47. Ini Masih Belum Berakhir

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pukul sebelas malam, kami berada di Taman Makam. Tangan kami memegang cangkul, sekop, dan senter.

Aku pikir aku sudah gila lantaran menyetujui cetusan Cielo yang asbun tentang membongkar kuburan Hanya yang entah apa tujuannya. Cielo memilih tutup mulut. Aku tidak ingin tahu apa yang ada di pikiran gadis (sok) misterius satu itu.

Awalnya aku menolak, jelas. Aga dan Serena pun satu suara denganku. Tapi Cielo berkata bahwa ini penting dan demi kebaikan mendiang Hanya juga membuat kami tak punya pilihan untuk mengikuti.

"Aku rasa ini perbuatan yang salah." Aga berhenti menggali kuburan Hanya, mendesah gusar. Siapa yang sampai hati merusak kuburan temannya.

"Benar, Dyra. Ini salah." Diikuti Serena.

"Kalian pikir aku gak terpengaruh?!" Aku, Aga, dan Serena terdiam melihat Cielo menyeka matanya yang berair. "Aku juga nggak mau melakukan ini. Paling gak, harus ada satu orang yang tangguh."

Aku menghela napas panjang, lanjut menggali. "Kuharap kau punya alasan bagus mengerecoki kuburan Hanya, Dyra." Sebelum kemari, aku sudah menyuruh Serena mematikan cctv di kawasan sini supaya kami leluasa mengobrak-abrik tanah.

Lima menit kemudian, kami akhirnya sampai di dasar kuburan karena mendengar suara 'duk' pelan pada sekop Serena. Ah... Itu pasti peti matinya!

"Ayo cepat buka penutupnya!" seru Cielo. Aku menyikut pinggangnya, menyuruhnya mengecilkan suara. Nanti kami ketahuan oleh peronda malam.

Padahal aktivitas ini berbau horor (datang ke makam di jam hampir tengah malam), tapi tidak ada satu pun di antara kami yang merasa takut.

Serena dan Aga tertatih mengangkat penutup peti, berhasil menggesernya. Kami terbelalak.

Kosong melompong. Jasad Hanya tidak ada.

"Apa maksudnya ini?!" Aku menoleh ke Cielo yang mengatupkan rahang. "Aku yakin ini kuburan Hanya. Nggak mungkin kita salah tempat kan."

"Gak, kita gak salah. Memang ini tempatnya. Sial! Aku tahu ini akan terjadi. Sebenarnya aku sudah memikirkan kemungkinan ini dari dua minggu lalu."

"Kemungkinan apa?" tanya Serena gemas karena Cielo berbicara setengah-setengah. Aku curiga dia ingin menempeleng kepala Cielo dengan sekop.

Cielo menarik napas. Kami gregetan menunggu. "Kita rehat sejenak," katanya memasang watados.

"DYRA! YANG SERIUS DONG!"

"Oke, allright. Sabar elah. Kalian ingat bagaimana Auris menyembunyikan Kak Alpha dengan baik? Cewek gila itu memasukkan tubuh Kak Alpha yang telah dia polesi dengan zat pengawet ke dalam casket (peti) indah yang penuh bunga anyelir putih dan seutas tali di lehernya. Aku pikir Auri gila itu juga melakukan hal sama pada Hanya."

Aku mengusap wajah. Itu masuk akal dan menjawab tanda tanya besar di relung hati kami, alasan mengapa sebulan setelah kematian Hanya, Auri berhenti memburu. Ternyata dia mengambil tubuh Hanya. Dasar psikopat fanatik mesum itu...!

"Kita harus memberitahu Kak Ingin—"

Aga segera menahan lengan Serena yang hendak menelpon Kak Ingin, menggeleng tegas. "Kau gila, ya? Kau lupa bagaimana kondisi Kak Ingin di terakhir kali? Perasaannya hancur. Hatinya akan makin hancur ketika tahu jasad Hanya hilang."

"Ah, benar..." Serena menurunkan tangannya. "Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa kita beritahu Opsir Sasan? Kita perlu orang dewasa."

Kali ini aku yang menggeleng. Akhir-akhir ini Opsir Sasan disibukkan menangkap penjahat kriminal yang tak ada hubungannya dengan kami. Yah, itu dunia beliau sebagai seorang petugas kepolisian.

Ting! Terdengar suara notifikasi masuk.

Aku merogoh hapeku di saku, terbelalak. Akhirnya! Akhirnya hasil autopsi Kak Alpha keluar! Sudah sebulan lamanya aku menunggu laporan autopsinya!

"Lho, lho, Sen, kau mau ke mana?"

"Aku duluan! Ada yang harus kuperiksa!"

*

Oke, mari kita lihat...

Aku membaca lampiran yang dikirim oleh Forensik. Hmm, organ dalamnya baik-baik saja. Lambungnya bersih. Sepertinya tidak ada tanda-tanda Auris memasukkan sesuatu ke mulut Kak Alpha.

Jariku terus menggulir layar, sehingga tiba di bagian wajah. Aku memicing. "Terdapat bekas jahitan di area mulut korban... Kami menyimpulkan bibir korban dijahit untuk membuat senyuman..."

Untuk apa Auristella melakukan itu? Bulu kudukku merinding. Jangan-jangan dia mau berfoto dengan mayat? Cewek sinting itu benar-benar sakit jiwa.

Aku menggelengkan kepala, lanjut membaca. "Di dalam peti, ditemukan barang-barang yang kemungkinan milik korban. Di antaranya... Apa ini?"

BRAK! Aku spontan berdiri. Melotot. Benda ini kan, stabilo bintang. Hadiah suvenir dari taman bermain Sky Starry! Kalau begitu artinya...

Benang masalah yang rumit ini mendekati akhir.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro