15. Pertukaran Kelas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Senon! Bangun, Alsenon!"

Aku mengerjap pelan, memulihkan indra penglihatan. Kepalaku pusing. Terutama leherku yang kebas seolah mati rasa.

Tapi, untunglah telingaku tidak apa-apa karena bisa mendengar suara Serena dan Abigail yang panik. Apa aku di UKS saat ini? Soalnya ada bau minyak kayu putih.

"Apa yang terjadi?" gumamku, beranjak bangun, meregangkan kedua tangan.

"Seharusnya itu pertanyaan kami," sahut Noura mengusap kasar wajahnya. "Apa yang terjadi padamu? Serena bilang kau ingin memeriksa TKP, tahu-tahu kau pingsan di sana. Tak mungkin ketiduran."

Hanya yang ternyata duduk di sebelahku dari tadi, berdiri dari bangku. "Sen, aku rasa kau disuntik satu ampul kloroform. Kau beruntung dosisnya rendah. Jika tinggi, senyawa ini bisa menyebabkan depresi saluran pernapasan, pneumonitis, dan edema paru. Berpotensi kematian."

Noura dan Cielo terdiam. "Njir? Ngeri amat. Untung kau masih hidup, Sen."

"Kau diserang Auristella, Sen?!" seru Aga. "Ya ampun! Lagian, kau kenapa ke TKP sendiri-sendiri sih? Kena batunya kan."

Aku mengedikkan bahu. "Aku gregetan."

"Dia tahu Alsenon akan ke TKP," kata Hanya lagi. "Dia pasti berada di ruang CCTV waktu itu atau punya mini kamera yang diletakkan di sudut-sudut sekolah, memantau kita. Kalian lain kali hati-hati."

"Kau pun sama, Han." Cielo bersedekap. "Jangan menyuruh kami saja. Kau harus berwaspada juga. Auri mengincar kita."

Hanya berkacak pinggang. "Aku bisa mengurus diri sendiri. Lagian, aku lebih penasaran mengapa Auristella tidak langsung membunuh Senon. Aku khawatir jika dia merencanakan siasat buruk."

"Mungkin Auristella tahu Senon MC-nya."

Kami serempak menatap Agacia malas. Anak itu, pandai betul merusak suasana.

-

"Heee...." Aku memasang wajah ngambek yang berkombinasi dengan ekspresi datar. "Kalian mau ke luar kota lagi? Apa itu tidak terlalu sering? Anak kalian baru saja kena suntik racun lho."

"Tadi Mama sudah suruh kau pergi ke rumah sakit, kau lupa kau menolaknya?"

"Karena itu terlalu alay." Aku tidak suka rumah sakit. Banyak orang sakit di sana (ya kan memang itu kegunaannya).

Beliau mengusap-usap kepalaku. "Sudah, jangan ngambek. Mama sama Papa pergi sebentar kok. Jaga rumah dan adikmu, oke? Jangan lupa kunci pintu. Lalu, berhati-hatilah saat di sekolah. Mama dengar dua temanmu meninggal."

Aku sebenarnya ingin melunak, namun mendengar adikku tinggal, aku kembali memprotes. "Ma, kenapa dia gak dibawa aja sih? Aku tak mau merawatnya-"

"Mama tinggalin jajan lebih."

Aku hormat. "Hati-hati di jalan, Bos."

"Percakapan macam apa yang kudengar sekarang? Apa ini obrolan normal antara ibu-anak?" Papa yang di dalam mobil, mendesah panjang. "Baik-baik ya, Sen. Kalau ada penjahat, tinggal hajar saja."

Aku mengacungkan jempol. "Siap, Pa."

-

Gawat, gawat, gawat. Aku telat.

Aku terlambat karena harus mengantar adikku dulu ke TK-nya yang mana lokasinya jauh dari sekolahku. Aku tiba di gerbang pukul 7.30 sementara bel masuk jam 7.20. Matilah. Aku pasti akan disetrap berdiri di lorong kelas.

Tapi sesampainya di kelas, atmosfer di sana sangat serius membuatku menelan ludah, menatap Buk Ardena gugup.

"Alsenon, cepat duduk di bangkumu."

Eh? Aku tak dihukum? Tidak! Bukan waktunya memikirkan hukuman. Aku buru-buru melangkah ke arah mejaku.

"Ada apa ini?" tanyaku ke Serena.

Serena menggeleng tidak tahu.

"Haa... Murid-murid, kita telah kehilangan teman kita Chausila dan Graciana dalam rentang waktu yang dekat, seakan kelas ini dikutuk. Saya takut akan terjadi hal sama pada kalian. Maka dari itu, atas izin wakepsek, saya akan memindahkan beberapa dari kalian ke kelas sebelah."

Aku mengepalkan tangan. Ternyata kasus ini ditanggapi serius oleh Dewan Guru. Baguslah. Aku tak sabar Auri ditangkap.

"Alsenon Felixo, Oviya Serena, Hanya Annavaran, Lilitha Abigail, Cielo Sasaya, kalian pindah kelas ya. Lalu..." Beliau menyebutkan nama-nama murid lainnya.

Ini penanggulangan yang bijaksana. Jika benar Auristella tahu keseharian kami, dengan pindahnya kami ke kelas sebelah, dia akan menjadi buta mendadak. Dia takkan bisa memata-matai kami lagi.

Hanya bangkit. Bahkan Cielo sudah menuju ke pintu. Aku pun menyandeng tas. Siap-siap migrasi ke kelas sebelah.

Krak! Kretek!

Bunyi apa itu? Aku menoleh. Tidak ada hal aneh kok. Apa aku salah dengar? Aku yakin barusan aku mendengar suara pena patah pada barisan paling depan.

Aku mengangkat bahu. Keluar dari kelas.





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro