kamera ini."

Erika sama jenuhnya. "Yang membuatku terheran-heran, mengapa bisa korban hilang selama 17 menit. Ini membingungkan."

Menyesuaikan informasi dari Hellen, ada empat kasus lainnya yang serupa. Sekelompok turis menghilang di Pantai Diaxva. Pelakunya bukan Mupsi namun dia ikut andil, juga Anlow Eldwers.

Watson bingung, sebenarnya si Anlow itu maunya apa sih? Sudah meninggalkan Mupsi, sekarang teka-teki boneka marionette. Apa dia tidak tenang kalau tidak memberi adiknya sebuah kasus?

Ting! Telepon masuk dari Lupin. Mau apa heh si Pesulap Gadungan itu.

"Apa maumu?" tanya Watson datar.

"Another case, huh? Aku mendadak kasihan denganmu, At, tak bisa menikmati musim panas." Lupin di seberang sana tertawa mengejek.

"Don't talk." Watson berdecak, seperkian detik tertegun. "Tunggu, dari mana kamu tahu?"

"Jangan bilang kamu lupa aku sedang di Distrik Hollow. Pertunjukan sulap, aku sudah mengatakannya padamu tempo hari."

"Kalau kamu datang ke TKP dan menceritakan hal absurd, aku akan mengadu pada Aleena."

"Hahaha! Tenang saja, At, aku tak tertarik kok. Memandang wajahmu saat buntu sudah lebih dari cukup untuk hiburan. Aku tahu kamu mengancamku dengan menggunakan Aleena, makanya aku juga mengancam dengan membeberkan muka kusutmu."

"Oh, kamu mau bermain denganku?" Watson mendengus. Mereka malah main ancam-ancaman.

"Kamu tahu jawabannya, kan?"

Watson mengernyit. Apa maksudnya? Kalau dia tahu, tidak mungkin Watson repot-repot menunggu hal yang tak pasti.

"Ayolah, aku tahu kamu sudah mengetahui di mana kelima korban itu menghilang tetapi hanya tidak percaya diri. Waktumu tinggal satu jam lagi lho, At. Festival kembang api adalah kesukaanmu, kan?"

Lalu sambungan telepon terputus. Dasar Lupin narsis. Datang tak diundang, pergi sok-sokan bernada pahlawan.

Watson menatap jam di layar hape, tepat pukul delapan malam. Bagaimana sekarang? Ungkap kebenarannya? Tapi kalau Watson keliru? Taruhannya ada dua: kembang api dan nyawa korban. Mereka bisa jadi mulai kehabisan oksigen saat ini.

Diliriknya Erika dan Aiden yang berseteru terhadap dua detektif sombong, Grim habis-habisan melerai. Waduh kacau kali dah. Kenapa mereka berdua membiarkan dirinya termakan provokasi sih...

"Ng?" Kaki Watson seolah ditarik sesuatu ke dalam pasir. Dia menelan ludah guguh. "Hei, hei, kamu pasti bercanda." Watson mencoba menarik keluar kaki kanan yang terbenam, tetapi kaki satunya malah ikutan terperosok.

23 Februari adalah ulang tahun Aiden.

Benar juga! Watson lupa tentang itu. Dipikir-pikir lagi, Watson menatap ke samping. TKP dekat dengan kantor pengiriman barang. Mungkinkah Anlow yang merencanakannya?

Watson berkeringat. Kedua kakinya mulai diisap. "Ga-gawat ini mah..."

Di sisi lain, Aiden dan Erika senantiasa berdebat tanpa tahu kondisi Watson di belakang sana.

"Oh, kalian tidak mengakui usia kalian? Anak-anak tak pantas bermain di lokasi pembunuhan. Mupsi bisa membunuh kalian. Atau kalian sudah bosan hidup?"

"Kan kami sudah bilang, ini bukan pembunuhan. Mupsi tidak ada hubungannya, dia sudah ditangkap dan menjalani hukuman. Kalian tidak bisa mengklaim kasus hilang sebagai pembunuhan Mupsi! Berhenti melecehkan nama Mupsi."

"Huh! Anak-anak seperti kalian tahu apa tentang dunia kriminal. Kerjakan saja PR kalian dan jadilah murid teladan."

Aiden siap meledak kapan saja. Berbeda dengan Erika yang memilih adu mulut daripada bergelut. "Kalian detektif beragensi, bukan?"

"Dari mana kamu tahu, Gadis Kecil?"

"Oh, tentu aku tahu. Secara kami ini Detektif Berotak bukan mengandalkan jabatan atau atasan." Erika menyeringai penuh kemenangan. "Dengar ya, aku dan Grim ahli menuntaskan kasus pembunuhan ruang tertutup. Yang cewek rambutnya bergaya, ahlinya menyimpulkan. Lalu ada juga teman kami di sekolah, tukang medis dan tameng otot. Di atas segala itu, kami punya detektif andalan dari New York."

"Apa kalian punya penyakit delusi? Aku kasihan. Mana masih muda."

Aiden jengkel, hendak memanggil Watson—selalu saja kalau sudah tersudut, pasti sontak memanggil cowok itu. "Kalian takkan percaya jika tidak ada bukti, bukan begitu? Dan! Ayo kemari..."

Teng Nong!

Deg! Aiden, Grim, dan Erika tersentak. Menoleh horor ke jam besar tepi pantai. Aiden ingat betul jam itu hanya berbunyi setiap jarumnya tiba di angka lima. Tapi ini kan pukul delapan lewat sepuluh.

"Apa yang terjadi? Jamnya rusak? Atau jangan-jangan air pasang lebih dulu meninggi?!"

"Emm, guys?"

Mereka bertiga menoleh ke sumber suara, melongo melihat Watson terbenam di pasir sampai pinggang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro