File 1.4.10 - Bride in a Flower Chest

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pak Ketua, itu benar-benar kamu?! Kok bisa ada di sini? Terlebih, astaga, Pak Ketua sudah pulang! Kapela! Kita selamat! Kalau ada Pak Ketua, kita menang 100%!" King mengajak Kapela meloncat-loncat. Menangis terharu.

"Sudah, Kak King! Aku merasa mual!"

Ini sebenarnya di luar rencana. Tidak disangka Watson malah tertidur di buritan kapal dan bangun dua jam kemudian. Jika tidak, dia pasti sudah bergabung bahkan sebelum Dextra datang. Mungkin saja kalau perhitungannya benar, sekarang dia seharusnya sudah dalam perjalanan pulang ke Moufrobi.

"Kenapa kamu lama banget? Narkolepsi kambuh?" Hellen berkacak.

Watson menguap ngantuk. "Tidak. Ini cuman tertidur biasa." Dia sudah tidak tidur nyaris 48 jam lamanya terperangkap di rumah sakit. Niat menyelamatkan wanita pingsan, malah terjebak membantu RS Atelier karena kecelakaan lalu lintas. Pasien berjibun.

"Dan." Aiden berdiri di depannya, menyentuh lehernya. "Ini sungguhan kamu. Suaramu… setelah kejadian itu… syukurlah sudah pulih. Aku senang bisa mendengar suaramu lagi."

"Kamu pasti sudah berjuang keras selama ini, Aiden. Termasuk hari ini. Terima kasih telah bertahan--kwehk!"

"Kenapa kamu lama sekali di sana?! Sembilan bulan! Aku sangat merindukanmu! Tidak tahukah kamu betapa sulitnya klub tanpa kehadiranmu?!" sembur Aiden memeluk Watson, tak mendengar keretakan tulang punggung cowok itu.

"Kamu bisa membunuhnya, Aiden..."

"Baiklah, baiklah! Reuni diurus nanti saja." Tatapan datar Watson jatuh pada Lunduls yang menatapnya bingung. "Kamu mau menolongnya, kan?"

Aiden mengangguk cepat. Ekspresinya seperti anak anjing yang mengadu pada pemiliknya. "Para bajingan itu! Kalahkan mereka, Dan!" lapornya sembari menunjuk Ditto dan Darasas.

"Benar, Pak Ketua!" King ikutan mengadu pada induk semang. "Entah kenapa aku merasa terjadi konspirasi."

Oke, kembali ke topik. Angra menatap Watson tajam. Tentu saja dia tahu siapa si Sherlock Pemurung itu. Anak emasnya Deon serta kartu as klub detektif Madoka. Dengar-dengar dia pergi ke New York untuk rehabilitasi suara, tapi melihat keberadaannya, keadaan anak itu pasti sudah membaik.

"Apa maksudmu barusan, Nak?" Angra membuka suara.

"Sesuai isinya," sahut Watson dingin.

"Siapa remaja lancang ini? Tiba-tiba datang memperkeruh suasana. Hei, Nak, apa kamu tersesat?" Darasas tidak senang. Dia baru saja ingin merayakan kemenangannya.

Watson tidak mendengar kalimat Darasas, menoleh ke reporter. "Apa kameranya menyala? Lagi live, kan?"

Mereka mengangguk patah-patah.

"Pelakunya bukan Lunduls, tapi Jaksa Ditto dan Darasas. Mereka berdua bersekongkol untuk menjebak Lunduls supaya saingannya dalam pemilu berkurang," kata Watson mantap.

Kerumunan wartawan berseru tak percaya. "Apa maksudmu, Anak Muda? Itu tuduhan yang serius. Kamu bisa dituntut atas tindak pencemaran nama baik." Mereka hanya reporter sewaan, jadi mereka tidak tahu rumor Watson apalagi cowok itu pasca berobat ke luar negeri.

"Kalian bisa memperdaya polisi atau masyarakat, tapi kamu tak bisa menipuku, Jaksa." Watson bersitatap sengit dengan Ditto yang tidak suka akan kehadiran anak itu.

Ditto mendengus. "Inspektur, saya rasa kita harus segera menyelesaikan ini. Mungkin saja dia adalah aktor yang telah disiapkan oleh Lunduls untuk menghambat pekerjaan Anda--"

"Kenapa?" Watson tersenyum miring. "Kamu takut, Jaksa? Ayolah. Aku hanya anak-anak, bukan? Tidak usah cemas."

Apa-apaan bocah ini? Siapa dia? Ditto mengepalkan tangan.

"Jangan bertele-tele," desis Angra. "Katakan saja intinya. Apa sebenarnya yang ingin kamu sampaikan, huh? Apa kamu datang hanya untuk menuduh mereka? Seseorang yang entah muncul dari mana memfitnah calon gubernur?"

Watson menoleh pada Hellen. "Apa semuanya sudah siap?"

"Kamu bisa mulai kapan saja. Ayolah Watson, aku sudah menantikan momen ini. Aku ingin tahu misteri laut berdarah. Mulailah pertunjukannya!"

Watson mengangguk, kembali menatap Angra. Wajahnya serius. "Biar kuulangi, pelakunya bukan Lunduls tetapi Jaksa Ditto dan Darasas. Tentu saja tidak secara langsung, melainkan menggunakan perantara yaitu Jareth untuk menjatuhkan Lunduls."

Deg! Seketika hening.

"A-apa maksudmu, Pak Ketua? Jareth? Jadi dia yang mendorong Dextra dan memata-matai atasannya sendiri?"

"Apa Anda menerima tuduhan itu, Sir Jareth?!" tanya reporter.

Jareth yang hanya diam selama kerusuhan terjadi, perlahan membuka mata dengan anteng, menggeleng tegas. "Saya menolaknya--"

"Aku tidak peduli kamu mau menyangkalnya atau apalah," potong Watson menyeringai. "Tapi aku mempunyai bukti. Mari kita lihat sampai mana kamu bisa bersikap tenang."

"Bukti?" Angra tertarik.

"Sebenarnya saya terhubung dengan teman saya Stern sebelum datang kemari, Inspektur," terang Watson. "Saya tahu semua yang terjadi di pulau pribadi ini berkatnya, salah satunya tentang Ottalisa. Jasad Ottalisa tidaklah dibuang ke laut. Jareth menyembunyikannya di tempat lain."

Rahang Jareth mulai mengeras. "Apa?"

"Apa yang kamu bicarakan, Anak Muda?! Jangan mengada-ada! Lalu bagaimana dengan laut berdarah itu, hah?"

"Oh, itu fenomena alam bernama Red Tide atau dalam terminologi disebut HABs (Harmful Algae Blooms). Dimana air laut berubah warna menjadi merah, biru, hijau, cokelat, dan kuning yang disebabkan oleh ledakan Fitoplankton." Watson mengatakan itu dengan suara dan wajah seiras; datar.

Lagi, hening kedua kalinya.

Angra mengusap anak rambutnya. "Apa lagi itu coba? Apa kamu sekarang mengarang penjelasan?"

"Aku tidak mengarang," Kalian yang terlalu bodoh, lanjutnya dalam mati. Mereka tidak berpikir biota laut bisa mati massal karena darah satu manusia.

Logic where are you~

"Fitoplankton itu apa?" Tapi reporter terpincut dengan kalimat Watson, termasuk teman-temannya.

"Mereka adalah komponen autotrof plankton, organisme mikrospis yang mampu menyediakan atau mensintesis makanan sendiri berupa bahan organik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Fenomena ini terjadi ketika cuaca mendung selama 3 atau 7 hari, lalu turun hujan. Aku meminta temanku Stern mencari riwayat browsingmu, dan hei, Jareth. Sepertinya kamu suka membaca ramalan cuaca, hmm?"

Kepalan tangan Jareth gemetar. "Saya tidak mengerti maksudmu, Anak Muda. Apa hubungannya dengan saya yang suka melihat berita cuaca?"

"Apalagi kalau bukan untuk menunggu tanda-tanda Red Tide. Air laut berubah menjadi merah karena ganggang mikroskopik berkembang biar massal sehingga menutupi permukaan laut. Ketika mendung, jumlah populasi plankton masih terkendali. Masalahnya saat panas terik, terjadi blooming populasi alga. Hal itu mengakibatkan endapan dasar perairan yang mengandung nutrisi terangkat.

"Plankton tumbuh secara cepat dalam jumlah besar hingga tidak termakan oleh ikan dan akhirnya membusuk di laut. Plankton yang membusuk ini menghasilkan plankton baru dan bersifat toksin. Mereka meledak dengan berbagai macam warna: kuning keemasan, merah keemasan, atau hijau kekuningan. Kandungan toksin di dalamnya membunuh ikan-ikan dan hewan laut lainnya. Inilah penyebab asli Laut Berdarah, bukan karena darah manusia. Pikiran kalian sangat pendek. Masa darah dari satu tubuh manusia cukup mewarnai laut seluas itu. Tolong pakai otak kalian. Jareth memanfaatkan fenomena Red Tide untuk membuat cerita akal-akalan."

Watson pintar seperti biasa. Mulutnya pedas seperti biasa (kadang-kadang). Tapi penjelasannya terlalu brilian untuk yang satu ini. Hanya dari berkas browsing, dia tahu sejauh itu?

"L-lantas di mana mayat Nona Ottalisa sebenarnya? Apa beliau masih hidup?" tanya salah seorang reporter.

"Aku sudah bilang tadi kan, dia disembunyikan di tempat lain."

Watson membawa mereka ke rumah kebun. Keringat Jareth sudah membasahi kerahnya. Kenapa anak itu mengajak mereka ke sana? Apa yang menarik dari tempat itu?

"Sekilas tempat ini terlihat seperti rumah bunga biasa. Tapi, tidakkah kalian merasa ada yang ganjil? Bunga gardenia, sweet pea, daphne, brugmansia, lilac, mork orange, lily casablanca. Semuanya adalah bunga yang berbau kuat. Terutama rumpun mawar ini. Dilihat dari mana pun mereka aneh, bukan?"

Watson menyalakan sebuah pematik api, tersenyum miring. Dia pun melempar koreknya ke mawar-mawar tersebut. Hellen sudah menyiram minyak di sekelilingnya, jadi tanaman itu hangus terbakar dalam hitungan detik.

Yang membuat seluruh pasang mata di sana terkejut bukan kenekatan Watson membakar padang bunga mawar kesukaan Jareth, melainkan sebuah peti berdiri. Benda itu tersembunyikan oleh densitas rumpun bunga sehingga tidak ada yang bisa melihatnya. Sejak kapan ada di sana? Bahkan Lunduls pun melotot kaget, pun Ditto dan Darasas.

Watson menggeser penutupnya setelah mengetuk. "Knock, knock, apa ada orang di dalam?"

Grak! Penutup peti terbuka, menjatuhkan satu sosok nan menggenakan gaun pernikahan. Ia pun oleng kehilangan penyangga badan dan roboh. Wajah Watson menjadi pucat saat mayat Ottalisa menimpanya.

"ASTAGA!" Reporter berseru jerih. "I-itu kan Nona Ottalisa? Jadi mayatnya disembunyikan di sini?!"

Tim Forensik yang dibawa Angra bergegas mengemasi jasad itu ke kantung mayat. Aiden dan King berlarian kecil menghampiri Watson. Sherlock pemurung itu sedikit syok. Raut mukanya tegang akan ‘benda’ yang menindihnya barusan.

"K-kamu baik-baik saja, Dan? Kamu bisa berdiri?" tutur Aiden.

Tidak bisa. Lutut Watson lemas tiba-tiba. Tidak ada yang baik-baik saja sehabis dipeluk mayat pengantin. Tapi untuk mengakhiri kasus ini, Watson mengabaikan sisa kagetnya.

"APA YANG SEBENARNYA TERJADI Di SINI, HAH?" Angra menatap Watson buas, pandangan menuntut. "Kamu! Cepat jelaskan padaku! Kenapa mayat Ottalisa ada di sana?! Dan, astaga, kenapa dia memakai gaun pernikahan?!"

"S-sebelumnya Stern mencarikan riwayat pembelian Jareth yaitu gaun pengantin. Karena tidak ditujukan ke kerabatnya, aku berspekulasi gaun itu dibeli untuk kenalannya. Yaitu Nona Ottalisa. Ini adalah cinta segitiga. Jareth menyukai Ottalisa dari dulu namun dia justru mencintai Lunduls. Bahkan setelah pertengkaran hebat mereka berdua, Ottalisa masih tetap menyukai beliau. Hal ini menyebabkan Jareth gelap mata dan menunjukkan reaksi berlebihan lalu membunuh Ottalisa ketika Ottalisa hendak bertemu Lunduls di pulau ini." Aku tidak perlu menjelaskan masalah prostitusi, kan? Watson rasa itu sudah lebih dari cukup. Nanti bisa merembet ke mana-mana.

"OMONG KOSONG APA ITU, HAH? ATAS DASAR APA KAMU MENUDUHKU MEMBUNUH OTTALISA?"

"Jangan berani membentakku. Pikirmu siapa, huh? Lagi pula forensik akan segera menemukan sidik jarimu di tubuh jasad. Hanya kamu yang menyentuh badan Ottalisa untuk memasangkan gaun itu."

Urat-urat Jareth bertimbulan. "Lalu bagaimana kamu menjelaskan tentang zat perangsang dalam darah Lunduls?!"

"Bukan hanya kamu yang melakukan tes darah. Harusnya kamu mengawasi temanku Stern ketika dia meminjam labotariummu, dasar bodoh." Watson mempersilakan Hellen angkat bicara.

"Menurut sampel darah yang kuambil dari Pak Lunduls setelah menerima izin beliau, aku menemukan komponen racun Cantharidin. Racun ini juga memiliki fungsi medis dan terdapat dalam buku pengobatan tabib zaman Joseon."

[Note. Cantharidin, secara historis digunakan sebagai afrodisiak dan perangsang birahi.]

"Kamu hobi mengoleksi serangga, kan? Aku rasa tidak sulit bagimu mengekstrak racun ini dari suatu serangga. Hmm, dari lalat berbintik misalnya?" Watson menyeringai.

Jareth benar-benar panas luar dalam. "JANGAN BERKHAYAL! Anak itu! Dextra! Dia menunjuk Lunduls telah mendorongnya ke laut! Apa kamu melupakan itu?!"

"Stern, apa keluhannya?"

"Wajah merah pertanda demam, dia juga tampak lelah, matanya tidak fokus, ritme napasnya berantakan." Hellen melaporkan semua gejala yang ditunjukkan Dextra.

Watson mengelus dagu, berpikir sejenak. Lima detik kemudian, dia mengetuk telapak tangannya. "Ah, lalat tsetse. Serangga yang dapat memicu penyakit Trypanosomiasis atau kerap disebut sleeping sickness. Melihat jarak bukit dan permukaan laut, sekali pun seseorang jatuh, dia akan berenang ke tepi menyelamatkan diri. Kamu tahu, makanya kamu rela semalaman mencari Dextra untuk menyuntikkan racun itu lalu membisikinya bahwa yang mendorongnya adalah Lunduls. Perintah itu tertanam ke otak dan mengakibatkan halusinasi."

Buntu. Jareth hilang akal. Setiap dia melontarkan pertanyaan, Watson selalu sukses menjawabnya.

"Oh iya, Inspektur. Aku hanya fokus pada Jareth hingga lupa pada dua tokoh lainnya. Soal Ditto dan Darasas. Mereka harus ditangkap akan konspirasi penjebakan Lunduls."

"JANGAN BAWA-BAWA KAMI, ANAK SIALAN! KAMI TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN JARETH!"

"Habis manis sepah dibuang, hee? Tapi bagaimana ini, aku punya bukti suara. Tidak hanya Stern, tapi dia," Watson menunjuk Kapela. "Juga Dextra. Mereka melihat Jareth gemar melakukan gerakan ganjil yaitu memutar-mutar kancing baju. Karena dia tidak punya rekam medis OCD, aku pikir itu bukan sebuah gangguan melainkan 'sesuatu'. Aku pun menyuruh Stern mencari benda menarik di labotarium Jareth… dan wow, betapa banyaknya penyadap dalam kancing-kancing itu. Kamu suka merekam obrolan ya, Sir Jareth. Apa itu jaga-jaga untuk suatu hari? Seperti sekarang? Selamat, Anda membeli peti penjara untuk diri Anda sendiri."

Hellen memutar rekaman tersebut.

[Bukankah kita keluarga? Aku sudah membantumu, Jareth. Sekarang giliranmu membayar utang budimu.]

[Tentu saja, Pak.]

[Sahabatku, Darasas, khawatir akan posisinya karena tuanmu. Bisakah kamu memberi sedikit pertolongan? Gunakanlah skandal Ottalisa untuk mengotori reputasinya.]

"SIALAN! APA MAKSUDNYA INI, DITTO? KAMU BILANG KAMU TAKKAN MENYEBUT NAMAKU!" Emosi Darasas akhirnya meledak. Dia menarik kerah jas Ditto. Berteriak-teriak marah.

Tidak hanya dia, namun juga Jareth. Pria itu tidak bisa lagi membendung kemarahan yang sudah terlalu menumpuk segunung. Dia meraung.

"BOCAH BRENGSEK! KARENAMU RENCANAKU HANCUR! PENYAMARANKU HANCUR! PERNIKAHANKU HANCUR! SEMUANYA KARENA KAMU YANG ENTAH SIAPA TIBA-TIBA DATANG! AKU AKAN MEMBUNUHMU!" gerungnya beringas ingin menyerang Watson, tapi Angra spontan menghadang. Tiga polisi buru-buru memeganginya.

"Tangkap mereka bertiga dan singkirkan dari hadapanku," perintah Angra memijat kepala yang pusing. Migrain.

Mereka diseret ke kapal patroli. Bahkan dari sini, umpatan dan seruan seperti 'aku tidak bersalah' masih terdengar. Mereka tidak bisa apa-apa melawan bukti konkret. Kena batunya kan.

Watson mengembuskan napas panjang. "Selesai juga… Ng?"

Aiden, King, dan Kapela menatapnya dengan mata penuh bintang. Pelataran gemintang mengambang di kepala tiga individu itu, terpesona oleh kepintaran si Sherlock Pemurung.

"Dan, kamu terlalu genius…"

"Kak Watson titisan Holmes? Atau kakak murid Holmes? Atau anak didik Holmes? Atau diberkahi Holmes?"

"Pak Ketua, bagilah sedikit kegeniusanmu padaku. Kita kan teman. Tenang saja, akan kubayar kok."

Etdah. Watson manyun. Yah, paling tidak case closed deh. (*)






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro