30

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Beberapa hari kemudian.

"Bapak kecewa dengan nilaimu, Watson Dan. Kamu ini salah satu murid yang berhasil diterima di Akademi Alteia. Sekolah yang diperuntukkan murid-murid cerdas. Sudah ikut remedial, kenapa bisa cuman benar dua soal?"

Watson menggeleng. Wajahnya datar, namun terdapat kesenangan tergantung. "Saya belakangan sibuk, Pak. Tidak sempat membaca buku."

"Bapak tahu apa yang terjadi padamu, Watson. Disekap oleh pelaku pembunuhan, jadi Bapak akan memaklumimu. Kamu ikut remedi kedua secara pribadi."

Yes! Diam-diam Watson mengepalkan tangan. Memang itu yang dia incar, perbaikan kedua kali. "Terima kasih atas pengertiannya, Pak. Dengan senang hati saya akan mengikutinya."

Dipikir hanya beliau yang kecewa apa. Orang Watson juga kecewa. Dia tak bisa membanggakan dirinya 'lulus ujian masuk Akademi Alteia' jika mendapat nilai mengenaskan.

Bruk!

Niatnya Watson hendak membasuh muka di toilet sebelah kantor Guru Sejarah, tak ada hujan tak ada angin, seseorang membentur Watson. Mereka berdua terjatuh di depan toilet laki-laki.

"Aduh-duh." Watson meringis, mengelus-elus bokong yang mencium lantai, menatap datar ke orang yang menabraknya. "Kamu lagi?"

Benar. Dia adalah si gadis jorok misterius yang selalu gegabah melakukan apa pun. Kenapa setiap kali Watson ke toilet, selalu bertemu dia sih.

"Kamu ini suka menyeruduk orang, ya?" kata Watson sinis. Jatuh itu tidak enak, menyakitkan malah. Mana yang nabrak orang sama berkali-kali.

"Maafkan aku! Maafkan aku!" Dia membungkukkan dan mengangkat badan berulang kali. Kacamata tebal yang dia pakai menjadi ciri khasnya sendiri. "Aku minta maaf...! Aku benar-benar tidak lihat kamu ada di situ!"

Watson beranjak bangkit. "Sudahlah," ucapnya tidak peduli. Percuma marah-marah, membuang energi. Mending Watson lupakan.

"A-apa nilaimu baik-baik saja?" tanyanya sembari membenarkan posisi kacamata.

Watson mengernyit. "Dari mana kamu tahu?"

"Aneh rasanya melihatmu keluar dari ruangan guru sejarah. Murid-murid datang di liburan musim panas hanya untuk mengikuti remedial dan kegiatan klub. Jika kamu ke sekolah untuk kepentingan klub detektif, tidak wajar kamu pergi ke kantor guru."

Watson terdiam. Gadis ini...

"Ma-maaf!" Dia membungkuk minta maaf lagi, melakukan tiga kali. "Aku mengatakan hal aneh. Sungguh, maafkan aku!"

"Tidak apa."

"Ka-kalau begitu aku permisi dulu...!"

Watson hanya diam memandang kepergian Si Gadis Jorok, hanyut dalam pikirannya.

-

"Kalian sungguh tak ingin menetap di Madoka? Kamu sudah menyiapkan surat pindah, Rika. Kenapa kalian mau pergi lagi?" Itu mungkin pertanyaan ke-7 Hellen di pagi hari ini.

"Surat itu hanya jaminan, Hellen. Duh Jeri, tolong bantu aku dong!"

Aiden mengepang rambutnya jadi dua, memakai pita merah di pucuk kepala. Dia sibuk mengelap kotak kaca yang menyimpan boneka marionette, hadiah ulang tahun pemberian Anlow. Aiden memilih memajang benda tersebut di ruang klub.

"Kamu tidak terkejut, Aiden?" celetuk Grim ikut menatap boneka tersebut.

Aiden menggeleng. "Justru aku tahu, tempat dimana Momo menyembunyikannya adalah di loker lama Kak Nola. Untung saja loker itu dipindahkan ke gudang."

Grim tersenyum. Aiden sudah kembali ceria. Dia turut senang.

"Ngomong-ngomong, kamu betulan ingin pergi?" Tidak mungkin Aiden tidak kepikiran. Dia mendengar dan mengingatkannya dengan jelas.

Setelah pulang menonton festival kembang api, Grim dan Erika memutuskan hendak kembali ke kota tempat mereka bersembunyi selama ini: Distrik Tabitabi. Mereka mau menetap di sana.

Grim berdeham. "Tentu saja aku serius, Aiden. Selain sudah terlanjur menyukai kota itu, mereka kekurangan detektif dan membutuhkan kami berdua. Wilayah sana rentan terjadi pembunuhan lho. Sudah menjadi tugas seorang detektif mengungkap kebenarannya."

Aiden tahu itu. Setiap wilayah punya kartu as masing-masing. Moufrobi memiliki klub detektif Madoka, Uinate memiliki Taran Taman dan teman-temannya, Hollow punya dua detektif pongah, begitu seterusnya.

Lagipula tujuan Grim dan Erika datang hanya untuk menyelesaikan kasus Mupsi, bukan bermaksud kembali ke Madoka.

"Baiklah." Aiden menghela napas singkat, tersenyum mantap. "Kali ini kamu izin padaku, jadi aku takkan marah seperti terakhir kali. Pergilah, Grim. Mereka butuh detektifnya. Aku takkan melarang. Tapi tetap lah mengabari kami. Paham?"

Grim hormat. "Siap, Nona Eldwers!"

"Terima kasih, ya, sukarela membantuku mengungkap misteri kakakku. Maaf aku menamparmu waktu itu." Aiden cengengesan, menggaruk tengkuk.

"Tak apa, Ai. Aku pantas mendapatkannya. Seharusnya aku minta izin seperti sekarang padamu, namun waktu tak memperkenan."

"Sudahlah. Jangan ungkit masa lalu lagi. Aku sudah melupakannya," ucap Aiden memandang boneka marionette di kotak kaca.

Pintu ruangan terbuka. Watson melangkah masuk, menatap Grim dan Erika bergantian. Tangannya memegang sebuah buku tebal. "Aku pikir kalian sudah pergi."

Grim membungkuk pada Watson. "Terima kasih atas kontribusimu pada kasus Mupsi, Watson Dan. Kami takkan tertolong jika kamu tidak ada. Secara pribadi, aku sangat berterimakasih padamu."

"Aku senang dapat membantu." Watson menyerahkan buku tersebut pada Grim.

Grim menerimanya bingung. "Apa ini?"

"Catatan petualanganku selama di New York. Totalnya ada delapan kasus. Kupikir itu bisa mengembangkan potensimu," jelas Watson singkat, duduk di kursi, mencomot keripik di mangkuk Jeremy.

"Kenapa kamu memberikannya padaku?"

"Kelak kamu akan menjadi detektif hebat di masa depan, Skyther. Kamu hanya butuh polesan. Makanya aku bagikan sedikit pengetahuanku padamu. Lain kali kalau kita bertemu di kasus baru, jangan merendah di depanku."

Fix. Hari ini juga Grim menyatakan dirinya penggemar Watson! "Terima kasih, Watson Dan. Aku akan menjaganya baik-baik," katanya tersenyum tipis.

"No problem." Watson melambai-lambaikan tangan. Asyik mengunyah keripik.

Di sisi lain, Erika membisikkan sesuatu pada Hellen. Sesuatu yang berhasil membulatkan mata Hellen. "B-bagaimana kamu tahu?"

Erika berkedip. "Dengarkan nasehatku kali ini, Hellen. Demi kebaikanmu sendiri."

Mereka berdua keluar dari ruangan. "Kalau begitu kami pergi dulu. Semoga kalian selalu tenar. Lindungi baik-baik klub detektif yang didirikan Kak Anlow. Selamat tinggal!"

"Bukan selamat tinggal, bodoh, tapi sampai berjumpa lagi."

Mereka pun tertawa kecuali Watson.

Tapi, tidak ada yang mengetahui bahwa gerak-gerik mereka diawasi seseorang.

Di ruang Dewan Siswa, Apol (ketua Student Council) menatap ke halaman. Tatapannya terarah pada Grim dan Erika yang melambai-lambai ke jendela klub detektif.

"Betapa hebatnya Sang Waktu, mampu memperbaiki hubungan yang retak. Watson Dan juga berperan banyak. Ah, musim panas yang menyenangkan."

Apol bersandar di tepi jendela. "Apa kamu sudah puas permainanmu diselesaikan dengan baik?" tanyanya entah pada siapa. "Atau kamu masih belum menginginkan Klub Detektif Madoka menikmati liburan? Oh, atau kamu masih ingin bermain misteri dengan kelompok Aiden Eldwers?"

Apol menoleh ke belakang. Senyumannya terlihat licik seperti biasa.

"Yang mana yang benar, Anlow?"

***THE END***

Syukurlah, aku bisa menyelesaikannya tak cukup sebulan (hanya 14 hari). Sesuai perhitunganku, setelah series Aiden tamat, selanjutnya kita akan bertemu di series Hellen. Pantengin terus, ya! Sampai jumpa di kasus berikutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro